Alesya mengamati ponsel yang kini ada ditangannya. Wanita itu belum sadar kalau itu adalah ponselnya, sampai benda pipi itu kembali berdering dan menampilkan nama kontak Chloe disana.
Bukannya menjawab panggilan telepon dari Chloe, Alesya malah sibuk membolak balikan ponsel itu, ingin memastikan dugaannya.
‘’Astaga ini ponselku? Tapi ke –’’ Dia menepuk keningnya sendiri saat menyadari sesuatu. Bisa-bisanya dia melupakan ponselnya di restoran Devan, dan yang lebih hebatnya, bisa-bisanya dia tidak sadar kalau ponselnya tidak ada?
Sejak bangun Alesya memang belum mengecek ponselnya makanya, wanita itu berpikir kalau ponselnya sedang aman di dalam tas mahal yang semalam digunakannya.
‘’Pantas saja dia kesal.’’ Bukannya merasa bersalah, Alesya malah tertawa kecil mengingat wajah datar dan kecut Devan tadi.
*****
‘’Ada apa?’’ Alesya akhirnya mengangkat panggilan telepon Chloe saat ponselnya kembali berdering.
‘’Al jalan yuk?’’
‘’Aku lagi marah loh ya sama kamu Chloe.’’ Alesya tidak menanggapi ajakan Chloe dan malah mengutarakan rasa kesalnya atas kejadian beberapa hari yang lalu.
‘’Astaga kau masih membahas hal itu?’’
‘’Memangnya mau membahas apa lagi?’’
‘’Bagaimana kau mau tidak?’’ Chloe langsung mengubah pembicaraan.
‘’Ck kau selalu saja mengubah pembicaraan,’’ decaknya sedikit kesal, ‘’aku bisanya malam karena sebentar lagi aku akan ke makan Max.’’
*****
Setelah dari makam Max, Alesya mampir sebentar ke toko roti yang dulu sering didatangi bersama pria tercintanya. Saking seringnya mereka datang, Para pelayan toko bahkan sampai mengenal mereka.
‘’Mbak Alesya,’’ sambut seorang pelayan begitu Alesya masuk ke dalam toko. Alesya membalasnya dengan senyuman, wanita itu lalu melangkah dan mengambil roti yang diinginkan. Setelah membayar, dia melangkah ke arah meja yang paling ujung. Meja yang paling ujung itu adalah meja yang dulu sering didudukinya bersama Max dan kebetulan juga meja itu sedang kosong.
‘’Matcha latte nya mbak ….’’ Seorang pelayan datang mengantarkan matcha latte yang tadi sudah dipesan oleh Alesya.
Alesya mengambil minuman itu dan langsung menyeruputnya, lalu dia mengambil roti dan memakannya perlahan. Sambil tersenyum tipis, dia memperhatikan seluruh ruangan toko yang berisi banyak kenangan indah untuknya.
Senyumnya semakin lebar, saat matanya mengarah pada pintu masuk dan melihat Max yang tengah melambai dan melangkah menghampirinya. Tentu saja itu hanya khayalannya, sepotong kenangannya bersama Max.
‘’Aku bisa melihat jejakmu disetiap sudut toko ini,’’ gumamnya sambil tersenyum. Dia lalu menopang dagunya, membawa matanya menuju dinding kaca yang berada tepat di samping kiri meja tempat duduknya. Tidak terasa air matanya menetes membasahi pipi.
‘’Bae aku merindukanmu,’’ ucapnya dengan bibir yang bergetar. Wanita itu sedikit menggigit bibirnya, untuk menahan tangis. Setelah itu, dia menyeka air matanya dan terlebih dulu menarik dan membuang nafasnya, lalu dia berusaha menampilkan senyumnya.
Tanpa diketahuinya, Devan sedang berdiri diluar toko roti itu dan tidak sengaja melihatnya. Tadinya, Devan ingin masuk ke cafe yang berada di samping toko roti itu, karena memiliki janji dengan rekan bisnisnya. Saat akan masuk, tidak sengaja dia melihat Alesya. Pria itu lalu berdiri diam saat melihat Alesya yang tengah menahan tangisnya. Lucunya, wajah sedih Alesya itu terus menghantui pikirannya, pria itu bahkan tidak bisa berkonsentrasi saat berbicara dengan rekan bisnisnya.
Sementara Alesya masih duduk di toko roti walaupun tadi sempat menangis, tetapi hatinya juga cukup senang karena bisa mengunjungi tempat itu lagi.
Lalu Alesya membawa matanya, pada sepasang kekasih yang duduk tidak jauh dari mejanya. Wanita itu terus memperhatikan bagaimana cara si pria yang dengan sabarnya menghadapi kekasihnya yang sedang marah-marah. Dia lalu tersenyum, mengingat dirinya juga selalu marah akan hal kecil dan Max selalu sabar menghadapi sikapnya itu.
‘’Dulu kau juga selalu seperti itu,’’ gumamnya. Bibirnya melengkung, tetapi siapa yang tahu kalau hatinya sedang tidak baik-baik saja.
‘’Apa aku semenyebalkan itu juga?’’ gumamnya lagi saat melihat si pria terus menerus diomeli oleh kekasihnya dan menurutnya itu sedikit menyebalkan.
Tring tring tring
Wanita cantik yang tengah serius memperhatikan keromantisan orang lain itu, dibuat kaget oleh dering ponselnya sendiri.
‘’Iya … iya, aku kesana sekarang.’’ Wanita itu lalu berdiri, mengambil tas dan plastik sedang berisi roti yang dibelinya untuk Robby yang sedang menunggunya di mobil.
Saat akan keluar, Alesya memutuskan untuk menghampiri pasangan itu terlebih dulu. ‘’Jangan terus menerus mengomel pada kekasihmu, kau tidak lihat dia sudah kewalahan membujukmu?’’ ucap Alesya tanpa permisi. Pasangan kekasih itu hanya melihatnya dengan tatapan bingung.
‘’Kuharap kalian selalu bahagia dan berumur panjang,’’ ucapnya lagi. Setelah itu barulah dia keluar dari toko roti, sedangkan pasangan kekasih itu hanya saling memandang satu sama lain dengan wajah bingung mereka, lalu melihat punggung Alesya yang terus melangkah menjauh dan keluar.
‘’Aku hampir karatan tau nggak, nungguin kamu yang lama banget datangnya,’’ protes Chloe menyambut kedatangan Alesya. Alesya tidak menggubrisnya, wanita itu dengan santainya melangkah melewati Chloe dan duduk di salah satu meja kosong yang ada di cafe itu dan mulai mengomel pada Chloe.
‘’Ujung-ujungnya kembali kesini lagi!’’ kesalnya, wanita itu lalu mengarahkan mata tajamnya pada Chloe yang masih berdiri dan nyengir padanya. Chloe pun ikut mendudukan dirinya di meja yang sama.
‘’Mau gimana lagi Al, aku tidak punya pilihan lain. Tadinya aku ingin mengajakmu jalan ke mall, tetapi ternyata tidak bisa karena cafeku sedang ramai-ramainya. Kau tau bukan peribahasa, kalau manusia hanya bisa merencanakan dan Tuhan yang menentukan.’’
Makin tajam saja mata Alesya. ‘’Nggak usah bawa-bawa Tuhan, aku malas mendengarnya!’’ ucapnya dengan sedikit menekan kata Tuhan.
‘’Ya sudah, layani pelanggan mu dulu,’’ suruh Alesya karena mendengar suara beberapa pengunjung yang saling bersahutan memanggil pelayan. Mungkin karena malam minggu, jadi cafe itu lebih ramai dari biasanya.
Sambil menunggu Chloe, Alesya memutuskan untuk mengerjakan pekerjaannya. Dia mengeluarkan ipad dari tasnya dan mulai memeriksa beberapa desain pakaian yang dikirimkan oleh Karin.
Sedang asyik dengan pekerjaannya, samar-samar Alesya mendengar protes beberapa pengunjung cafe. Wanita itu sejenak menghentikan pekerjaannya dan menatap sekeliling memperhatikan semua pelayan yang tengah sibuk, termasuk Chloe.
Protes kembali terdengar. Alesya pun memutuskan untuk menghentikan pekerjaannya dan memasukan kembali ipad ke dalam tasnya. Dia lalu berdiri, membawa tasnya dan menghampiri beberapa pengunjung yang sedang waiting list. Wanita itu menyuruh salah satu pengunjung untuk duduk di meja yang sebelumnya dia duduki.
Setelah itu dia melangkah menuju tempat istirahat Chloe. Bukan untuk beristirahat, melainkan menaruh tasnya di sana lalu kembali keluar untuk membantu melayani para pengunjung.
‘’Thanks Al,’’ ucap Chloe begitu cafe sepi. Wanita itu menghampiri Alesya dengan membawa dua orange jus di tangannya. Jam sudah menunjukan pukul 23.52 malam.
Tanpa menjawab, Alesya mengambil segelas orange jus dari tangan Chloe dan meminumnya hingga hampir setengah.
‘’Sudah kukatakan ‘kan, kalau cafeku ini bisa menghasilkan banyak uang,’’ ucapnya lagi pada Alesya. Dia hanya ingin menggoda Alesya yang selalu meledek cafenya, walaupun dia tahu dengan jelas kalau Alesya tidak sungguh-sungguh atas ucapan itu.
Satu sudut bibir Alesya terangkat. ‘’Untuk apa menghasilkan banyak uang, kalau ujung-ujungnya hanya digunakan untuk menanggung biaya hidup seorang pengangguran,’’ Alesya sedikit mencibir dan kembali meminum habis orange jus yang tadi sisa setengah gelas, sedangkan Chloe hanya bisa tersenyum kecut.
‘’Kemana pria itu, kenapa tidak kau suruh saja dia membantu di cafemu? Daripada hanya pangku kaki dan duduk diam di rumah yang juga kau berikan untuknya dan keluarganya.’’ Alesya kelepasan. Padahal sebelumnya dia sudah bertekad untuk tidak lagi mencampuri hubungan Chloe dan Erlan, tetapi, untuk tidak peduli atau berlaku masa bodoh pada seseorang yang disayangi rasanya sangat sulit.
‘’Al.’’
Alesya tidak lagi mengatakan apa-apa. Wanita itu mengembalikan gelas kosong yang ada di tangannya pada Chloe, lalu melangkah menuju ruangan Chloe untuk mengambil tasnya. Setelah itu, dia melangkah keluar, ingin pulang.
‘’Al,’’ Chloe mencegah dengan menahan tangan Alesya.
‘’Nanti saja bicaranya,’’ potong Alesya saat Chloe hendak membuka mulutnya. Chloe pun melepaskan genggaman tangannya pada Alesya dan membiarkan sahabatnya itu pergi.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments