#20

Dua hari kemudian,

Ray yang sedang fokus mengurus berkas untuk kepulangannya ke Indonesia berada di Jakarta.

Kini, ia duduk di sebuah coffee shop memandangi kearah luar jendela.

Diluar sisi, Rendy dengan semangat melambai-lambaikan tangannya menyapa bahagia sabahabatnya itu.

“Hai bro men… anjiir ga bilang-bilang tau-tau udah di sini aja..”. peluk Rendy

“Males tar urusan gua pasti di grecokin lu Ren, kalo udah selesai gini kan enak kalo lu rusuhin gua..” tawa lepas Ray.

“Dasar lu.. Yaah lu kesini kenapa ga besok aja sih kan bisa ajak si anak nakal”. Cemberut Rendy

“Ya kalo besok kantor pengurusnya libur lah anjir…” ketus Ray

“Oya… ahahhahaha..” tawa Rendy

Merekapun berbincang melepas rindu. Sampai satu titik Rendy menyadari bahwa sahabatnya itu sedang tidak baik-baik saja.

“Napa bro? dari tadi ga fokus amat.” Rendy menyeruput kopinya

“Nala?.” Sambungnya menatap Ray

Ray hanya diam sambil mengaduk kopinya yang tinggal setengah

“Gua cuma ga ngerti, banyak hal yang terjadi tanpa gua sadari..” ucap Ray

Rendy menatap Ray lekat

“Mungkin ini memang yang terbaik buat kalian.. lu sendiri kan yang bilang kalo keadaannya udah berubah sekarang..” jawab Rendy

“Yaahh.. tapi, gua ga sangka akan sesesak ini Ren..” senyum kecut Ray

“Udah Ray, Ikhlas.. lu udah nentuin pilihan hidup lu, biarin Nala nentuin pilihan hidupnya juga.. udah terlalu lama lu menjarain dia dengan ketidak pastian. Sekarang, Nala udah nemuin kebahagiaannya..” Tatap Rendy serius

Ray hanya tersenyum, ia mengerti betul tentang apa yang terjadi bahkan tanpa Rendy jelaskan pun. Ia tahu bagaimana dirinya selama ini tersiksa dan juga menyiksa Nala.

Yaa.. mungkin ini memang yang terbaik untuk mereka.

***

Esok harinya, Bandung.

Tama mengajak Nala pergi kesuatu tempat. Setelah perjalanan kurang lebih 40 menit akhirnya mereka tiba dihalaman sebuah rumah.

Nala terpukau dengan pamandangan sekitar. Terdapat rumah kayu berdesaign klasik modern dikelilingi halaman rumput yang cukup luas dan terdapat danau kecil di sisi.

“Ini rumah siapa mas?” Nala masih melihat sekeliling dengan takjub. Namun, ia merasa tidak asing dengan design bangunan rumah tersebut.

Tama hanya tersenyum dan mengajak Nala menaiki tangga dan masuk kedalam rumah itu.

“Gimana?”. Senyum Tama menatap Nala

“Mas, ini cantik banget..” jawabnya

Rumah yang terdapat didataran tinggi itu juga memiliki pemandangan city light yang begitu cantik.

“Aku membangun ini 8 bulan yang lalu.. apa kamu belum sadar dengan design rumah ini Nal?..” ucap Tama menatap Nala

Nala lalu membuka pintu rumah itu dan terkejut melihat ruangan yang terdapat didalam rumah.

“Ini?... Mas..” Nala langsung menatap Tama

Tama hanya tersenyum dan mengangguk

“Ini design yang kamu buat Nal. Aku nemu berkas lama saat merapihkan ruangan kantor satu tahun yang lalu dan menemukan design kamu ini.. aku minta maaf karena tidak izin terlebih dulu sama kamu..” jelas Tama

Nala masih terkejut dengan apa yang terjadi.

“Nala, aku tau sejak dulu ini adalah rumah impianmu di masa depan, dan aku tau mungkin suatu saat kamu ingin membangun rumah ini bersama orang yang kamu cintai.. dan mungkin saja orang itu bukan aku.” Suara Tama tertahan.

Nala memandang wajah kekasihnya yang terdapat gurat kesedihan disana

“Tapi, bolehkah aku mengenangmu dengan cara ini?, bolehkah aku paling tidak memiliki salah satu mimpimu?”. Tama terdiam air matanya menetes dan menundukan kepalanya.

“Mas, apa maksudmu..” Nala makin menatap Tama lekat

“Aku ingin hidup disini denganmu, memulai keluarga kecil kita ditempat ini. Itu mimpiku.. tapi, jika memang Tuhan tidak menakdirkan kita bersama.. biarkan aku tetap disini bersama mimpimu..” Tama menatap Nala dengan air mata yang masih menetes.

Nala terkejut dan memeluk Tama dengan erat. Hatinya begitu sesak mengetahui bahwa Tama sangat mencintainya sedangkan ia merasa berdosa karena masih meragukan hatinya sendiri.

Mereka terduduk dilantai rumah sambil berpelukan. Tama menyandarkan kepalanya ditubuh Nala dan memeluk erat Nala seolah tidak ingin terpisahkan.

Setelah beberapa menit, Nala melepaskan pelukan dan menghapus air mata yang tersisa dipipi Tama. Ia menatap biru bola mata Tama, Nala memberanikan diri untuk mengecup bibir merah Tama dan itu membuat Tama sangat terkejut.

Sepersekian detik Tama juga menatap mata indah Nala, ia perlahan mengecup kemudian mencium bibir Nala dengan lembut. Nala melingkarkan tangannya pada leher Tama dan Tama melingkarkan tangannya pada pinggang Nala. Mereka berciuman beberapa lama dengan perlahan dan tulus.

Sore hari,

Saat mentari akan tenggelam, Nala dan Tama duduk dihalaman rumah sambil menatap danau dengan pantulan cahaya mentari yang begitu indah. Nala menyandarkan kepalanya pada dada bidang Tama sambil terus berpegangan tangan tanpa sepatah katapun. Mereka hanya menikmati kebersamaan mereka.

Nala merasa saat ini hatinya sangat hangat dipenuhi kasih sayang Tama yang begitu tulus untuknya. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk belajar menyayangi Tama dengan tulus dan membiarkan perasaannya kepada Ray berlalu dan menghilang dengan sendirinya.

“Kamu laper sayang?..” ucapan Nala mengejutkan Tama dan langsung menatapnya

“Kamu laper ga sayang?..” ulang Nala sambil memegang kedua pipi Tama yang memerah.

Tama hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya. Rasanya saat ini dadanya akan meledak karena rasa bahagia yang begitu memenuhi.

“Hmm.. kita beli bahan makanan dulu yuk, habis itu kita masak?”. Antusias Nala

“Iya sayang..” akhirnya Tama memberanikan diri untuk bicara dan memeluk lembut Nala

Dua sejoli kasmaran itu pun langsung pergi kesupermarket terdekat untuk membeli bahan makanan. Sambil pegangan tangan dan sesekali tertawa mereka memilih apa saja yang akan mereka beli.

Setelah selesai membayar kekasir, merekapun bergegas untuk pulang.

“Mas, aku pengen es krim itu..” tunjuk Nala

“Okay, kita beli..” senyum Tama, Nala pun tersenyum girang menggandeng tangan kekasihnya itu.

“OHMAYGAT NALAA..!!” suara menggelegar tidak asing untuk Nala dan Tama menghentikan langkah mereka.

Dwi seketika menutup mulutnya dan melotot tidak percaya melihat sabahat dan bos nya itu saling berpegangan tangan, terlebih belanjaan yang dibawa Tama. Mereka terlihat seperti sepasang pengantin baru yang sedang belanja bulanan.

“Apa-apaan ini Nal?..” Dwi masih syok

Nala dan Tama otomatis langsung melepaskan tangan mereka. Seperti sedang kepergok pacaran oleh orangtuanya, mereka hanya saling pandang dan mati kutu.

“Aku lupa daerah ini dekat rumah dwi, mas..” bisik Nala pada Tama ketika sahabatnya itu mulai berjalan mendekati.

“Jelasin sama gua, raitnaawww!!..” Dwi menggandeng tangan Nala, sedangkan Tama hanya mengekor tak berdaya.

Saat ini, mereka terduduk saling berhadapan dengan Dwi disebuah café. Bak sidang Dwi menyilangkan lengannya di dada, dengan wajah cemberut dia menatap tajam kearah Nala.

“Dwi.. jangan gitu ih liatnya, serem tauk..” rengek Nala

***

🌹🌹🌹

🌹🌹🌹

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!