Di Atas Sajadah Cinta
Fatma adalah seorang janda yang miskin, suaminya sudah meninggal 2 bulan yang lalu karena mengalami kecelakaan selepas pulang kerja.
Suaminya Bernama Rahman, mereka dikaruniai dua anak perempuan yang cantik dan baik hati, anak yang pertama bernama Naima Rahman berusia 14 tahun anak bungsunya Bernama Nayara Rahman berusia 7 Tahun. Tapi takdir harus memisahkan Rahman dengan kedua putrinya.
Rahman mengalami kecelakaan, akibat ditabrak lari oleh seseorang yang tidak mau mempertanggung jawabkan perbuatannya, karena telat dibawa kerumah sakit membuat ayah dua anak itu kehilangan nyawanya.
Setelah suaminya meninggal dunia Fatma hidup hanya dengan kedua putrinya yang masih kecil tidak ada kerabat yang mau membantunya, ia yang hanya sebatang kara tidak memiliki keluarga sama sekali utuk dimintai pertolongan.
Walaupun sebenarnya masih ada saudara perempuan suaminya yang Bernama Ira, tapi ia sama sekali enggan membantu Fatma dan kedua keponakannya, Ira sangat membenci fatma karena menurutnya Rahman meninggal karena terkena sial dari Fatma hanya karena ia sebatang kara.
Malam itu udara sangat dingin Fatma berdiri dibalik jendela kamar selepas sholat malam di balik kaca yang retak, menatap nanar pada sang dewi malam yang malam ini tampak bersinar terang seperti menyatakan bahwa Dewi malam hadir untuk dirinya.
Perlahan tangannya yang kasar membuka jendela kamar seolah ingin melihat dewi malam yang berada tepat di atas rumahnya tanpa halangan apapun. Ingin rasanya ia bisa menyentuh rembulan agar bisa mendapatkan sedikit cahayanya untuk bisa menerangi hatinya yang sepi.
“ Wahai rembulan adakah kau datang malam ini untukku ? kau tau aku tidak punya teman untuk mencurahkan rasa gundah dalam hatiku ini? Sudikah engkau mendengarkan kegundahan hatiku ini agar berkurang derita yang kurasa.”
Fatma berbicara sendiri sambil menatap rembulan, ia curahkan segala hal kegundahan dalam hatinya, Ia tidak punya kerabat dekat untuk bisa di jadikan teman berkeluh kesah.
Lama Fatma berbicara pada rembulan hingga Ia tidak menyadari jika putri bungsunya Nayara terbangun karena mendengar suara tangisan ibunya setiap malam, Fatma yang terlihat kuat menyembunyikan kerapuhannya yang ia tunjukan tatkala malam tiba saat semua sudah sunyi.
Fatma tidak ingin terlihat sedih Ketika dihadapan kedua putrinya ia harus tegar dan kuat, namun sekuat-kuatnya Fatma menagung kehidupan sendirian terkadang ia merasa tidak sanggup melewatinya.
Tapi jika ia menyerah lalu bagaimana dengan kedua putrinya meski tubuh ringkik hati sakit ia harus tetap tegar untuk Naima dan Nayara.
Itulah sebabnya ia akan terbangun hanya sekedar mencurahkan kegundahannya pada rembulan, agar tenang hatinya dan kembali semangat di pagi hari, selama ini ia tidak menyadari jika Nayara sering memperhatikan tangisan ibunya dimalam gelap di balik selimutnya dalam diam hingga air matanya berjatuhan membasahi pipi putih Nayara.
“ Ibuku sayang, ibuku malang maafkan aku yang selalu menyusahkanmu, Naya berjanji akan membahagiakan ibu dan kak Naima jika nanti aku besar tak akan ku biarkan kalian bersedih.”
Ucap lirih Nayara, sambil memejamkan matanya berharap bisa terlelap Kembali.
***
Keesokan harinya seperti biasa Naima dan Nayara melaksanaan Sholat berjamaah di Masjid, sedangkan ibunya tidak pergi karena sedang ada halangan sehingga ia tidak melaksanakan kewajiban di waktu subuh bersama kedua putrinya.
Selepas sholat subuh Naima dan Nayara tidak langsung pulang mereka ikut mengaji subuh bersama teman-temannya yang lain.
“ Siapa yang sudah siap untuk menyetorkan hapalan Al Qurannya.” Tanya Ustad Hasan.
“ Aku … Ustad!” Nayara mengangkat tangannya.
Suara Nayara begitu semangat memecahkan kesunyian di waktu subuh, Ia masih kecil diantara teman-temannya tapi Ia yang paling cepat menghapal di antara yang lainnya.
“ Benarkah … kalau begitu kita mulai dari Nayara.”
Ustad Hasan memulai bacaan Surat Al Mulk, lalu di lanjutkan oleh Nayara hingga selesai.
Semua orang mendengarkan bacaan Nayara dengan hidmat, suara Nayara begitu menenangkan ketika membacakan kalam suci Allah SWT.
“ Alhamdulillah, Naya sudah menyelesaikan hapalannya dengan bacaannya yang tepat.” Ustad Hasan bangga pada Nayara.
“ Alhamdulillah, terima kasih Ustad atas bimbingannya.” Nayara mencium tangan Ustad Hasan.
Pukul 06.00 kegiatan mengaji sudah selesai sebelum pulang mereka berdoa terlebih dahulu memohon keberkahan dan kebaikan pada Allah SWT. Setelah berdoa para murid berpamitan pulang dengan mencium tangan ustad Hasan sebelum mereka pulang.
“ Naya, Naima tunggu dulu.” Ustad Hasan memanggil kaka beradik itu.
Nayara dan Naima kembali berbalik dan kembali menghadap pada Ustad Hasan yang memanggilnya.
“ Ada apa Ustad?” Tanya Naima pada Ustad hasan.
“ Tunggu dulu sebentar.”
Ustad Hasan Masuk kembali ke dalam masjid dan mengambil bungkusan pelastik putih dan meyerahkannya pada Naima.
“ Maaf ustad ini apa?” Ucap Naima heran mendapatkan bingkisan dari Ustadnya sedangkan murid yang lain tidak.
“ Ini nasi uduk untuk sarapan kalian.”
Ustad hasan tahu jika Naya dan Naima tidak pernah sarapan karena ibu Fatma sudah berangkat kerja saat pagi dan bisa kembali menyiapkan makanan untuk anaknya ketika ia sudah selesai mencuci baju di beberapa rumah yang menggunakan jasanya.
“ Tidak perlu Ustad kami akan menunggu Ibu saja.”
Naima menolak, hendak mengembalikan pada Ustad Hasan, namun tangannya di cegah oleh Nayara yang merasakan lapar sejak semalam karena makanannya harus dibagi tiga.
“ Nay kamu tidak sopan!” Naima melototi adiknya itu.
“ Tapi Kak Ima Naya lapar.” Nayara mengatakan dengan pelan namum masih jelas terdengar oleh Ustad Hasan.
“ Naima tidak boleh menolak rejeki, ambilah ini rejeki yang Allah kasih untuk kalian berdua.” Ustad Hasan meyakinkan Naima.
Mendengar ucapan Ustad Hasan Naima tersenyum Ia membawa kembali bungkusan berisi nasi uduk itu dan menyerahkannya pada Nayara adiknya.
“ Alhamdulillah terima kasih Ustad.” Naima dan Nayara menyalami ustad dan izin pulang, mereka sangat bahagia karena pagi ini mereka bisa mengisi perutnya yang sudah lapar dari sejak semalam.
Fatma yang tidak memiliki pekerjaan tetap hanya mengandalkan menjadi buruh cuci dan bekerja di ladang orang hanya bisa mendapatkan upah kecil yang tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup. Sehingga membuat kedua putrinya harus putus sekolah.
Beruntung Fatma memiliki anak-anak yang solehah yang tidak pernah meminta hal-hal yang diinginkan anak-anak di usianya, mereka bisa memahami keadaan ibunya yang tidak memiliki apapun.
Meski tidak di manja dengan kemewahan Naima dan Nayara tidak pernah bersedih karena baginya kebahagiaan mereka hanyalah ibunya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Selamat datang di novel ke dua Hawa ..
Minta like dan komennya,
sebagai dukungan yang menyemangati Hawa untuk membuat karya baru.
Terima kasih😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Bahrul Ulum
baru baca, udah nyesek. tp penasaran...
2024-02-26
1
Tatik R
mampir absen lagi
2023-03-27
1
Hawa
terima kasih sudah mampir di novel kedua 🥰
2023-03-18
4