#12

Setelah selesai makan, Nala dan Ray kembali menuju rumah sakit.

“Gua selesai jam delapan Nal. Nanti gua jemput ke hotel ya. Kita jalan-jalan”. Senyum Ray membukaan pintu taxi untuk Nala

“Okay..” Nala pun berlalu dengan taxi menuju hotel

Sepanjang perjalanan Nala termenung memikirkan Adelia, entah apa yang ia lakukan saat ini benar atau salah semuanya sudah terlanjur, ia sudah berada disini di dekat Ray.

Ray sedang melakukan follow up pada pasiennya di bangsal, ia tak sengaja berpapasan dengan Adelia dilorong.

“Del, udah makan?” Tanya Ray

“Hmm.. sudah mas, tadi beli roti di kantin. Saya permisi dulu mas” Adelia pun berlalu begitu saja.

Ray merasa ada perubahan sikap pada Adelia. Beberapa saat kemudian ia menghampiri Adel diruang istirahat dokter.

“Ini makan dulu Del” Ray menyodorkan makanan pada Adelia

“Ga usah mas, aku baik-baik aja” tolaknya sopan

Adelia berusaha bangun dan menghindar dari Ray namun ia terhenti ketika tangan Ray menggenggam tangannya.

“Aku yang akan pergi, kamu makanlah” Ray pun berlalu keluar ruangan.

Adelia hanya menatap makanan kesukaanya yang Ray berikan untuknya. Entah apa yang harus ia lakukan. Rasanya sesak ada dalam situasi seperti ini baginya.

***

Ray tiba diloby hotel jam 08.30 malam. Nala menatap punggung Ray dari kejauhan. Ia menarik napas panjang dan membulatkan niatnya untuk mengakhiri semua kegundahan yang ada dihatinya.

Ray tersenyum saat melihat Nala. Merekapun pergi menggunakan taxi kesalah satu tempat yang menjadi Icon Singapura. Setelah selesai makan malam, mereka berjalan-jalan ditaman sambil memakan es krim.

“Adelia, sosok yang menyenangkan sepertinya Ray?” ucap Nala

Nala termenung sambil menatap gedung dihadapannya, Ray terdiam lalu menatap Nala.

“Gua bersyukur disini lu baik-baik aja dan ada temen” Lanjutnya sambil menatap Ray

“Nala..” panggil Ray pelan

Nala menarik nafasnya perlahan

“Seandainya memang ada sesuatu diantara kita, seandainya ada hal yang lebih berharga dari waktu yang kita habiskan sejak dulu, dan seandainya hanya ada satu kesempatan. Tolong jangan lebih memperumit ini Ray..” tatap Nala, wajahnya sudah dipenuhi bulir air mata dipipi.

“Nala..” Sesal Ray

Ray memeluk Nala, ia sangat menyesali apa yang terjadi selama ini. Kenapa dirinya begitu acuh dengan hati Nala, kenapa dirinya begitu egois pada Nala, dan kenapa dirinya begitu takut jika apa yang ia rasakan akan membuat ia kehilangan Nala.

“Maafin aku Nal, aku salah.. maafin aku” Suaranya tertahan rasanya sesak sekali

“engga Ray, bukan kata maaf yang pengen gua denger dari lu, bukan itu alesan gua disini” tegas Nala

“Pliss Ray, tolong” Nala berusaha mencari kejelasan

“Aku harus menikahi Adelia Nal..” tatap Ray sendu

Ray tertunduk, air matanya jatuh begitu saja

“Apa?!” Nala begitu terkejut dengan ucapan Ray

Bak petir disiang bolong. Ucapan Ray sangat menusuk jantung Nala

Perlahan Ray mulai menceritakan apa yang terjadi diantara dia dan Adelia.

“Sejujurnya Adelia dan aku tidak tahu apapun tentang perjodohan ini, kami baru tahu setelah sesaat aku akan kembali kesini bulan lalu dari Bandung. Bahkan aku dan Adel tidak begitu dekat sebelumnya, kami hanya mengenal karena satu angkatan pada saat kuliah dan praktek kerja di RS yang sama.” Jelas Ray

Nala menghapus air matanya. Ia mencoba mengatur napasnya dan menenangkan diri. Kenyataan yang ia hadapi saat ini diluar batasnya. Ia tidak pernah membayangkan hal semacam ini terjadi diantaranya dan Ray.

“Kamu mencintainya Ray?” sambil terbata Nala memberanikan diri

Ray hanya menggelengkan kepalanya

“Hanya ada seseorang yang aku cintai, dan tidak akan ada lagi Nal” Ray menatap Nala dengan senyumnya

Air mata Nala kembali jatuh tak terbendung.

“Aku terlalu egois dan terlalu takut kehilanganmu Nal, seandainya sejak dulu aku ungkapkan mungkin kita punya waktu lebih lama bersama, sungguh aku minta maaf” sesal Ray

Air mata Ray pun tak hentinya jatuh. Nala hanya tersenyum sendu menatap Ray.

“Setidaknya aku memiliki sesuatu yang paling berharga dari mu” sambung Nala.

***

Esok hari,

Ray mengantarkan Nala ke Bandara. Mereka saling berpelukan dengan segudang rasa sesak didada.

Didalam pesawat, air mata Nala terus mengalir. Sudah sangat sesak rasanya ia tahan. Satu setengah jam ia sudah sampai di Jakarta.

“Nala..” Rendy melambaikan tangannya dipintu keluar.

Nala terkejut melihat Rendy ada disana. Sejak semalam Ray meminta Rendy untuk menjemput Nala dan mengantarkannya pulang ke Bandung. Ia takut terjadi apa-apa pada Nala.

“Nala..” Senyum Rendy megembang saat sahabatnya itu semakin mendekat.

Nala berlari kearahnya kemudian terisak memeluk erat. Rendy terdiam dan senyumnya langsung hilang seketika memeluk erat Nala.

“It’s okay Nal, nangis aja” Nala semakin mengencangkan pelukannya pada Rendy dan menagis sepuasnya.

Terlalu lama Nala menangis akhirnya ia terjatuh lemas. Rendy langsung menggendongnya ke mobil di bantu security membawakan barang-barang Nala.

“Minum dulu yaa..” Rendy menyodorkan air mineral. Nala meminumnya perlahan.

“Thanks Ren” Air mata Nala sudah berhenti, ia berusaha mengendalikan dirinya lagi.

Sesaat kondisi sudah membaik akhirnya Rendy melajukan mobilnya. Diperjalanan ia dan Nala hanya terdiam. Ia tidak akan bertanya jika bukan Nala yang ingin bercerita padanya.

Satu jam diperjalanan Rendy menghentikan mobilnya di Rest area. Dia mengajak Nala makan siang. Ia tahu pasti Nala belum makan apapun sejak pagi. Meskipun beberapa kali Nala menolak tapi Rendy tetap memaksanya makan.

“Mau disuapin apa makan sendiri?” ancamnya berusaha memelototkan mata sipitnya yang membuat Nala tertawa terbahak

“Malah lucu Ren” Nala terus tertawa melihat tingkah sahabatnya itu.

Rendy sosok yang sangat pengertian dan hangat. Nala hanya berdoa semoga sahabatnya itu menemukan wanita yang tepat untuknya.

“Jangan liatin gitu. Makan cepetan” ancamnya lagi

Nala tersenyum kemudian mulai memakan makanannya. Walaupun terasa hambar tapi ia memaksakan diri, ia tidak ingin membuat orang-orang yang ia sayangi khawatir. Terlalu banyak hal indah yang harus ia syukuri dan menghabiskan waktu bersama orang-orang yang ia sayang tidak akan membuatnya bersedih walaupun hatinya terluka.

“Tunggu dimobil duluan ya Nal, gua ketoilet bentar” ucap Rendy

Rendy menyerahkan kunci mobilnya seraya pergi ke toilet.

“Lu apain sih Ray? Kacau ih” protes Rendy setelah Ray menjawab telponnya

“Apa masih nangis?” Ray mengacuhkan pertanyaan Rendy

“Udah engga, barusan abis makan. Tapi gua ga jamin” jawab Rendy ketus

“kabarin gua kalo udah sampe rumah Ren, Thanks” Ray pun menutup telponnya

“Dasar bocah, gua ngomong malah dicuekin” gerutu Rendy menuju mobil

***

Tiga jam kemudian Rendy dan Nala tiba di rumah. Rendy membaringkan tubuhnya di sofa, perjalanan cukup melelahkan dengan hati yang tentu juga sangat lelah dengan konsidi Nala. Ia berusaha memejamkan mata. Sementara Nala masuk kedalam kamarnya merapihkan barang-barang lalu mandi.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!