08

Mama Fara segera membuatkan minum untuk besan nya itu dan mereka bicara di ruang tamu, “Terima kasih sudah mengantarkan putri kami pulang besan.” Ucap mama Fara.

“Terima kasih sudah menjaga nya selama ini.” lanjut mama Fara.

“Dia adalah putri kami juga. Tidak perlu berterima kasih begitu. Dia tetap saja bagian dari keluarga kami apapun yang akan terjadi di kemudian hari.” Balas mami Vega menatap Nayya yang sedang menyuapi ketiga anak nya itu dengan pudding buatan mama Fara.

“Melihat nya tersenyum seperti itu sudah suatu kebahagiaan untuk kami.” ucap mami Vega melihat Nayya yang tersenyum.

“Hubungan kita tetap akan terjalin walaupun kini yang mengikat hubungan itu sudah tiada.” Ucap papi Lutfi.

“Jangan mengatakan itu. Risam adalah menantu kesayangan kami. Dia mencintai dan menyayangi putri kami dengan sangat tulus. Kami tidak akan bisa menemukan menantu seperti dia lagi.” Balas papa Imran.

Cukup lama para tetua itu bicara sampai hingga waktu nya papi Lutfi dan mami Vega pamit pulang.

“Terima kasih mih, pih sudah mengantarkan kami.” ucap Nayya.

“Kau akan selalu jadi putri kami nak. Kami menantikan selalu kedatanganmu.” Ucap mami Vega.

“Nayya akan selalu datang mih. Kalian akan bosan nanti hingga mungkin akan mengusir Nayya.” Ucap Nayya.

“Itu tidak akan terjadi.” Timpal papi Lutfi.

Nayya pun tersenyum, “Anak-anak ayo salim kepada kakek dan nenek nak.” ucap Nayya meminta ketiga buah hati nya itu berpamitan kepada kakek dan nenek nya.

“Jaga bunda kalian dengan baik ya. Jangan nakal!” ucap mami Vega lalu memberikan pelukan dan kecupan di kening ketiga cucu nya itu. Sementara papi Lutfi hanya memeluk saja. Setelah itu mereka pun pamit pulang.

***

“Mah, aku menginap di sini dulu ya. Nanti aku akan melihat kediaman kami baru aku akan pindah ke sana.” Ucap Nayya saat dia masuk ke dalam kediaman dan mereka duduk di ruang keluarga.

“Tinggal di sini saja nak. Tidak perlu pindah. Kecuali jika memang kau sudah siap dan yakin. Biar bagaimana pun banyak kenanganmu dan Risam di sana. Mama tidak ingin kau sedih lagi.” Ucap mama Fara.

“Aku belum sembuh mah. Aku masih sedih dan rasa kehilangan itu masih ada di sini.” Tunjuk Nayya pada dada nya.

“Aku hanya mencoba menerima kenyataan yang ada dan mencoba berdamai dengan keadaan. Walaupun aku tak tahu entah sampai kapan kedamaian itu aku capai. Kediaman itu memang menyimpan banyak kenangan untukku. Tapi aku tetap harus ke sana. Itu adalah rumah yang di bangun oleh suamiku untukku.” Ucap Nayya.

“Baiklah nak. Tapi untuk sementara waktu kau tinggal lah di sini.” Timpal papa Imran.

Nayya pun mengangguk saja dan menurut. Nayya segera di bantu oleh mama Fara menyimpan barang yang dia bawa tadi.

“Nak, kau mau makan apa?” tanya mama Fara setelah selesai membantu putri nya itu.

“Nasi go--” Nayya tidak melanjutkan perkataan nya saat dia teringat suami nya yang mengatakan hal sama jika di tanya oleh mama Fara mau makan apa. Suami nya itu selalu menjawab hal yang sama dengan nya. Mereka seolah memiliki ikatan batin yang kuat sehingga memiliki selera yang lumayan mirip. Definisi cinta sejati yang sesungguh nya tapi takdir jodoh mereka sudah berakhir.

Mama Fara pun ikut terdiam mendengar ucapan putri nya. Itu memang bagaikan dejavu untuk nya, “Mama akan membuatkan nya untukmu. Kamu tunggu di sini saja.” ucap mama Fara segera berlalu meninggalkan putri nya itu.

Nayya segera menatap sekeliling kamar nya itu. Dia bisa melihat ada bayangan suami nya yang sedang tersenyum menatap nya, “Mas, apa kau senang aku kembali ke sini? Apa kau senang aku sedikit memiliki keinginan melanjutkan hidup? Mas semua tempat yang ku datangi bagaikan dejavu untukku. Kau selalu ada di sana.” Ucap Nayya lalu membuka-buka laci di kamar nya itu hingga sebuah suntik dia temui di laci nya. Suntik yang biasa nya dia gunakan untuk membantu memasukkan obat kepada sang suami.

Tangan nya perlahan gemetar memegang suntik itu. Tubuh nya lemas seperti tidak bertulang. Suntik yang biasa nya jadi teman untuk nya kini menjadi sesuatu hal yang menakutkan untuk nya karena rasa kehilangan.

Nayya pun pingsan dan terjatuh dari tempat duduk nya itu. Jatuh di lantai tanpa suara sama sekali sambil memegang suntik baru di tangan nya.

“Bunda!” teriak Qalessa keras saat membuka pintu kamar Nayya dan mendapati Nayya yang jatuh.

Mama Fara dan papa Imran yang mendengar teriakan cucu mereka pun segera berlari mendekat. Begitu juga dengan Xander dan Xavier yang berlari menyusul sang kakak.

“Kakek, bunda. Dia pucat. Dingin kek.” Ucap Qalessa takut sambil memegang jemari Nayya.

“Sudah tenang nak. Mih, ambilkan air hangat untuk nya. Dia pingsan. Mungkin trauma. Suntik. Buang suntik itu dari tangan nya.” Ucap papa Imran lalu segera menggendong putri nya itu ke ranjang nya.

Mama Fara segera mengambilkan air hangat dan tidak lupa dia pun segera menghentikan aktivitas memasak nya. Dia segera memberikan air hangat pada sang suami.

“Handuk mah.” pinta papa Imran.

“Ini kek.” Ucap Xander yang langsung menemukan handuk. Papa Imran pun segera mengompres tubuh Nayya.

“Mah, hilangkan semua suntik dari tempat ini. Perlu rumah ini. Dia trauma akan hal itu.” ucap papa Imran.

Mama Fara pun segera membuka semua laci di sana dan mengeluarkan semua suntik yang ada di sana. Setelah memastikan semua aman mama Fara menghubungi Rayya dan Zayya meminta mereka untuk datang.

“Kakek, apa bunda baik-baik saja?” tanya Xavier saat papa Imran menghentikan kompres nya dan mengganti nya dengan aromatherapy.

“Tenang saja nak. Bunda kalian baik-baik saja. Dia hanya trauma saja dengan suntik.” Jawab papa Iman lembut.

“Tapi kenapa bunda belum bangun juga kek?” tanya Xander.

“Tenang lah nak. Para aunty kalian dalam perjalanan ke sini. Kita akan segera tahu keadaan bunda kalian.” ucap mama Fara menenangkan cucu nya.

“Ahh bunda sadar.” Ucap Qalessa yang sejak tadi menggenggam tangan bunda nya.

Nayya pun perlahan membuka mata nya dan melihat semua orang ada di samping nya. Nayya memijat kening nya pusing. Nayya mencoba bangun.

“Nak, tidur lah dulu. Jangan memaksa untuk bangun. Kamu perlu istirahat.” Ucap mama Fara.

“Kenapa aku mih? Kenapa bisa ada di ranjang?” tanya Nayya.

“Bunda pingsan.” Jawab Qalessa segera memeluk Nayya.

Nayya pun memeluk putri nya itu dan mengingat kejadian sebelum dia tidak sadar, “Mah, suntik!” ucap Nayya.

“Sudah. Kami sudah menyingkirkan nya.” Jawab mama Fara.

“Terima kasih mah. Aku takut dengan itu.” balas Nayya meneteskan air mata nya.

Dia trauma. Sangat trauma. Trauma itu ada dalam otak nya. Takut dengan benda yang menjadi makanan setiap hari nya. Sungguh, kehilangan membuat nya kehilangan semua nya. Trauma itu ada. Dia pikir dia baik-baik saja selama ini tapi ternyata tidak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!