HMV -- Bab 4

Pagi hari itu, tidur Jenna terganggu. Dia merasakan sesuatu yang berat di atas tubuhnya. "Eerrgghh!" erangnya.

Sesuatu yang dingin membasahi wajahnya. Gadis itu terkesiap saat napas dingin menghembus di ceruk lehernya. "Ka-, kau! Apa yang kau lakukan, Pria Mesum!"

Seorang pria tanpa pakaian berada di atas tubuh Jenna sambil menyeringai, menatapnya lapar. Seolah-olah, Jenna seonggok daging steak mahal. "Aku lapar. Aku butuh darahmu,"

"Tadi malam, aku tidak bisa berburu. Di sini banyak sekali manusia, tapi aku tidak bisa memakan mereka. Ini terjadi setelah aku menggigitmu. Akhirnya, sekarang aku kelaparan! Tolong aku," pinta Ortega memohon.

Jenna memalingkan wajahnya dan mendengus meremehkan. "Cih! Vampir macam apa yang mengemis kepada manusia seperti ini!"

Manik merah Ortega yang tadi malam muncul seperti darah, kini kembali menghitam. Pria itu mencebik. "Lihat saja saat kekuatanku kembali, manusia pertama yang akan kumakan adalah, kau! Sombong sekali!"

"Boleh-boleh saja. Tapi dengan syarat, selama kekuatanmu belum kembali, kau dilarang menghissap darahku," jawab Jenna tak mau kalah.

"Bagaimana, Tuan Vampir?" tanya Jenna, menyunggingkan senyumnya.

Ortega sedari tadi memperhatikan ceruk leher Jenna yang tampak nikmat. "Cih! Baiklah, kau pengecualian! Aku tidak akan memakanmu. Berikan aku darahmu sekarang!" titah pria itu, mengekori Jenna seperti seekor anjing kecil.

Alih-alih memberikan darahnya, Jenna mengambil tiga buah tomat dan alat penghancur makanan. "Aku akan membuatkanmu sarapan,"

Jenna memasukan tomat-tomat itu ke dalam mesin penghancur dan kemurnian yang menekan tombol on untuk mengaktifkan mesin penghancur makanan tersebut. Setelah selesai Jenna mengambil gelas tinggi dan menuangkan tomat yang sudah lummat itu ke dalam gelas yang sudah dia siapkan. "Nah, minumlah. Ini minuman kesukaanmu, anggaplah sebagai penunda rasa laparmu,"

Harga diri Ortega merasa terinjak-injak dan terhina. Dia mengaum hebat. "Aarrgghhh! Kau meremehkanku, Manusia! Berikan darahmu!"

Setelah meraung, berteriak, dan memekik, Ortega terbatuk-batuk. "Ah, aku lemah. Kekuatanku meninggalkanku,"

Jenna memegang pundak Ortega, membesarkan hatinya. "Kehilangan memang sulit diterima. Aku pernah merasakan hal itu dan aku berhasil melewatinya. Lupakan saja kekuatanmu dan minumlah,"

Merasa tak berdaya, mau tidak mau, Ortega menenggak minuman berwarna merah itu sampai habis. "Aku masih lapar,"

Keberuntungan berpihak pada Ortega, Jenna sudah menghidangkan roti gandum dengan beacon serta telur rebus setengah matang yang diletakkan dengan cantik di atas roti tersebut.

Tanpa menunggu, Ortega segera melahap makanan itu dengan cepat. "Masih lebih enak kau, daripada makanan ini. Hanya mengotori gigiku saja,"

"Kau makan seperti binatang. Makanlah perlahan dan nikmati makananmu," ucap Jenna santai sambil membelah telur rebus dengan lembut dan keluarlah kuning telur seperti lava yang mengaliri roti dan beacon miliknya. "Indah, bukan?"

"Jadi katakan padaku, di mana rumahmu?" tanya Jenna lagi. Mulutnya penuh dengan makanan.

"Apa itu rumah? Aku tidak berasal dari dunia ini. Aku datang dari dunia lain dan aku tidak tau bagaimana caranya aku kembali. Bahkan aku tidak dapat mengingat apa yang terjadi padaku." jawab Ortega. Manik matanya perlahan memerah, tetapi tatapannya kosong dan menerawang. "Saat itu, gelap. Hanya ada cahaya aneh berkelebatan di benakku dan tiba-tiba saja, aku berada di dunia ini,"

Jenna memajukan bibir bawahnya. "Kau dibuang? Atau terlempar? Atau terjatuh?"

Ortega menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tau. Tapi, kalau kekuatanku menghilang dan kemampuanku menghisap darah juga menurun, artinya aku dikutuk dan dibuang,"

Jenna beranjak dari kursinya sambil membawa piring kotor bekas mereka makan. "Kalau kau mau tinggal di sini, kau harus bekerja. Karena aku punya kewajiban untuk membayar sewa tempat ini, membayar air dan listrik, serta iuran sampah dan keamanan."

"Apa yang bisa kau lakukan untuk membantuku?" tanya Jenna.

Ortega mengedikkan kedua bahunya. "Aku tidak tau. Yang aku tau, aku masih lapar. Aku butu darahmu,"

"Apakah kau peduli padaku? Kau bahkan belum bertanya siapa namaku?" tanya Jenna kesal. Kemudian dia tersadar, mengapa dia kesal?

"Apa itu penting?" tanya Ortega.

Jenna mengangguk mantap. "Tentu saja! Kalau kau menetap di dunia ini, nama itu menjadi sesuatu yang penting,"

"Baiklah, siapa namamu?" tanya Ortega.

"Jenna Lake. Kau bisa memanggilku, Jenna saja," jawab Jenna mengulurkan tangannya.

Senyum Ortega terpatri di wajahnya yang tampan. Kedua gigi taringnya, entah mengapa tampak sekssi di mata Jenna. "Jenna Saja, bolehkah sekarang aku menghissap darahmu?"

"Haruskah? Dan, Jenna! Tanpa saja." balas Jenna. Namun, karena Ortega menghadiahinya senyuman manis di pagi itu, Jenna pun mengabulkan permohonan Ortega.

Dia mengambil pisau dan menusuk sedikit jari telunjuknya. Sejurus kemudian, darah menetes dengan cepat. Gadis itu menjulurkan jari telunjuknya kepada Ortega. "Nah, ini kalau kau mau menghissapnya,"

"Heh! Mana mungkin hanya segitu. Kau tega sekali, Jenna Saja!" isak Ortega.

Netra Jenna membulat. "Mau, tidak?"

Ortega mengangguk sedih. "Mau,"

Pria itu pun melangkah mendekat dan menggenggam jari telunjuk Jenna, kemudian menghissapnya. "Kau tega sekali, ini bahkan sudah mengering,"

"Lalu?" tanya Jenna.

Kedua mata mereka kini saling bertemu. Dengan kekuatannya, dia membuat Jenna mendekat tanpa menariknya. Tangannya yang dingin, menyibakan rambut Jenna ke belakang. "Aku menginginkan ini,"

Tiba-tiba saja taringnya keluar dan dia menancapkan gigi runcingnya itu ke leher Jenna. Desiran aneh, sensasi menyakitkan sekaligus menyenangkan dirasakan oleh Jenna. "Aahhh, ...."

Ortega menghissap darah Jenna dengan rakus sampai kedua taring tajamnya itu terlepas sendiri. Namun, karena dia tidak sadar, dia terus menghissap dan menyesap ceruk leher Jenna.

Rasa sakit yang tadi dirasakan Jenna sirna seketika, digantikan oleh desir aneh yang membuatnya melakukan hal gila yang pernah dia pikirkan. Dengan tangannya, Jenna menekan kepala Ortega untuk lebih lama bermain di sana.

"Aaahhhh, Ortega. Jangan, ....!" Jenna membuka matanya dan tersadar. "Stop! Kau sudah terlalu banyak mengambil darahku!"

Wajah gadis itu memerah saat mendorong Ortega untuk menjauh darinya. Darah masih tersisa di pinggir mulut pria vampir itu. Dia menjillati sisa darah itu dengan lidahnya yang bergerak memutar. "Kau manusia hebat, Jenna! Aku jadi menyukaimu,"

"Diam! Aku perlu waktu untuk menenangkan diri!" tukas Jenna galak.

Ortega membuat gerakan membungkuk dengan satu tangan mengayun dari atas ke bawah. "Silahkan, makananku,"

Sementara itu,

"Ke mana Ayah mengirim Ortega? Sudah dua hari, aku belum bisa menemukannya! Aku benci Ayah! Benci sekali!" ucap Artemis kesal. "Aku bahkan tidak dapat mencium baunya!"

Dengan santai, Vlad mengangkat kedua bahunya. "Aku pun tak tau. Kekuatan Volkov sedang bagus, jadi kupikir vampir pembangkang itu, terpental jauh dan entah jatuh di mana. Justru bagus, 'kan? Akhirnya, hidup kita tenang dan damai,"

"AYAH! Kenapa jahat sekali, sih!" isakan Artemis berubah menjadj suara tangis yang melengking dan memekakan telinga siapapun yang mendengarnya.

Vlad menutup telinganya dan berusaha menenangkan putrinya. "Baiklah, baiklah. Kita cari bersama-sama,"

Maka setelah tangisan Artemis mereda, mereka menemui seorang peramal. Peramal tersebut masih dari golongan manusia serigala.

"Kami datang dengan damai, Zella," ucap Vlad kepada seorang wanita cantik.

Wanita itu mengangguk dan mempersilahkan mereka untuk masuk. "Aku tau maksud kedatangan kalian. Ortega berada di sebuah tempat yang besar dan sangat jauh dari sini. Saat ini, kekuatannya menghilang dan dia tidak bisa mencelakai manusia. Namun aku melihat, takdir Ortega berubah,"

"Apa maksudmu berubah?" tanya Artemis.

Peramal bernama Zella itu mengangkat kedua bahunya. "Aku juga belum tau. Dia bertemu dengan seseorang yang kuat, yang dapat meredam hasrat dan keinginan liarnya. Kita tinggal menunggu, cepat atau lambat, Ortega yang berubah atau seseorang itu yang berubah?" tutur Zella tersenyum misterius.

"Kirimkan aku ke sana! Aku ingin membawa Ortega kembali!" titah Artemis.

Zella menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak semudah itu. Seperti kukatakan tadi, kekuatan kekasihmu menghilang dan saat ini, hidupnya bergantung dengan seseorang yang kini tinggal bersamanya,"

"Aku tetap akan menyusulnya! Tidak ada yang bisa menghalangiku saat ini, termasuk kau, Ayah!" ucap Artemis, menatap tajam ayahnya. Tatapan matanya dia pindahkan ke arah Zella. "Di mana dia sekarang?"

"Bumi," jawab Zella singkat.

"Bawa aku ke sana. Aku akan menemani kekasihku di sana! Antar aku sekarang," titah Artemis tanpa peduli, apa yang akan terjadi padanya saat dia tiba di bumi nanti.

...----------------...

Terpopuler

Comments

Patricia Gunawan

Patricia Gunawan

Ortega jadi tergantung sama Jenna. kalo Jenna keabisan darah, gmana thor?

2023-03-23

2

~Ķímhwä~

~Ķímhwä~

Ayo Mam, di tunggu kelanjutannya🤭

2023-03-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!