Bogor,
“Duh neng jam segini mau kemana sih sendirian?” goda beberapa orang laki-laki menghadang gadis.
“punten a, saya mau lewat” jawabnya sambil tertunduk takut karena dikelilingi tiga orang
“Sini dulu lah sama kita” satu orang bertato merangkul pundak gadis itu
Dengan badan gemetar gadis itu berusaha mencari celah untuk bisa melanjutkan perjalanannya, namun ketiga preman itu terus mengusiknya dengan intens.
“Sayang, kamu kok disini? aku nyari-nyari kamu?”
Suara nyaring memecahkan kegiatan mereka, beberapa preman itu langsung menjauh dan menangkupkan kedua tangan mereka seraya memohon maaf pada pria yang menghampiri mereka dengan seragam polisi lengkap.
“kamu ga apa-apa?” tanyanya pada gadis itu
“Terima kasih pak” seketika jantung gadis itu mulai berdetak beraturan
“Kamu mau kemana jam segini? Kenapa sendirian?” Tanya Rendy bingung
“Saya mau pulang pak, habis bekerja kebetulan motor saya mogok dan saya titipkan dibengkel jadi saya mau cari angkutan umum” jelasnya sambil menunduk
“Rumah kamu dimana? Biar saya antar” ucap Reandy
“Rumah saya jauh pak, tidak apa terima kasih atas bantuannya, saya bisa naik angkot saja” tolaknya sopan
“tidak apa, ini sudah lewat tengah malam, sudah susah angkot.. ayo masuk” Rendy menuntun gadis itu masuk kedalam mobilnya.
Dalam perjalanan gadis itu hanya menunduk dan sesekali memperhatikan jalan didepannya
“saya Rendy, nama kamu siapa?” sapa Rendy mencoba mencairkan suasana
“Naura pak” Jawabnya
“Naura, kerja dimana? Pulangnya larut banget?”
“Kerja disalah satu café pak” tunduknya
“Hmm gitu, memang biasa pulang jam segini?” Tanya Rendy
“Jarang, kebetulan memang tadi masih ada pekerjaan jadi terpaksa saya selesaikan dulu” jelas Naura
“lain kali kalau pulang tengah malam jangan sendirian ya, takutnya hal seperti tadi terjadi lagi” senyum Rendy
“Terima kasih pak sudah menolong dan repot mengantar saya pulang” balasnya tersenyum
Entah kenapa tiba-tiba dada Rendy berdebar saat melihat senyuman gadis itu. 30 menit perjalanan mereka akhirnya sampai didepan bangunan lantai dua bergaya minimalis yang tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil itu.
“Sekali lagi terima kasih pak atas bantuannya, hati-hati dijalan” pamit Naura seraya masuk kedalam rumahnya
Rendy masih tertegun memperhatikan gadis itu masuk dan kemudian bersiap pergi setelah lampu dirumah itu menyala
“PAPAAA!!!..”
Suara teriakan menghentikan Rendy untuk masuk kedalam mobilnya kemudian berlari langsung masuk menerobos rumah.
Rendy mendapati gadis itu memangku kepala pria paruh baya yang tidak sadarkan diri dilantai.
Rendy mengecek kondisi pria itu dan berusaha melakukan pertolongan pertama.
“Telpon ambulance” serunya pada Naura
Dengan gemetar Naura mengambil telepon rumah dan berusaha memanggil ambulan. Beruntungnya ambulance segera datang dikarenakan jarak rumah sakit terdekat tidak begitu jauh dari rumahnya.
Rendy membantu ayah Naura untuk dimasukan kedalam ambulance
“Masuklah Naura, biar saya kunci dulu rumah dan menyusul kamu dibelakang” titah Rendy seraya Naura mengangguk dan segera masuk kedalam ambulance menemani sang ayah
Sudah 40 menit dokter memeriksa kondisi ayah Naura, Naura hanya duduk terjongkok diluar ruangan sambil terus tertunduk dan menangis.
“Naura.. duduklah diatas sini” Rendy menuntun Naura untuk berpindah kekursi dan berusaha menenangkannya
“Minumlah dulu ini” seraya memberikan air mineral
“Terima kasih” dengan tangan gemetar Naura mengambil air itu
“Keluarga Pak Fajar” seru suster keluar ruangan
“Saya sus” Jawab Naura langsung berdiri
“Silahkan ikut saya masuk bu” ucap suster
Didalam ruangan, dokter menjelaskan jika ayah Naura terkena serangan jantung, tidak ada luka luar yang diakibatkan jatuhnya sang ayah ke lantai tetapi sang ayah harus mendapatkan perawatan beberapa hari di rumah sakit sampai kondisinya stabil.
“Baik terima kasih banyak dokter” Rendy mengantar dokter keluar
“Papa…” Naura duduk menggenggam tangan ayahnya sambil berurai air mata
Beberapa saat Naura sudah mulai menguasai diri dan tersadar dengan keberadaan Rendy disampingnya
“Ya Tuhan, maafkan saya pak.. entah saya harus bangaimana berterima kasih” sadarnya pada Rendy
“tidak, jangan seperti itu.. sudah kewajiban saya” senyumnya
Waktu sudah menujukan jam tiga pagi, Rendy tertidur di sofa sedangkan Naura tertidur dikursi disamping ayahnya.
Matahari mulai masuk disela-sela jendela kamar itu. Naura terduduk kaget mendapati dirinya tertidur di sofa dan mencari keberadaan Rendy. pintu kamarpun terbuka dengan Rendy membawa beberapa minum dan makanan.
“Sudah bangun?” sapanya sambil meletakan makanan dan minuman diatas meja
“kenapa saya jadi pindah tidur disini pak?” Tanya Naura bingung
“Maaf ya saya pindahkan karena saya ga tega liat kamu ga nyaman tidur sambil duduk” Rendy menggaruk tengkuknya yang tidak gatal
“Sarapan yuk” lanjutnya sambil membuka bungkusan bubur ayam dihadapannya
Naura beranjak ketoilet untuk membersihkan dirinya kemudian kembali duduk disamping Rendy. mereka menyantap bubur ayam tanpa ada obrolan apapun, keduanya tampak canggung dan menoleh kearah yang berlawanan.
“apakah bapak tidak bekerja? Nanti kesiangan loh” Naura memberanikan diri memulai obrolan
“Hmm.. hari ini saya libur dua hari, tenang aja” jawab Rendy tersenyum
“Apa keluarga kamu yang lain tidak datang Naura?” lanjutnya
“Saya hanya tinggal berdua dengan papa di sini, saya anak tunggal, keluarga saya di solo dan ibu saya sudah lama meninggal” jelasnya
Rendy hanya termenung mencerna cerita Naura yang membuatnya entah kenapa sedih
“Maaf yaa..” tatap Rendy yang membuat Naura terdiam
“Don’t be, pak..” senyumnya
“Hmmm.. jangan panggil bapak dong, kesannya saya tua banget” protes Rendy sambil mengambil minum
“lalu?” bingung Naura
“Hmmmm… Nama aja…” antusiasnya
Naura menggelengkan kepalanya
“Bagaimana jika mas?” terangnya
Rendy pun tersenyum mengiya kan Naura
“apa kamu sudah minta izin tidak masuk kerja hari ini Naura?”
“Hmm.. iya sudah” jawabnya terbata
Mereka bercengkrama ringan mengenai kesibukan masing-masing. Siang hari Rendy pamit untuk pulang ke Jakarta
“Naura, bolehkah saya minta nomor tlp kamu?” seraya menyodorkan ponsel pada Naura, dengan ragu Naura mengetikan nomor tlp nya. Rendy pun melakukan miscall
“ini nomorku, save yaa.. jika butuh apapun tolong kabari aku” senyumnya
“Terima kasih, hati-hati dijalan” balasnya sambil tersenyum
Dalam perjalanan Rendy menghubungi Nala karena tidak jadi pulang ke Bandung dan menjelaskan keadaannya, setelah itu Rendy pun menelepon Ray dan bertanya perihal serangan jantung.
“siapa yang sakit Ren?” Tanya Ray khawatir tiba-tiba sahabatnya menelepon menanyakan penyakit
“Ada, ayah teman gua disini semalam kena serangan jantung Ray” ucap Rendy
Ray merasa lega lalu menjelaskan apa saja yang bisa tejadi dan bagaimana cara penanganan nya
“Insya Allah akan baik-baik aja Ren” jelas Ray
“Aamiin… Thanks bro, yaudah gua nyetir dulu, jangan lupa telpon Nala udah berapa lama lu ga telpon dia?” Tanya Rendy menyelidik
“Hmm.. iya nanti gua telpon” jawab Ray pelan
“ok bye” Rendy mematikan telponnya disebrang sana, Ray terduduk menatap nomor ponsel Nala dengan ragu memencet tombol call
Nala termenung menatap layar ponselnya, terdapat nama Ray disana
“Angkat oyyy…” Sinta mengagetkan Nala kemudian langsung ia memencet tombol hijau disana.
“Halloo..Ray” suara Nala terbata
Sinta tersenyum sambil melangkah kedapur meninggalkan Nala setelah mengambil piring kotor.
“Hai Nal, lagi sibuk ga?” sapa Ray ngblank
“Hah? Engga, lagi dirumah aja” Nala mengerenyitkan dahinya
“Dirumah? Kok ga kerja? Lu kenapa? Sakit?” panik Ray
“gak papa, cuma ga enak badan aja” jawab Nala
“serius Nal, udah kedokter?” Tanya Ray khawatir
“ngapain? Kan temen gua dokter, hehehe” canda Nala
“Nalaaaa….” Ray mulai gemas
“iya iya ampun, udah minum paracetamol kok Ray, udah ga demam badannya, Cuma perlu tidur aja” Nala sambil mengecek keningnya
“Berapa suhunya? Apa yang dirasa?” selidik Ray
“Udah ga apa –apa Rayyan Prassidha Satyaaaa….” Jawab Nala gemas
“Serius Naaalll…” suara Ray sudah mulai menggema ditelinga Nala
“duh Ray yang ada gua makin sakit kalo diteriakin begini, udah ah males gua mau tidur” manyun Nala
“iya maaf, yaudah tidur nanti gua bangunin waktunya makan dan minum obat yaa” ucap Ray pelan
“Hmmm…” tutup Nala tersenyum menatap profil picture Ray, didalam hatinya entah kenapa sangat merindukan lelaki yang sangat menyebalkan itu.
Sementara Ray duduk khawatir memikirkan Nala
“Kalo deket udah gua jitak tuh anak” gerutunya sendiri
“Dokter Ray kenapa?” sapa Adelia yang kebetulan lewat dan mendapati Ray terlihat bicara sendiri sambil melihat layar ponselnya
“Ga kenapa-kenapa dok, permisi” Ray pun berlalu meninggalkan Adel dengan perasaan kecewa karena terlalu sulit untuk sekedar mengobrol lebih lama dengan Ray.
“Kulkas empat pintu lu harepin Del.. Del..” tegur Laras sambil memperhatikan Ray
“Hmmm… namanya juga usaha Ras, siapa tau dengan usaha dan doa hatinya Ray bisa luluh” senyum Adelia mengembang
“Yaaa… aminin aja deh.. yuk ah”
Adelia dan Laras pun berlalu sambil bercengkrama mengenai pasien masing-masing.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments