#7

Rendy membetulkan selimut Nala dan mengusap keringat didahi karena demamnya. Lalu ia masuk toilet mengganti baju seragam dengan baju santai dan berbaring di sofa tidak jauh dari Nala dan tak lama memejamkan matanya.

Pukul 5 pagi suster datang untuk mengecek kondisi Nala, Rendy bangun untuk melaksanakan shalat subuh yang kesiangan. Ternyata dia cukup kelelahan karena perjalanannya yang mendadak dari Bogor ke Bandung.

“Bagaimana kondisinya sus?” Tanya Rendy sambil melipat sajadah

“Sudah stabil pak, saya baru saja mengganti cairan infusnya. Saya permisi” ucap suster

“Terima kasih sus” Susterpun berlalu.

Saat matahari mulai bersinar, setelah memastikan Nala baik-baik saja. Rendy yang merasa lapar pun pergi untuk mencari makanan kekantin yang ada dilantai bawah.

Tama datang ke rumah sakit untuk mengantarkan barang-barang Nala yang tertinggal dikantor kemarin. Dia masuk dan mendapati ruangan Nala tidak ada siapapun yang menjaga. Dengan ragu ia meletakkan tas Nala diatas meja dan mendekati bangkar untuk melihat kondisi Nala.

Terlihat jari-jari tangan Nala mulai bergerak diikuti gerakan mata yang mulai terbuka.

“Nala, Nal..” Tama mendekati dan berusaha mengajak Nala bicara

“Duuh..” Nala memegang kepalanya yang terasa sakit

“Hey jangan banyak gerak dulu” Tama berusaha menenangkan

“Mas Tama” ucap Nala pelan

“Iya Nal ini aku” senyum Tama

“Kenapa aku disini mas?” Nala terduduk celigukan melihat sekelilingnya

“Itu..” perkataan Tama terhenti karena mendengar seseorang teriak didepan pintu

“Nalaa!!….” Seseorang berlari memeluk Nala dengan erat

“Nal kamu ga papa kan? Coba aku liat?” langsung mengecek kondisi Nala

Tama kembali terkejut melihat pemandangan yang di rasa dejavu terjadi untuk kedua kalinya, tapi ia kembali dikejutkan karena lelaki yang berbeda memperlakukan Nala seperti kekasihnya.

“Semalam Rendy dan pagi ini….” Batinnya bingung

“Ray… kok disini?” Tanya Nala bingung

“Udah diem, aku cek kamu dulu” Ray fokus melihat kondisi Nala dan memberikan beberapa pertanyaan kepada Nala tentang apa yang dia rasa.

“Syukurlah..” leganya langsung kembali memeluk Nala yang kini sudah bersandar duduk diatas bangkar

“Loh Ray kok disini?” datang Rendy dan tidak kalah terkejut

Melihat Nala sudah sadarkan diri, Rendy langsung memeluk erat sahabatnya itu

“Lu bikin kita semua khawatir setengah mati tau ga anak nakal?” cubit Rendy dihidung Nala

“Iihhh jangan. kasian dia baru sadar” Ray langsung menangkis tangan Rendy dengan wajah datarnya

“Iya bebep” gemas Rendy sambil memeluk Ray seraya mereka bertiga tertawa

Jangan Tanya bagaimana Tama saat ini, tentu saja dia berdiri kaku dengan segudang pertanyaan menyarang dikepalanya saat ini melihat pemandangan didepannya.

“Mas Tama..” Nala tersadar bahwa Tama masih berdiri disana

“eh ya Nal?” Tama tersentak dari lamunannya

“Wah maaf ga liat bro..” sapa Rendy

“It’s ok, maaf mengganggu saya kesini mengantarkan barang-barang Nala yang kemarin tertinggal di kantor” jawab Tama canggung sambil menunjuk Tas diatas meja.

“Terima kasih mas merepotkan” Nala menatapnya tidak enak hati

“sama-sama Nal, syukurlah kamu sudah sadar. Kalau begitu saya pamit kembali ke kantor. Cepat sembuh ya Nal” senyum Tama

Tama pun berlalu dengan perasaan yang entah. Dia masuk kedalam mobilnya dan termenung mengingat kejadian yang dilihatnya didalam.

“Rendy, Ray?” seraya mengingat wajah dua orang itu

“ada hubungan apa mereka dengan Nala?” sambungnya bicara kepada diri sendiri

Tentu saja ada perasaan gelisah dan cemburu melihat orang yang selama ini dia cintai diperlakukan seperti itu oleh pria lain, terlebih bukan Cuma satu tapi dua orang sekaligus, dan Nala seperti menikmati dengan perlakuan itu bahkan terlihat sangat bahagia.

Tama berjalan gontai menuju ruangannya tak ada lagi semangat di raut wajahnya.

“Mas Tama, bagaimana kondisi Nala?”

Tama terkejut karena tiba-tiba Dwi ada dihadapannya

“Ya Allah, kenapa akhir-akhir ini banyak sekali kejutan” spontannya sambil mengelus dada

“kenapa mas?” bengong Dwi melihat reaksi Tama

“Hmmm.. gimana wi?” ucap Tama

“Lah mas Tama kenapa? Apa Nala parah sampe mas segitunya?” Dwi cemas

“ooh engga Wi, Alhamdulillah Nala sudah sadar dan terlihat sudah lebih baik” senyum Tama

“Alhamdulillah kalo gitu..” Dwi mengelus lega

“Oya Wi, saya boleh bertanya sesuatu tentang Nala?” Tanya Tama ragu

“boleh mas, kenapa?” Dwi penasaran

“Kamu kan sudah kenal Nala sejak lama, apa kamu tau kalo Nala.. Hmm.. ituu..” Tama ragu untuk melanjutkan perkataannya

“Apa sih mas Tama bikin orang penasaran aja” selidik Dwi

“Maaf kalo saya menanyakan soal pribadi di jam kerja tapi.. Hmm apa kamu tau kalo Nala sudah punya kekasih?” Lanjut Tama

“HAH?!” suara Dwi tetiba langsung menggelegar seisi ruangan membuat orang diluar melirik kedalam. Dwi langsung menutup mulutnya seketika menyadari reaksinya berlebihan

“Duh mohon maaf mas kalo lebay, hehehe” cengir Dwi

“Setau saya, Nala jones dari orok mas” lanjutnya sambil sok mikir

“Jones dari orok?” beo Tama

“Iya mas, eheemm.. ada yang mau ketahap selanjutnya nih” goda Dwi sambil cecengiran

“Hmmm?” Tama menatap Dwi

“Ih mas Tama sok ga ngerti ah, semua orang juga apal kali mas kalo mas Tama suka sama Nala.. uhuuyy” lanjutnya

“Emang segitu jelasnya ya Wi?” Tanya Tama bingung

“Kalo menurut saya sih jelas banget mas, hehehe.. tapi kenapa sih mas kok mukanya kaya orang bingung galau gitu?” goda Dwi

“Hmmm… sebetulnya, selama di rumah sakit ada dua orang yang saya pikir kekasihnya Nala karena ya gitu lah memperlakukan Nala sebegitu sayangnya” jelas Tama

“dua orang cowok deket sama Nalaa?” Dwi mengingat ingat sesuatu sepersekian detik

“Hmmm.. Ray.. Rendy..?” lanjutnya

Tama langsung menganggukan cepat kepalanya sampai rasanya mau copot

“Ooohh… itu mah sahabatnya Nala dari kecil mas, udah ga usah dipikirin Cuma sahabat kok.. semangat mas Tamanya Nala… uhuuyy” goda Dwi sambil berlalu keluar ruangan.

Seketika entah kenapa ada perasaan lega dan juga bingung dalam satu waktu. Tapi ia coba untuk menghiraukan rasa bingungnya dan berusaha kembali fokus pada pekerjaanya seraya senyumnya mengembang.

***

“Ray, jelasin sama gua kenapa lu bisa di sini?” tuntut Nala

“Hmmm… gua ausshh.. beli minum dulu ya gaes kekantin” ngeles Rendy yang sudah merasa hidupnya tidak baik-baik saja

“Reeennnn.. duduk!” mata Nala hampir copot melirik kearah Rendy

“hehehe..” jawabnya Cuma nyengir sambil garuk rambutnya yang tidak gatal dan kembali duduk

“Raayy..” tatapan Nala bergeser pada Ray yang sedari tadi sudah panas dingin

“Guaa emang rencana ada jadwal, eh.. jadwal ada rencana balik sih” jawabnya ngeblank

“Reen..” Ray menyikut-nyikut perut Rendy berusaha minta pertolongan. Sambil menahan nyeri disikut, Rendy hanya menggangguk- angguk seolah meyakinkan Nala

“kenapa bisa pas gua masuk rumah sakit?” dahi Nala mengkerut

“Ya kebetulan aja sih Nal, lagian mana juga gua tau lu sakit” lanjut Ray

“Bohong banget, mana pernah lu mau naik pesawat subuh hari Ray, dikasih mobil juga ga bakalan kejadian” ceplos Rendy yang membuatnya kena injak Ray dengan keras

“anjiirr keceplosan!!.. udah ah gua cabut” Rendy pun langsung hilang sejurus ninja hatori meninggalkan Nala yang meneriaki namanya

“si peaaa..” suara Ray tertahan sambil menunduk geram pada Rendy

“Jadi?” Nala menyilangkan tangannya didada sambil menuntut jawaban

“Nal, tiduran yaa.. tadi kata dokter apa? Harus banyak istirahat kan ga boleh banyak pikiran.. yuuk bobo” Ray menuntun Nala membaringkan badannya untuk tidur

Nala hanya memasang wajah marah pada Ray karena tidak menjawab pertanyaannya. Ray yang sadar akan horornya situasi saat itu lalu menatap wajah Nala.

“Jangan buat gua khawatir Nal, tidur” titahnya.

Dengan kesal Nala pun memejamkan matanya dan karena pengaruh obat membuatnya kantuk lalu tertidur dengan pulas.

Melihat Nala tertidur, Ray pun memposisikan duduk sambil membungkukan badannya bersandar pada bangkar Nala dan ikut memejamkan mata.

Perjalanan cukup jauh menguras tenaganya. Yaa.. Ray baru bisa terbang di jam 02.30 dini hari dan melanjutkan perjalanan mengunakan travel ke Bandung yang membutuhkan waktu 2 jam.

Seperti yang Rendy katakan bahwa Ray tidak akan pernah mau naik pesawat pada dini hari dikarenakan trauma masa kecilnya yang diakibatkan meninggalnya sang ayah pada penerbangan dini hari. Tapi entah karena rasa khawatirnya pada Nala, malam tadi Ray tanpa ragu untuk melawan rasa traumanya itu.

Setelah satu jam berlalu, Rendy memberanikan diri masuk ruangan Nala dan mengintip dari celah pintu memastikan kondisi sudah kondusif.

“Yelah malah pada tidur, tau gitu gua balik kesini dari tadi ga usah gabut dikantin” cerocosnya

Rendy pun ikut membaringkan badannya diatas sofa sambil memainkan ponselnya dan mengirimi pesan singkat kepada Naura untuk menanyakan keadaannya dan ayahnya. Syukurlah ayah Naura sudah diperbolehkan pulang sore hari ini.

“Alhamdulillah” ucapnya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!