17

Setelah mampir beberapa lama mereka di dalam kediaman mami Vega dan papi Lutfi itu pun mereka pun segera pamit pulang dari sana. Nayya segera membuka pintu mobil untuk anak-anak nya itu setelah pamit kepada mami Vega dan papi Lutfi.

Tidak lama mobil Nayya pun melaju pergi meninggalkan kediaman milik mertua nya itu, “Ternyata memang benar tebakan papi bahwa kau yang mengendarai mobilmu itu. Kau datang keluar hanya untuk mengunjungi makam suamimu. Kau memang istri yang sanagt baik. Aku mengagumi Nay. Aku semakin mencintaimu. Apakah aku punya harapan untuk mewujudkan perasaanku itu?” batin Afnan lalu mengikuti mobil Nayya dari belakang.

Di depan sana Nayya pun merasa ada yang mengikuti nya. Dia melihat dari spion mobil nya itu, “Afnan? Kau kah itu? Kenapa kau datang ke sini? Apa kau mengikutiku sampai ke sini?” batin Nayya.

Nayya tetap serius mengendarai mobil nya itu hingga kembali ke desa A kembali. Nayya mengamati mobil yang mengikuti nya yang memang dia yakini milik Afnan, “Ternyata memang kau.” Batin Nayya saat mobil Afnan berhenti tepat di depan kediaman nya.

“Jangan lakukan itu Afnan. Aku tidak akan bisa membuka hatiku lagi. Janjiku dengan suamiku tidak bisa jadi jaminan bahwa aku akan menurut pada perasaanmu itu. Aku adalah sosok yang keras.” Batin Nayya lagi lalu dia segera melajukan mobil nya kembali ke kediaman nya.

***

Afnan segera masuk ke rumah nya begitu mobil nya berhenti, “Dari mana nak?” tanya mami Rana pada putra nya itu yang baru saja pulang.

Afnan yang mendengar suara mami nya pun segera mendekati mami nya itu dan menyalami nya, “Keluar sebentar mencari angina mih.” Jawab Afnan sembarang.

“Cari angin? Atau mengikuti Nayya lagi?” tanya mami Rana.

Afnan yang hendak ke kamar nya pun menghentikan langkah nya dan menatap mami nya itu, “Kedua nya mih. Cari angin dan mengikuti Nayya. Aku tidak ingin bohong lagi. Itu memang yang ku lakukan.” Ucap Afnan.

“Sampai kapan kau akan melakukan itu?” tanya mami Rana.

“Sampai akhir.” Jawab Afnan.

“Apa kau tidak berencana ingin menikah dan hanya akan menghabiskan waktumu untuk mengikuti nya dan menunggu nya?” tanya mami Rana.

“Waktuku ini adalah milik nya mih. Milik nya. Aku tidak berhak sama sekali.” Ucap Afnan.

“Apa maksud ucapanmu itu nak? Kenapa bisa jadi milik nya?” tanya mami Rana.

“Mih, hatiku ahh bukan seluruh hatiku sudah jadi milik nya. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan orang lain lagi untuk masuk ke dalam hatiku. Dia sudah jadi pemilik nya. Selama nya. Seluruh nya sudah jadi milik nya. Jadi bukan kah waktuku juga sudah jadi milik nya. Tidak masalah aku harus menunggu sampai kapan aku akan tetap menunggu nya. Aku hanya menginginkan nya saja. Tidak bisa kah mami membatalkan perjodohanku dengan Ayu. Aku tidak menginginkan nya dan percaya lah apa yang mami lakukan ini hanya menyakiti kami saja. Selain itu juga semua sia-sia karena apa yang mami harapkan tidak akan pernah terjadi.” Ucap Afnan.

“Aku menyayangimu mih. Sangat menyayangimu. Tapi tidak bisa kah kau memahami apa yang ku inginkan?” tanya Afnan memohon pada mami nya itu. Dia bahkan sampai berlutut.

“Berdiri Afnan. Jangan begini. Mami juga memahamimu. Tapi tidak kah kau sadar bahwa dia sangat mencintai suami nya. Lalu bagaimana mungkin dia akan menerimamu nak? Wanita itu sulit untuk melupakan seseorang yang dia cintai dan sangat berarti dalam hidup nya. Apa kau yakin bisa hidup dengan seseorang yang masih di bayangi oleh masa lalu nya?” tanya mami Rana.

“Tidak hanya itu, kau mencintai Nayya dan mami percaya hal itu. Mami tidak meragukan nya sama sekali. Lalu bagaimana dengan ketiga anak nya itu? Apa kau sanggup menerima mereka? Ingat ketika kau memutuskan menikahi Nayya maka sudah pasti kau harus bisa menerima Nayya dan ketiga anak nya beserta masa lalu nya yang mungkin jauh lebih bahagia dari hidup nya bersamamu. Kau akan hidup dalam bayang-bayang masa lalu nya nak. Apa kau sanggup untuk itu?” tanya mami Rana lagi.

Afnan pun menatap mami nya itu lalu dia mengangguk yakin, “Aku yakin mih. Aku sudah bersiap untuk semua nya. Aku bisa menerima ketiga buah hati nya itu.” ucap Afnan.

“Baiklah. Jika memang itu sudah jadi keputusanmu maka mami pastikan setelah masa iddah nya selesai kita akan melamar nya. Semoga saja dia tidak akan menolak kita lagi. Semoga saja kau kuat untuk itu. Siapkan saja mentalmu untuk itu. Masih ada waktu dua bulan lagi sampai habis masa iddah nya.” Ucap mami Rana lalu meninggalkan putra nya itu.

Afnan pun diam lalu memandangi foto pernikahan kedua adik nya itu. Setelah memandangi cukup lama foto kedua adik nya itu, Afnan pun segera masuk ke kamar nya memikirkan semua keputusan nya nanti.

***

Sebulan berlalu dengan sangat cepat, kehidupan Nayya pun sudah perlahan-lahan kembali. Rasa rindu untuk suami nya itu tetap masih ada. Dia juga tetap mengunjungi suami nya itu selalu. Tidak pernah tidak dalam sehari. Nayya juga hanya di rumah saja. Tidak keluar kecuali untuk mengunjungi makam suami nya itu. Dia menjalani masa iddah nya dengan sempurna. Dia hanya bolak-balik kediaman orang tua nya lalu ke kediaman nya dan kediaman mertua nya ketika mengunjungi makam suami nya.

“Nayya!” panggil mama Fara saat Nayya sedang merangkai kerangka cerita dalam kertas. Dia membuat novel untuk kehidupan nya bersama suami nya itu selama sebulan ini. Kini sudah hampir mencapai akhir.

Nayya pun menoleh pada mama nya itu, “Ada apa mah?” tanya Nayya.

“Ini ada makanan untukmu.” Ucap Mama Fara memberikan salah satu makanan kesukaan sang putri.

“Dari mana ini mah?” tanya Nayya antusias menerima nya dan mencicipi makanan itu.

Mama Fara tersenyum melihat putri nya yang lahap menikmati makanan kesukaan nya itu.

“Mah, dari mana ini? Aku tidak melihat mama membuat nya.” Ucap Nayya.

“Itu memang bukan mama yang membuat nya nak.” ucap mama Fara.

“Lalu dari siapa ini mah?” tanya Nayya.

“Dari mami Rana mami nya Afnan. Dia menitipkan nya untukmu tadi saat mama lewat.” Ucap mama Fara.

Uhuk

Nayya pun terbatuk mendengar ucapan mama nya itu. Dia segera minum air yang di berikan oleh mama nya, “Dari siapa ini mah?” tanya Nayya kembali untuk memastikan bahwa pendengaran nya tidak salah.

“Mami Rana nak.” ucap mama Fara.

“Mah, kenapa mama menerima nya. A-aku--” ucap Nayya tidak bisa melanjutkan perkataan nya itu.

“Nak, tidak baik menolak makanan bukan. Lagi pula ini hanya makanan. Tidak ada hubungan apapun bukan.” Ucap mama Fara.

Nayya yang mendengar ucapan mama nya itu pun hanya bisa memijat pelipis nya pusing, “Mah, lain kali jangan terima lagi. Aku tidak menginginkan nya.” Ucap Nayya.

“Kenapa begitu?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!