Brak
Devan kaget saat Alesya menarik tubuhnya dan menutup pintu mobilnya dengan keras. ‘’Kau!’’
‘’Iya, ini aku. Oh ya aku lapar, kau bisa membuatkan makan malam untukku tidak?’’
Dengan kepalanya, Devan menunjuk ke arah restoran yang sudah tampak gelap gulita. Pria itu hendak kembali masuk ke mobil, tetapi Alesya kembali mencegahnya.
‘’Apa kau tidak butuh uang lagi? Bagaimana bisa kau menolak pelanggan?’’ Alesya menahan lengan kanan Devan dengan kedua tangannya. Devan jadi tidak tega padanya, apalagi setelah mendengar peluit nyaring dari pertu Alesya. Wanita menyebalkan itu sepertinya sedang benar-benar kelaparan.
Akhirnya, Devan membawa Alesya masuk ke restorannya. Dia tidak mungkin tega membuat wanita itu kelaparan. Devan tetap membuatkan makanan yang enak untuk wanita itu.
‘’Kupikir dia menyebalkan, ternyata tidak seburuk itu,’’ gumam Alesya tidak sadar sudah memuji kepribadian Devan. Tanpa sadar juga, Alesya tersenyum, matanya tidak putus mengamati seluruh kegiatan Devan.
Hampir setengah jam bergulat dengan wajan, Devan menghampiri Alesya dengan membawa dua piring di tangannya, satunya piring berisi ayam lada hitam dan satunya lagi berisi nasi putih. Setelahnya, dia kembali ke dapur lagi dan tidak lama keluar lagi dengan membawa satu gelas air mineral di tangannya. Setelah itu dia duduk di depan Alesya.
‘’Apa kau sesibuk itu sampai melewatkan waktu makanmu?’’ Devan bertanya saat melihat Alesya yang makan dengan lahapnya. Wanita itu sama sekali tidak ada jaim-jaimnya didepan Devan. Cara makannya sudah hampir mirip dengan orang yang tidak makan berhari-hari.
‘’Ya, menjadi seorang desainer lumayan menyita waktu, tetapi kau tau, pekerjaan ini sangat menyenangkan,’’ jawab Alesya santai.
‘’Apanya yang menyenangkan, disaat kau bahkan tidak bisa makan tepat waktu?’’ Devan hanya berucap dengan asal, tetapi Alesya malah menggodanya.
‘’Hei kau sedang mengkhawatirkanku?’’ Mode jahil Alesya tiba-tiba On, dia mendapatkan bahan untuk menggoda Devan yang kini tengah menatapnya dengan tatapan datar.
‘’Aku tau aku memang cantik dan wajar saja jika kau menyukaiku. Pesonaku ini memang luar biasa hebatnya, mungkin hampir setara dengan para Dewi.’’ Alesya berucap narsis sambil tersenyum dan melempar rambutnya kebelakang, niatnya hanya ingin bercanda.
‘’Ck kau dan kepercayaan dirimu itu. Tidak masalah untuk menjadi percaya diri, tapi harusnya kau tidak membohongi dirimu sendiri. Dewi? Ck Dewi apaan model begini?’’ Devan berucap seakan memandang remeh Alesya dan itu membuat wanita cantik itu sedikit kesal.
Alesya sejenak menghentikan makannya. Wanita itu mendekatkan wajahnya pada Devan, lalu menopang wajahnya dengan kedua tangannya sebagai tumpuan. Tak lupa Alesya tersenyum dan mengedipkan matanya beberapa kali. ‘’Apa wajahku ini kurang cantik?’’
Devan lantas mendorong kening Alesya untuk menjauh darinya. ‘’Habiskan makananmu, aku sudah mengantuk!’’ Devan berucap saat melihat Alesya membuka mulutnya hendak memprotes tindakan Devan.
‘’Ck.’’ Alesya mendengus sebelum melanjutkan menikmati ayam lada hitam yang hanya tersisa beberapa sendok lagi.
*****
Alesya mengusap perut ratanya yang sudah tidak memberontak lagi. Lalu dia menggeser piring kosong di depannya pada Devan sambil tersenyum lebar. Hanya tersenyum, tanpa mengucapkan terimakasih atau maaf karena sudah merepotkan Devan.
‘’Terima kasihnya?’’
‘’Kau terobsesi dengan ucapan itu? Pengen banget? Ck lagian untuk apa aku berterimakasih. Toh aku juga bukan makan gratis disini, aku akan membayarnya lima kali lipat dari harga makanan itu.’’
‘’Ck kau memang luar biasa hebatnya.’’ Devan tidak mau berdebat lagi. Pria itu mengambil piring kosong bekas makan Alesya dan membawanya ke dapur. Tidak lama, tidak sampai lima menit dia keluar lagi dengan membawa satu gelas orange jus untuk Alesya.
‘’Apa ini? Kau mau meracuniku?’’
‘’Sudahlah, percuma bersikap baik padamu.’’ Karena kesal, Devan meminum sendiri jus yang tadi dibawanya. Setelah itu, dia melangkah terlebih dulu untuk keluar dari restoran. Sudah hampir jam setengah tiga pagi.
Cepat-cepat Alesya menyusul Devan. Wanita itu sampai lupa mengambil ponselnya yang tadi diletakan di kursi samping tempat duduknya.
*****
Hampir jam setengah empat, Alesya baru sampai di apartemennya. Wanita cukup kaget saat tau Devan tinggal di apartemen yang sama dengannya. Dan yang lebih mengagetkan adalah, unit apartemen keduanya hanya beda satu lantai. Alesya berada di lantai 12 dan Devan berada di lantai 13.
*****
Seperti biasa, Alesya tersenyum menyapa bingkai foto pria tercintanya sebelum memulai hari. Kali ini dia bangun sangat siang, hampir jam satu siang. Saking pulasnya, Alesya bahkan tidak sadar saat cahaya matahari masuk menyinari kamarnya. Padahal, tirai jendelanya dibiarkan terbuka.
Jangankan cahaya matahari, bel apartemen yang tadi pagi sempat beberapa kali berbunyi pun tidak mampu membangunkannya. Untung saja hari ini hari sabtu dan kantor Alesya libur hari sabtu dan minggu, jadi tidak masalah untuknya bangun kesiangan.
‘’Astaga aku lapar sekali.’’ Buru-buru Alesya bangun dari ranjangnya. Menghampiri bingkai foto Max terlebih dulu sebelum memutuskan melangkah masuk ke bathroom untuk membersihkan wajahnya. Alesya berniat keluar untuk mencari makan siang.
Tidak jauh, dia hanya akan membeli makan siang di warung makan yang ada di depan gedung apartemen.
‘’Al.’’ Suara teriakan yang tidak asing itu menghentikan langkahnya yang hendak keluar dari lobby apartemen.
‘’Kak Deon?’’ Alesya mengenyit melihat kehadiran Deon di apartemen itu. Tidak hanya Deon, mama nya juga ada.
‘’Mama, kenapa tidak bilang mau kesini?’’ Alesya melangkah mendekat walau tidak terlalu suka dengan kehadiran Deon.
‘’Mama sudah menghubungimu sejak pagi, tapi kau tidak mengangkat telepon mama. Mama juga beberapa kali membunyikan bel apartemen mu tadi. Kamu masih marah sama mama?’’ Mama mendekat dan memeluk Alesya. Wanita paruh baya itu mengira kalau Alesya masih kesal padanya atas apa yang terjadi beberapa hari yang lalu.
‘’Nggak ma, Al ketiduran tadi. Ini baru bangun.’’
‘’Berarti kamu nggak sarapan dan belum makan siang juga kan? Yasudah kalau begitu kita cari makan siang sama-sama, kamu mau makan apa Al?’’ Deon mendekat, pria itu tidak patah semangat untuk mendapatkan hati Alesya. Deon yakin, kalau terus berusaha, suatu hari nanti Alesya pasti akan luluh dan menerima hatinya.
‘’Iya Al kita makan sama-sama ya.’’ Mau tidak mau Alesya mengiyakan. Tapi, Alesya tidak mau pergi ke restoran mewah, mengingat penampilannya yang saat ini hanya menggunakan pakaian rumah.
Sehabis makan siang, Alesya langsung minta untuk diantar pulang. Dia beralasan masih memiliki banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, Alesya menjadikan persiapan fashion show sebagai alasan yang kuat. Mamanya pun tidak bisa mengeluarkan protes lagi.
*****
Ting tong ting tong
Beberapa kali Devan membunyikan bel apartemen Alesya, tapi pintu tidak kunjung dibukakan juga. Bukannya apa, ponsel Alesya hampir tidak berhenti berdering sejak pagi, dan itu sangat mengganggu pekerjaan dan pikirannya. Devan pikir mungkin saja ada hal penting hingga ponsel Alesya tidak berhenti berdering.
Hampir dua menit, pintu apartemen baru terbuka, menampilkan wanita cantik yang kini menatap Devan dengan wajah tidak menyenangkan.
Apaan ini, beginikah cara Alesya menerima tamu? Dia bahkan sudah berbaik hati mau mengantar ponsel wanita itu dan beginikah tanggapannya? Devan tidak habis pikir.
‘’Kau lagi, mau apa sih?’’ Pertanyaan yang begitu jelas dan terdengar menjengkelkan di telinga Devan, membuat pria itu kembali berdecak kesal. Merasa sia-sia bersikap baik pada Alesya. Tapi, bukankah harusnya dia sudah bisa menebak hal ini?
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Devan menarik tangan Alesya dan meletakan ponsel di telapak tangan wanita itu. Setelah itu, dia berlalu pergi begitu saja.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments