05

Kini Nayya sedang ada di halaman samping bersama mama nya. Nayya menyandarkan kepala nya itu di bahu sang mama. Mama Fara pun membiarkan putri nya itu melakukan nya.

“Nak, kapan kau akan pulang? Apa kau akan tetap di sini sampai masa iddahmu selesai?” akhirnya pertanyaan itu keluar juga dari mulut mama Fara setelah dari tadi dia diam untuk bertanya atau sekedar bicara. Dia menunggu putri nya itu memulai pembicaraan tapi rupa nya putri nya itu tidak ingin membicarakan apapun sehingga harus memaksa nya memulai obrolan.

Nayya yang menikmati bersandar di bahu mama nya sambil menutup mata dan menghirup udara siang itu pun membuka mata nya mendengar pertanyaan yang di ajukan oleh mama nya, “Mah, aku masih ingin di sini. Aku tidak tahu sampai kapan. Entah sampai masa iddahku selesai atau mungkin kurang atau bisa juga lebih dari itu. Inti nya aku belum rela meninggalkan suamiku.” jawab Nayya dengan nada suara bergetar menahan rasa sedih yang seketika meluap ke atas permukaan hati nya.

Rasa sedih dan rasa kehilangan itu sangat kentara di hingga meluap ke permukaan batin nya, “Baiklah. Jika memang kau sudah memutuskan untuk tinggal. Kami akan selalu menunggu pulang. Rumah selalu terbuka untukmu nak. Kau bisa pulang kapan saja. Hubungi saja mama dan papa. Kami pasti akan menjemputmu untuk itu.” ucap mama Fara.

Nayya pun mengangguk, “Terima kasih mah. Terima kasih sudah mengerti aku.” Ucap Nayya.

Mama Fara pun mengangguk lalu melabuhkan kecupan di puncak kepala putri sulung nya itu yang saat ini sedang menjalani masa hidup nya yang sangat sedih. Cukup lama Nayya dan mama nya itu berada di halaman samping menikmati udara siang itu. Tidak ada pembicaraan hanya keheningan saja. Kedua nya larut dalam pikiran mereka masing-masing.

***

Sementara di sisi lain, ada seorang pria masuk ke kediaman orang tua nya.

“Afnan!” panggil mami Rana kepada putra nya itu.

Afnan pun menoleh, “Ada apa mih? Kenapa memanggilku seperti itu?” tanya Afnan lembut lalu mendekati mami nya itu dan menyalami nya.

“Kau masih bisa bertanya kenapa? Tidak kah kau tahu apa yang membuat mami memanggilmu begitu?” tanya mami Rana balik.

Afnan menggeleng, “Kau! Pih, aku tidak mau bicara lagi pada putramu ini. Kau yang bicara saja pada nya. Aku sudah pusing menghadapi nya.” Ucap Mami Rana kesal dan pusing menghadapi putra sulung nya itu. Dia sudah kesal setengah mati pada putra nya itu.

Bagaimana tidak dia sering mendengar cerita ini itu yang di tujukkan pada putra nya hanya karena putra sulung nya itu belum kunjung menikah di usia nya hampir 34 tahun. Sementara kedua adik nya sudah memiliki pasangan mereka masing-masing. Bahkan sudah memiliki anak.

“Mih, sudah. Jangan marah-marah terus. Tekanan darah mami sudah tinggi loh. Biar papi yang bicara pada nya. Mami ke kamar saja ya. Istirahat. Jangan pikirkan apapun.” Ucap papi Riyad.

“Pih, bagaimana aku tidak kepikiran jika dia … ahh sudah lah aku pusing.” Ucap mami Rana mengusap kepala nya yang mendadak pening karena memikirkan masalah putra sulung nya itu.

Afnan ingin membantu mami nya itu tapi langsung di berikan kode oleh sang papi untuk gak usah. Biar papi nya saja yang menolong.

Afnan pun segera menurut dan memilih menuju ruang keluarga dan memasang tv di sana. Dia menatap foto pernikahan kedua adik nya yang di tempel di dinding ruang keluarga itu.

“Aku juga ingin menikah dan memiliki keluarga. Tapi untuk pasanganku. Aku ingin dia saja. Tidak bisa kah aku berharap akan hal itu.” batin Afnan.

Tidak lama papi Riyad datang dan duduk di samping putra nya itu, “Apa kau tidak menjemput nya lagi nak?” tanya papi Riyad hati-hati.

“Aku belum menerima perjodohan ini pih. Aku hanya mencoba menuruti apa yang mami mau. Tapi kalian tahu sendiri seperti apa perasaanku.” Jawab Afnan.

“Aku tidak ingin berpura-pura lagi pada perasaanku dengan membuat nya berharap padaku pih. Sudah cukup aku menyakiti perasaan satu wanita karena aku yang tidak bisa menepati janji. Jadi untuk kali ini aku tidak ingin menjalin hubungan yang penuh ke pura-puraan. Aku tidak ingin menyakiti hati gadis lagi pih. Tolong pahami lah aku.” Lanjut Afnan menatap papi nya itu.

Papi Riyad pun menarik nafas panjang nya, “Papi mengerti nak. Tapi tidak kah kau ingat berapa umurmu sekarang? Lihat lah Efnan dan Ivana, mereka sudah punya dua orang anak-anak. Tidak kah kau ingin membina kehidupan rumah tangga dan hidup bahagia bersama keluargamu. Kau sudah berumur 34 tahun. Mami dan papi tidak akan memaksamu menikah jika kau tidak jadi bahan gunjingan orang-orang nak. Kau tahu itu. Mamimu itu sangat khawatir dan tidak suka mendengar kau jadi bahan gunjingan. Hanya itu saja yang dia inginkan. Kau menikah dan punya keluarga.” ucap papi Riyad lembut.

“Pih, aku tahu beban kalian. Aku sangat mengerti dan paham bahwa kalian merasa ma--”

“Bukan. Kami tidak malu memilikimu nak. Tidak masalah bagi kami hanya saja--” potong papi Riyad.

“Aku mengerti pih. Tapi aku tidak akan menikah dengan gadis yang tidak ku cintai. Aku akan menikah tapi dengan wanita yang ku inginkan.” Ucap Afnan.

Papi Riyad yang mendengar ucapan sang putra pun seketika menatap putra nya lekat, “Apa kau masih mencintai Nayya nak? Apa perasaanmu itu tidak bisa kau lupakan?” tanya papi Riyad hati-hati.

Afnan menarik nafas panjang dan menatap papi nya, “Aku sudah berusaha pih. Tapi tidak bisa. Sudah banyak waktu yang ku lewati tapi perasaan itu masih ada hingga kini. Aku tidak munafik. Aku menginginkan nya. Hanya dia saja wanita yang ku inginkan dalam hidup ini. Jika bisa aku akan menikahi nya. Tidak masalah jadi yang kedua.” Ucap Afnan.

“Tidak!” teriak mami Rana lalu mendekati putra dan suami nya itu.

“Tidak. Jangan pernah katakan itu Afnan. Apa kau gila akan menikahi seorang janda? Tidak mami tidak setuju.” Ucap mami Rana.

“Apa yang salah dengan status janda mih? Dia pernah menginginkan untuk kehilangan suami nya. Kenapa mami seolah menilai buruk status janda seorang wanita.” Ucap Afnan tegas menatap mami nya itu.

“Maaf mih sudah bersuara keras padamu. Tapi aku mohon biarkan aku menentukan hidupku sendiri. Aku sudah dewasa. Aku tahu mana yang baik dan mana yang benar. Aku mohon jangan paksa aku untuk melakukan hal yang tidak ku inginkan.” Lanjut Afnan.

“Aku ke kamarku dulu pih, mih.” Afnan pun segera menuju kamar nya meninggalkan kedua orang tua nya itu di ruang keluarga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!