15

Kini Nayya bangkit dari ranjang nya dan menuju walk in closet nya. Dia mengambil salah satu kemeja milik suami nya itu. Kemeja yang dia belikan yang juga jadi kemeja kesayangan suami nya itu. Dia menghirup aroma tubuh sang suami yang masih tertempel di sana.

“Mas, aku rindu padamu!” ucap Nayya menghirup aroma tubuh suami nya itu.

“Aku tidak bisa menepati janji yang kau buat untukku mas. Lagi pula aku tidak berjanji untuk menepati nya. Kau yang memaksaku untuk berjanji.” Sambung Nayya tanpa sadar menetes air mata nya.

“Aku kuat tapi kenapa air mataku bisa menetes begini. Aku benci hal ini.” ujar Nayya lalu mengusap air mata nya itu.

Nayya segera menuju kamar mandi dan mandi di sana. Tidak lama setelah itu dia mengganti pakaian nya dengan salah satu gamis di sana dan dia membuat kemeja suami nya itu sebagai blazer nya.

“Mas, aku akan tinggal di sini nanti jika sudah siap. Untuk sekarang aku akan tinggal di rumah mama dulu bersama anak-anak. Mereka merindukanmu mas.” Ucap Nayya.

Setelah mengatakan itu, Nayya pun keluar dari kamar nya itu dan tersenyum melihat komputer nya di sana. Komputer yang biasa dia gunakan untuk menulis. Dia belum memiliki gairah untuk menulis. Dia masih dalam fase terbawah nya.

Mama Fara dan papa Imran yang melihat sang putri keluar dari kamar nya dengan pakaian yang berbeda dan mereka mengenali kemeja yang saat ini di pakai oleh sang putri. Mereka hanya diam saja tidak mengatakan apapun. Mereka tahu bahwa putri mereka itu sedang berada dalam fase sedih nya. Jangan sampai komentar dari mereka akan membuat sesuatu menjadi buruk nanti.

“Mah, aku mau mengunjungi makam mas Risam. Aku selalu membacakan surah untuk nya setiap hari. Hari ini pun sama.” ucap Nayya.

“Ya sudah jika memang begitu. Ayo … biar kami antar nak.” ucap papi Imran.

“Ee’ehh gak usah pah. Biar aku pergi sendiri saja.” ujar Nayya menolak.

“Kenapa? Gak apa-apa sayang. Kami juga ingin mengunjungi makam Risam.” Ujar mama Fara.

“Gak usah mah. Gak usah cari alasan yang sebenar nya hanya ingin kalian gunakan agar bisa mengikutiku. Aku tahu kalian khawatir padaku. Tapi percaya lah padaku. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang berbahaya yang nanti nya akan membuat kalian khawatir. Aku akan menjaga diriku dengan baik.” ucap Nayya.

“Terus kamu akan pakai apa ke sana?” tanya mama Fara.

“Mobilku. Anak-anak juga mau ikut.” Jawab Nayya.

“Baiklah. Tapi hati-hati nak. Kami tidak akan ikut. Tepati apa yang kau ucapkan itu.” ucap Papa Imran.

Nayya pun mengangguk, “Tidak perlu khawatir pah. Aku ini adalah anak penurut. Aku juga tidak mungkin meninggalkan ketiga anakku sendiri. Mereka adalah cahaya dan harapan hidupku. Aku akan hidup bersama mereka.” ucap Nayya.

Setelah itu, Nayya pun segera memanggil ketiga anak nya itu yang sedang berada di kamar mereka, “Anak-anak kita akan pergi mengunjungi ayah.” ucap Nayya.

Tidak lama triplets pun keluar dari kamar mereka dan segera mendekati Nayya, “Bunda mau menemui Ayah?” tanya Triplets.

Nayya pun mengangguk, “Ayo … kita pergi. Kita pergi naik mobil bunda.” Ucap Nayya.

“Bunda yakin?” tanya Xander menunjukkan kekhawatiran nya itu.

Nayya yang mendengar itu pun tersenyum dan menatap putra kedua nya itu yang terlihat sangat mengkhawatirkan nya, “Hum, bunda yakin boy. Tenang saja bunda masih bisa menyetir. Bunda belum melupakan cara menyetir. Bunda juga tidak trauma menyetir. Hanya trauma suntik saja. Jadi tenang saja. Tidak perlu khawatir seperti itu.” ucap Nayya.

“Baiklah. Tapi hati-hati ya bun.” Ucap Xander.

“Siap boy!” ucap Nayya sambil menghormat.

“Bunda ini ada-ada saja.” timpal nya. Nayya pun hanya tersenyum.

Setelah itu mereka pun segera kembali ke kediaman mama Fara dan papa Imran karena memang di sana mobil Nayya berada.

***

Singkat cerita, kini Nayya dan ketiga buah hati nya itu sudah berada di mobil. Nayya dan sang putri berada di depan sementara kedua putra nya berada di belakang, “Pasang seat beal nya boy.” Ucap Nayya kepada putra bungsu nya itu.

Xavier pun segera memasang seat beal nya, “Maaf ya bun. Lupa!” ucap nya cengesan.

“Kebiasaan!” ucap Xander dan Qalessa bersamaan.

“Bunda … kakak dan abang juga kebiasaan deh selalu meledekku ketika lupa.” Ujar Xavier mengadu kepada Nayya.

Nayya pun tersenyum, “Maka nya jangan lupa lagi nak. Memakai seat beal itu penting untuk keselamatan. Lagi pula kakak dan abang pasti hanya ingin mengingatkanmu agar tidak lupa lagi.” Ucap Nayya lembut.

“Mah … pah … adik-adik … kakak pergi dulu yaa.” Pamit Nayya kepada kedua orang tua dan adik-adik nya itu.

“Hati-hati!” ucap mereka semua. Tidak lama setelah itu mobil Nayya pun melaju meninggalkan kediaman mama Fara dan papa Imran menuju desa D di mana makam sang suami berada.

Mobil Nayya melaju dengan kecepatan sedang hingga saat melewati rumah yang berada di pinggir jalan. Afnan mengenali mobil Nayya, “Bukan kah itu mobil milik Nayya?” tanya Afnan pada diri nya sendiri.

“Iya, itu milik Nayya.” Jawab nya sendiri juga.

“Tapi siapa yang mengendarai nya?” tanya Afnan.

“Apa yang kau lihat nak?” tanya papa Riyad kepada putra nya itu.

Afnan menggeleng, “Sungguh kau tidak lihat apapun?” tanya papa Riyad lagi.

“I-itu Nayya. Ee-ehh maksudku mobil nya.” Ucap Afnan.

“Maksud nya?” tanya papi Riyad bingung.

“Itu aku melihat mobil Nayya tadi tapi tidak tahu siapa yang mengendarai nya.” Ucap Afnan.

“Mungkin saja Nayya.” Jawab papi Riyad.

“Gak mungkin pih. Nayya kan tidak di sini. Dia berada di rumah mertua nya.” Ucap Afnan mengelak.

“Dia sudah kembali nak. Dia saat ini ada di kediaman orang tua nya. Kemarin dia kembali di antar oleh mertua nya. Papi melihat nya.” Jelas papi Riyad.

Afnan yang mendengar penjelasan sang papi pun diam saja, “Ada apa nak? Kenapa kau bengong?” tanya papi Emran kepada sang putra.

Afnan pun tersadar lalu tersenyum menatap papi nya itu, “Gak apa-apa pih. Aku hanya tidak menyangka saja dia sudah pulang ke sini. Aku pikir dia akan menghabiskan masa iddah nya itu dengan tinggal di tempat mertua nya dan mengunjungi makam suami nya setiap hari nya.” Ucap Afnan.

“Setiap hari? Maksud nya? Kamu tahu dari mana nak hal itu?” tanya papi Riyad.

“Aku tahu sendiri pih. Dia memang sering ke sana setiap hari di jam yang sama.” ucap Afnan lalu melihat jam tangan nya itu.

“Ah, aku harus pergi pih!” ucap Afnan.

“Mau kemana?” tanya papi Riyad tapi tidak mendapat jawaban karena mobil Afnan sudah melaju pergi.

“Mau kemana dia? Kenapa dia sangat misterius begitu? Jangan katakan bahwa dia selama ini mengawasi Nayya.” Gumam papi Riyad

“Siapa yang mengawasi siapa pih?”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!