HMV -- Bab 3

Kesadaran Jenna semakin menipis, kekuatan tubuh gadis itu seakan menguap begitu saja. Dia pun terjatuh tak sadarkan diri. Di dalam kegelapan, dia melihat sesuatu yang melayang-layang dan dia berusaha menggapainya. Sesuatu yang menyerupai kupu-kupu kecil berwarna putih itu memuntunnya pada cahaya.

Perlahan, cahaya itu membawa Jenna kembali ke alam sadarnya. Dia menarik napas seperti seseorang yang baru saja mendapatkan resusitasi jantung paru. Matanya sontak terbuka lebar.

"Kau masih hidup? Bagaimana bisa?" tanya pria itu. Dia melihat darah yang tadi menetes-netes kini mengering dengan cepat. "Mustahil! Ini sesuatu yang mustahil!"

Jenna merasakan sesuatu di ceruk lehernya. Terasa perih. "Apa yang kau lakukan? Kau menggigitku? Kau berusaha memakanku? Pria kurang ajar!"

"Kenapa kau bisa masih hidup? Seharusnya, kau mati, seperti manusia lainnya. Tapi, tunggu dulu, ... Aku hidup! Aku pulih, tenagaku muncul kembali!" pria itu melihat tajam ke arah Jenna kemudian dia menjabat tangan gadis itu. "Darahmu menyelematkanku. Manusia macam apa kau ini?"

Si pria itu mengendus lagi. "Kau harum sekali."

Jenna memincingkan kedua matanya, dengan cepat dia menyambar wajan kecil khusus menggoreng telur dan menghantamkan wajan itu ke kepala pria misterius. "Kau Mesum! Kau Penjahat Sialan! Pergi dari rumahku! Tak tau diri!"

Berkat hantaman wajan kecil di kepalanya, pria itu pun pingsan dan tak sadarkan diri.

"Huh! Kau pikir aku wanita lemah!" tukas Jenna kesal dan dengan santai, dia melanjutkan kegiatan memasaknya.

Tak beberapa lama, pria itu terbangun sambul memegangi kepalanya. "Aw, aku tidak pernah merasakan rasa ini sebelumnya,"

"Kau bisa berdiri? Makanlah, aku sudah terlanjur membuatkannya untukmu. Setelah makan, kau harus pergi dari sini!" tukas Jenna ketus.

Gadis itu mengambilkan semangkuk sup serta nasi lembut untuk tamunya. "Makanlah,"

Pria itu duduk di atas meja sambil memegangi sendok kayu yang diberikan oleh Jenna. "Apa ini?"

"Sendok. Kau tak tau sendok?" tanya Jenna.

Pria itu menggelengkan kepalanya. Seketika itu juga Jenna panik. Dia mengacungkan garpu dan sebilah pisau steak pada pria itu. "Kalau ini? Kau tau apa ini?"

Jawaban pria itu meningkatkan kepanikan Jenna. Dia pun berdiri dan berjalan mondar-mandir sambil terus memandangi tamu prianya yang misterius.

"Katakan padaku, siapa namamu? Apa kau punya tanda pengenal?" tanya Jenna. Dia memeriksa jubah serta pakaian pria itu. Akan tetapi, dia harus berakhir kecewa, karena dia tidak menemukan satu pun tanda pengenal, bahkan saku pun tidak ada.

"Namaku Ortega," jawab pria yang sedari tadi memperhatikan Jenna dengan penuh minat.

Jenna menatap pria yang mengaku bernama Ortega itu. "Seperti tidak asing. Ah, namamu seperti nama telur yang mahal itu." gadis itu diam sejenak dan kemudian berbicara lagi. "Ternyata itu omega, dan kau, Ortega. Apa benar itu namamu? Aneh sekali,"

"Kau manusia apa?" tanya Ortega.

"Manusia biasa," jawab Jenna. "Sudahlah, makan saja!" tukas Jenna dan dia memasukan sesendok besar sup ke dalam mulutnya.

Jenna begitu menikmati makanannya. Namun, tidak dengan Ortega. Pria itu tampak bingung dan tak tau apa yang harus dia lakukan. Melihat Jenna makan, dia pun mengikuti cara Jenna.

"Hmmm, apa ini?" tanya Ortega, matanya membulat saat dia merasakan suapan pertama sup itu di dalam mulutnya.

"Sup kepiting dan asparagus. Bagaimana? Enak?" tanya Jenna, kedua matanya menatap Ortega penuh harap.

Ortega tidak memahami bagaimana makanan enak itu. Selama ini, yang enak menurutnya hanyalah darah manusia yang ketakutan karena hidupnya akan segera berakhir. Dia tidak suka dengan darah manusia yang sedang depresi dan ingin mengakhiri hidupnya atau bahkan menyerahkan diri kepadanya supaya cepat mati. "Kau lebih enak," jawabnya.

"Haish! Sudahlah, habiskan makananmu!" tukas Jenna.

Tak beberapa lama, Jenna sudah kembali sibuk dengan piring dan peralatan dapurnya. "Ah, kopi memang paling nikmat. Kau mau kopi, cokelat, atau tomat?"

Karena Ortega tidak menjawab. Jenna membawa ketiga minuman itu dan meminta Ortega untuk mencobanya satu per satu. "Buka mulutmu. Ini kopi. Bagaimana? Kau suka?"

Dengan sabar, Jenna menyuapi sesendok kecil kopi kaleng miliknya sendiri. Ekspresi Ortega saat mencoba kopi sangat aneh dan Jenna menyimpulkan kalau pria itu tidak menyukai minuman pahit itu.

"Sekarang, ini. Buka lagi mulutmu!" titah Jenna. Ortega pun menurut. Lagi-lagi, dia membuat ekspresi aneh. "Semua orang suka cokelat. Baru kali ini aku menemukan orang yang tidak suka cokelat. Oke, terakhir. Ini jus tomat, cobalah,"

Ketika sesendok cairan merah itu masuk ke dalam kerongkongannya, Ortega terdiam tanpa ekspresi. "Hmmm,"

"Kau suka tomat?" tanya Jenna.

"Tomat? Aku baru mendengar nama itu." jawab Ortega. Dia mengambil kaleng jus tomat itu dan menenggaknya sampai habis.

Jenna tertawa. "Hahaha! Kau lucu sekali." ujar gadis itu. Dia melihat jam dinding dan berkata pada tamu prianya. "Ini sudah larut malam aku rasa Kok bisa pergi dan mencari tempat tinggalmu,"

"Aku tidak ingin pergi!" seru Ortega. "Aku ingin tinggal bersamamu!"

"Tidak bisa! Kau harus pergi!" Jenna menyeret lengan Ortega untuk segera keluar dari rumahnya. "Kau tidak bisa tinggal bersamaku!"

Karena Ortega sudah makan cukup banyak, tenaganya kembali pulih. Apalagi tadi dia sempat menghisap darah Jenna. Dengan secepat kilat, dia menyudutkan tubuh Jenna ke dinding. "Aku menyukaimu,"

Jantung Jenna seakan berhenti berdetak. Wajahnya ditutupi oleh rona merah. "Ja-, jangan sembarangan!"

"Kau makananku, Manusia! Aku tidak akan membiarkan mangsaku lepas dariku!" kata Ortega. Pria misterius itu mempertipis jarak di antara mereka.

Jenna dapat merasakan napas Ortega yang dingin di ceruk lehernya. "Kau tidak bisa menjadikanku makananmu! Dasar Kanibal!"

Bola mata Ortega yang tadi tidak terlihat, sekarang nampak sangat jelas. Merah. Jenna mulai ketakutan dan Ortega dapat merasakan ketakutan gadis itu.

Dia mengendus wajah Jenna dan menjillat lehernya, membuat Jenna merasakan sensasi aneh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. "Kau ketakutan. Harum tubuhmu semakin nikmat, Manusia."

Jenna menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Dia berusaha untuk membuang jauh rasa takutnya. "Aku tidak takut!"

"Benarkah?" Suara Ortega yang berbisik parau di ceruk lehernya, membuat kulit Jenna meremang. Dia memikirkan sesuatu yang tidaj seharusnya dia pikirkan saat ini.

Gadis itu memejamkan kedua matanya rapat-rapat saat Ortega menyesap ceruk lehernya. Namun, ini berbeda dengan tadi. Bukan taring tajam! Melainkan sesapan lembur yang membuat kulit halus di sekujur tubuh Jenna meremang.

Tiba-tiba saja, Ortega melepaskan cengkramannya begitu saja pada Jenna. "Kenapa aku tidak bisa menggigitmu?"

Sekali lagi dia membuka mulutnya untuk menghissap darah Jenna, tetapi taringnya tidak mau keluar. "A-, apa yang terjadi?"

Rasa takut Jenna menguap begitu saja melihat kepanikan di wajah tamu misteriusnya yang tadi dengan sombong menganggap dia sebagai makanan dan mangsanya. "Ada apa? Kau tidak jadi memakanku?"

Ortega tampak panik. Dia menengadahkan kepalanya dan meraba-raba gigi taringnya. "Mereka masih ada, tapi kenapa mengecil? Apa yang terjadi? Aarrgghh! Apakah aku sudah bukan vampir lagi?"

Jenna mendorongnya supaya menjauh. "Ck! Ternyata kau vampir? Mana ada vampir tidak menakutkan sepertimu. Tidurlah, aku mengantuk. Besok pagi, aku akan menemanimu mencari rumahmu. Oke?"

Gadis itu menyiapkan sehelai selimut di sofa untuk tidur Ortega. Setelah selesai, dia merayap naik ke ranjangnya dan tertidur pulas.

...----------------...

Terpopuler

Comments

selfyana

selfyana

😁😁😁

2023-03-21

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!