Berkedip ratusan kali pun pemandangan di hadapan Laura tidak mau berubah. Dia yakin bahwa dirinya tidak pernah ke tempat itu sebelumnya. Tempat yang begitu gelap dan penuh dengan benda-benda aneh sebagai pajangannya. Ada pula sekumpulan tengkorak manusia yang disusun menyerupai kursi di sana, membuat bulu kuduknya lumayan bergidig.
Meski tidak terlalu yakin, Laura merasa agak familiar dengan tempat ini. Padahal sudah jelas bahwa ini adalah kali pertama dia berada di sana.
“Luca!”
Suara pria yang cukup serak terdengar dari belakang Laura. Merasa tidak dipanggil, Laura hanya diam tanpa bereaksi apapun. Namun, nampaknya perlakuannya itu membuat pemilik suara itu kesal.
“Luca Kasha! Aku memanggilmu! Apa kau tuli?”
Pria itu sudah berada di depannya. Dia memiliki badan yang begitu besar. Kulitnya biru dengan sedikit aksen merah di beberapa bagian wajahnya. Mata dan mulutnya besar, serta seluruh gigi yang nampak dari mulutnya yang menganga sangat runcing. Rambutnya yang gimbal seakan hidup dan berkibar-kibar dengan sendirinya, meskipun seharusnya tidak ada angin kencang di sana.
“Dabakiras?” gumam Laura yang ketakutan saat melihat penampakan pemilik suara serak itu.
Dia adalah Dabakiras, salah satu dari empat komandan musuh yang harus Super Rangers Thunder Saber hadapi. Kemunculannya semakin membuat Laura bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi padanya.
Lalu, walaupun secara gamblang Dabakiras yang ada di hadapannya dan yang ada di televisi sama, terdapat sebuah perbedaan yang sangat signifikan. Jika Dabakiras yang ada di televisi nampak kaku dan seperti kostum, Dabakiras yang ada di hadapannya jelas nampak lebih hidup. Mulutnya tidak hanya bergerak terbuka dan menutup, tetapi juga bergerak selayaknya mulut pada umumnya. Lalu, sekilas Laura memperhatikan bagian belakang tubuh Dabakiras. Dia tidak menemukan ret sleting maupun pengerat pakaian apapun di sana.
“Aku memanggilmu sedari tadi! Apa yang kau pikirkan sampai tidak menghiraukanku begitu? Kau harus tetap fokus jika masih ingin melanjutkan misi kita.” hardiknya.
Dari cara bicara Dabakiras, Laura merasa bahwa dirinya lah yang tadi dipanggil dengan sebutan Luca Kasha. Itu bukanlah namanya sendiri, tentu dia tidak akan menengok bila dipanggil demikian.
“Tapi, kenapa dia memanggilku Luca Kasha?” batin Laura.
Dia menundukkan kepalanya. Secara otomatis, Laura juga melihat ke badannya sendiri.
“Hah!?” pekik Laura tanpa sengaja.
Tidak hanya Laura, pekikan suara Laura itu juga membuat Dabakiras tersentak.
“Kau gila!? kenapa tiba-tiba berteriak begitu?”
Laura segera mencari cermin yang cukup besar. Jika ingatannya benar, dia pasti menemukan cermin itu tak jauh dari tempat mereka berdua berdiri. Lalu, saat sudah menemukannya, dia perhatikan lekat-lekat seluruh wajah dan tubuhnya yang kini telah berubah penampilan.
“Gak mungkin… ini…” gumamnya sambil menepuk-nepuk pipinya sendiri.
Dia balikkan badannya ke arah Dabakiras, lalu bertanya, “Hey! Kamu tadi manggil aku Luca Kaasha?”
Alis Dabakiras mengernyit dan dia balik bertanya, “Kalau bukan kau, lalu siapa lagi? Bicaramu sungguh aneh.”
Laura semakin kebingungan. Dabakiras yang memperhatikan tingkah rekan kerjanya itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan heran.
“Sebaiknya aku pergi lebih dulu. Pekerjaanku terlalu banyak dan lebih penting daripada harus mengurusi kegilaanmu!” putus Dabakiras yang kemudian beranjak dari sana.
Sementara itu, Laura kembali menatap dirinya sendiri di cermin. Dia masih belum yakin dengan apa yang dia lihat. Tiba-tiba saja dia mengenakan pakaian serba biru super sexy yang berdesain aneh. Rambutnya berwarna biru kehijauan dan satu tanduk di kepalanya menunjukkan bahwa dia bukan manusia. Selain itu, make up di wajahnya juga cukup membuatnya menganga saking eksentriknya. Tapi, tidak salah lagi, itu adalah wajah Luca Kasha, keponakan dari Rador yang merupakan pimpinan dari Radolard, kelompok alien yang sedang berusaha menginvasi bumi.
Berbeda dengan Dabakiras, raga yang dirasukinya saat ini cukup manusiawi. Di dramanya sendiri, pemeran Luca Kasha adalah seorang model yang sangat cantik.
“Ini sebenarnya kenapa, sih?” batinnya.
…
Agar lebih pasti, Luca berjalan-jalan mengitari tempat yang dia kira sebagai markas Radolard itu. Dia tengok setiap sudut yang dia lewati dengan seksama. Dan dugaannya semakin kuat, bahwa dia memang sedang berada di markas Radolard.
“Salam, Nona.”
Setiap prajurit berkepala seperti bola bowling warna kuning yang Laura lewati selalu menyapanya dengan hormat. Tidak tahu harus berbuat bagaimana, Laura hanya menatap mereka tanpa membalas apapun, lalu pergi.
Dia cukup kaget, karena ini pertama kalinya dia mendengar suara mereka. Padahal di televisi mereka hanya mengucapkan kata-kata yang tidak orang mengerti, seperti “Piri-piririp piri piri” atau semacamnya. Sekarang Laura paham kenapa Luca Kasha dan para petinggi Radolard lainnya bisa berkomunikasi dengan makhluk piri-piri itu.
Setelah cukup lama berjalan, Laura kini menghentikan langkahnya di hadapan sebuah jendela besar. Dari sana dia bisa melihat bagaimana suasana di luar markas. Dia juga bisa melihat planet bumi yang berwarna dominan biru itu.
“Ini beneran di luar angkasa. Gila!” ujarnya dengan mata yang membelo.
Sungguh takjub Laura pada pemandangan di hadapannya. Semuanya nampak benar-benar di luar nalar. Dirinya benar-benar berada di dalam markas Radolard yang ada di luar angkasa.
“Aku mimpi, kan? Aww!!”
Perih terasa saat Laura mencubit pipinya sendiri. Artinya, saat ini dia tidak sedang bermimpi. Ini memang nyata. Dia benar-benar menjadi Luca Kasha, si wanita jahat yang bengis.
“Haduuuh… gawat. Kalau aku beneran jadi Luca, tamatlah sudah riwayatku. Udah mati, eh… mati lagi.” pikir Laura.
Mengingat cerita Luca yang berakhir dengan kematian, Laura tidak bisa begitu saja mengikuti alur cerita yang sebenarnya. Tapi, dia ragu dan takut jika terjadi sesuatu yang lebih parah kalau dia mengubah alur. Dia sudah sering melihat itu di komik-komik Jepang dan Korea yang sering dia baca.
“Kayaknya mesti survey lokasi dulu ini mah.” putus Laura sambil menepuk dua pahanya keras-keras supaya lebih sadar dan fokus.
Kemudian, dia menuju ke suatu tempat yang bisa membuatnya berteleportasi ke tempat lain. Dia akan turun ke bumi.
…
“Whoops!” seru Laura yang kehilangan keseimbangannya setelah sampai di Bumi. Beruntung dia tidak langsung jatuh.
“Kenapa kau ke sini?” tanya Dabakiras yang tengah mengawasi pertarungan anak buahnya dari kejauhan.
Laura berpikir sejenak untuk menjawab pertanyaan Dabakiras, lalu berkata, “Aku ingin melihat pertarungan kalian. Memang tidak boleh?”
Bola mata biru Dabakiras berputar.
“Huh… tumben sekali. Biasanya juga kau cuma menonton dari layar yang ada di markas.” sindir Dabakiras.
Memang, Luca terkenal sebagai komandan yang cukup pemalas. Dia bahkan sangat jarang melihat langsung pertarungan anak buahnya sendiri. Pasalnya, Luca tidak suka panas-panasan. Bisa-bisa make up cetarnya nanti malah luntur. Untuk hal ini, Laura cukup sehati dengan Luca.
Tidak bisa membalas lagi, Laura pun terdiam. Dia memilih untuk mengalihkan perhatiannya pada pertarungan seru antara seorang alien kalajengking raksasa berserta kroco-kroconya dengan empat orang berspandeks warna warni.
“Kau tidak akan kubiarkan, Kajelaking!” seru salah satu ranger.
Seketika, Laura pun tersentak. Dia tahu betul pemilik suara tegas itu. Dan benar saja, sang pemilik suara adalah pria berseragam biru favoritnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Ayano
Ya ampun, ngakak 🤣🤣🤣🤣
2023-04-06
0
Ayano
🤣🤣🤣🤣. Piri piri nya kayak mahou shoujo yang lagi ngucapin mantra
2023-04-06
0
✤͙❁͙⃟͙Z͙S͙༻Mak k⃟ K⃠Adam🥀⃞
udah lanjut toh kak, semangat ya 💪💪💪
2023-04-03
0