#14

“Adelia..” Ray nampak bingung dengan perkataan pak Harun menyangkut kondisi kesehatannya. Ia menatap Adel dan menuntut jawaban

Adelia masuk kekamarnya dan beberapa saat kembali menyerahkan lembaran rekam medis sang ayah pada Ray.

“kondisi jantung ayah sudah melemah, meskipun kita melakukan operasi tapi itu sudah tidak akan berpengaruh banyak. Beberapa bulan terakhir ini ayah sudah beberapa kali kena serangan jantung dan makin hari kondisinya semakin menurun” jelas Adelia sambil terurai air mata

Ray hanya terdiam sambil membaca lembaran kertas itu.

“Nak Ray, yang saya miliki hanya Adelia dan ibunya. Jika nanti saya pergi mungkin istri saya bisa kembali ke Padang bersama keluarganya disana tapi, yang saya tidak tahu bagaimana nanti Adel. Saya mungkin akan pergi dengan tenang jika Adel sudah ada yang menjaganya.” Jelas pak Harun

“Ayah tolong jangan bicara begitu” bu Rani mengusap lengan pak Harun dengan tidak berhenti menangis

Ray diam dan sejenak berpikir.

“Mohon maaf om tapi, saya tidak dapat segera memberi jawaban” tunduk Ray

Semua orang terdiam sesaat.

“Ya.. nak Ray saya paham, mohon maaf jika permintaan saya sungguh membebanimu.” Senyum pak Harun.

Setelah beberapa waktu Ray pun pamit pulang. Dalam perjalanan banyak sekali yang ia pikirkan.

***

Tiga hari kemudian,

“Del, ayo dong kamu jawab telponku del.” Laras sudah beberapa kali menelpon Adel tetapi tidak dijawab, laras pun berlari menuju ruang istrirahat dokter tetapi juga Adel tidak berada disana.

Laras kembali berlari menuju kantin berharap Adelia berada disana sambil mencoba menelponnya kembali, dan benar saja sesampainya di kantin Adelia sedang berbincang dengan Ray.

“ADEL!!” teriak Laras yang membuat orang disekitar pun menoleh kearahnya.

Dengan terengah Laras kembali berlari menuju Adelia dan Ray.

“Ada apa Ras?” Adelia dan Ray tampak kebingungan dengan apa yang terjadi

“Aku telpon kamu kenapa ga diangkat?” bentaknya

“Ponsel sedang aku charger di cs Ras, ada apa? Apa ada yang urgent?” ucap Adelia

“Ayahmu, Ayahmu Del!” Laras bicara terengah mencoba mengatur napasnya sambil menunjuk pintu keluar kantin. Wajah Adelia yang sebelumnya cerah dengan seyuman berubah memerah menahan kepanikan

“Dimana ayah Ras?” panic Adelia

“IGD, ayahmu..”

Tanpa menunggu Laras menyelesaikan bicaranya, Adelia bersama Ray langsung berlari menuju IGD. Dengan rasa campur aduk Adelia berusaha fokus untuk menuju IGD dia berdoa semoga Tuhan melindungi ayahnya.

“Adel…” dengan lirih sang ibu menangis sendu memegang tangan putrinya

Beberapa dokter sedang mencoba memberikan pertolongan kepada pak Harun, Ray pun ikut serta dalam memeriksa kondisi pak Harun. Adelia hanya mampu melihat itu semua sambil memeluk bu Rani.

Setelah beberapa saat kondisi pak Harun sudah mulai stabil.

“Duduklah Del..” Ray menuntun Adel untuk duduk disamping ibu Rani

“Bagaimana ayah mas?” suara Adel tertahan isak tangisnya

“Kami harus memindahkannya keruang ICU sebentar lagi, saat ini kondisinya stabil tapi kita tidak pernah tahu beberapa saat kedepan dengan kondisi yang masih naik turun.” Jelas Ray

Rasanya dada Adelia tertusuk pedang saat itu juga, melihat keadaan ayahnya yang terpejam lemah pada bangkar dengan segala alat medis yang menempel ditubuhnya.

Satu jam kemudian pak Harun pun dipindahkan keruang ICU. Adel terus menemani ayahnya disana.

“Bu, biarlah Adel yang menjaga ayah disini. Ibu pulang saja dan istirahat yaa.. nanti malah ibu ikutan sakit kalau disini.” Ucap Adelia pelan

“Mana mungkin ibu bisa istirahat Del, ayahmu saat ini belum sadar.” Jawab bu Rani

“Ayah baik-baik saja bu, sebentar lagi ayah pasti bangun.” Adelia mengelus lembut tangan ibunya

“Tidak Del, biarkan ibu disini menjaga ayah.” Lirih bu Rani

“Tante, lebih baik istirahat dulu yaa, saya antar tante pulang. Nanti tante bisa bergantian jaga dengan Adelia jika tante tidak lelah lagi” Ray yang baru masuk untuk mengecek kondisi pak Harun pun merasa iba dengan apa yang terjadi.

“Betul bu, nanti jika Adel lelah kita bisa bergantian.” Adelia mencoba meyakinkan ibunya

Dengan berat hati akhirnya bu Rani pulang diantarkan oleh Ray.

Malam hari, Adelia duduk termenung di rooftop Rumah sakit. Sesekali ia menghapus air matanya. Ray yang sejak tadi mencarinya kemudian mendekat dan duduk disamping Adelia.

“Sudah makan Del?” Tanya Ray

“Sudah mas, terima kasih tadi sudah mengantarkan ibu” Adelia menatap Ray

“Yaa.. sama-sama”

Mereka pun menatap city light yang begitu indah dengan pikiran masing-masing.

“Mas, bolehkah saya bicara?” setelah lama terdiam akhirnya Adelia membuka pembicaraan

“Ya Del, silahkan..” jawab Ray

“Maukah mas Ray menikah denganku?” tatap sendu Adelia dengan buliran bening di pipinya.

“Mungkin ini permintaan yang begitu egois tapi, ini satu-satunya yang bisa saya lakukan untuk membahagiakan ayah, mungkin disaat terakhir hidupnya.” Adelia tertunduk dan menangis

“Del..” Ray menatap sendu

“Saya tau mas Ray belum bisa mencintai saya, sesulit apapun itu saya akan menunggu mas. Saya mohon.” Adel memberanikan diri untuk menatap Ray

“Saya mencintai orang lain Del, menikah denganmu hanya akan membuat kita saling menyakiti.” Ucap Ray

Suara Ray yang begitu lembut namun sangat menyakitkan terdengar oleh Adelia.

“Bisakah mas Ray menolong saya sebentar? hanya sampai kondisi ayah baik-baik saja? Tolong katakana pada ayah bahwa kita akan menikah. Mas Ray tidak perlu khawatir karena pernikahan ini hanya sementara.” Ucap Adelia putus asa

“Del pernikahan itu sakral, bukan permainan. Bagaimana mungkin kamu tega membohongi orangtuamu?” jawab Ray halus

Adelia hanya menggeleng dan menangis sendu, ia tidak tahu apalagi yang harus dilakukannya sekarang. Hidupnya terasa sudah di ujung tanduk.

***

Sudah dua hari kondisi pak Harun belum juga menunjukan kemajuan berarti. Adelia dengan setia berada disamping sang ayah sambil terus melantunkan ayat suci Al-qur’an dalam tangisnya.

“Del, istirahatlah.. sejak semalam kamu belum tidur, biar ibu yang menjaga ayah” ucap bu Rani

Adelia hanya menatap sendu bu Rani

“Ibu akan tlp kamu kalau ada apa-apa dengan ayah” lanjut bu Rani

Dengan langkah gontai Adelia pun keluar dari ruang sang ayah, wajahnya yang cantik nampak begitu pucat dengan mata sembab yang sudah entah berapa banyak ia menangis.

“Del..” sapa Laras yang kebetulan akan menemui Adelia

Adelia hanya tersenyum tanpa mengatakan apapun

“kamu udah makan Del?” Tanya Laras

Adelia bahkan lupa kapan terakhir ia makan, meskipun bu Rani beberapa kali mengingatkannya untuk makan tapi ia selalu tak beranjak disamping pak Harun.

“Del ayo makan, muka kamu pucet banget nanti sakit..” lanjut Laras

Entah kenapa kepala Adelia terasa pusing dan suara Laras semakin menghilang didengarnya

BRUUGGH!!

Adelia terjatuh dilantai. Laras dengan panic berteriak dan meminta bantuan beberapa perawat didekatnya untuk menolong Adelia.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!