‘’Ada apa ini?’’ tanya papa Radit yang baru saja pulang kerja. Pria paruh baya itu langsung menghampiri Alesya yang duduk di lantai sambil menangis histeris.
‘’Kamu kenapa Al?’’ tanya papa khawatir. mama Risa juga ikut menangis melihat pemandangan memilukan itu.
‘’Dimana mama membuangnya?’’ Alesya bertanya di sela tangisan sendunya.
‘’Dimana ma?’’ Alesya kembali bertanya karena mama Risa yang tidak menjawab pertanyaan. Suaranya terdengar lemah dan sedikit terbata.
‘’Kamu mencari apa Al?’’ papa Radit bertanya, berniat membantu mencarikan benda yang sedang dicari oleh putri kesayangannya itu.
‘’Foto pa, mama membuang foto Max.’’ Alesya mengadu dengan begitu pilunya. Wanita cantik itu memeluk sang papa dengan tangisan yang semakin besar. ‘’Mama jahat pa, mama nggak ngertiin perasaan Al. Itu barang terpenting bagi Al dan mama membungnya pa. Mama jahat, jahat sekali.’’
‘’Ma, kamu ….’’ papa Radit menatap mama Risa dengan mata tajamnya. Pria itu tidak habis pikir dengan sikap sang istri.
‘’Jangan menyalahkan aku pa, aku hanya ingin yang terbaik untuknya. Aku tidak mungkin diam saja melihat hidup putriku yang akan hancur.’’
‘’Apa nya yang hancur ma!? Kau lihat sendiri kalau Al melalui semua ini dengan baik, karir nya juga bagus. Lalu hancur dari segi apa maksudmu?’’
‘’Aku tidak mungkin diam saja saat melihatnya terus menerus memikirkan seorang pria yang jelas-jelas tidak akan pernah kembali lagi, aku bukan kamu yang bisa bersikap santai melihat kehancuran Alesya.’’
‘’Apa maksudmu ma?’’
‘’Kau hanya selalu membentakku! Apa kau pernah melakukan sesuatu untuk mengeluarkan Al dari situasi sulit ini? Apa kau peduli pada nasib putri kita?’’
‘’Ma, apa yang kau lakukan ini malah menyakiti putri kita. Kau tidak lihat bagaimana keadaannya sekarang?’’
‘’Aku tidak peduli selama itu bisa membuatnya sadar akan kebodohannya! Seandainya dia tau …’’ Mamanya ikut terisak, tidak mampu lagi meneruskan ucapannya.
‘’Mama salah, selama aku mencintai Max, tidak pernah sekalipun aku merasa diriku bodoh. Aku bahkan sangat senang, pria hebat itu pernah mewarnai hariku, mesti waktunya singkat, tapi tidak sedikitpun mengurangi rasa bahagiaku saat memilikinya kala itu,’’ timpal Alesya dengan suara nyaringnya. Wanita itu menatap kesal pada mamanya.
‘’Aku tanya sekali lagi dimana mama membuang foto itu?’’ Kali ini teriakannya menjadi lebih keras. Dia sudah seperti orang stress sekarang. Bukannya apa, foto itu hanya satu-satunya yang Alesya miliki. Dulu, sebelum dia sadar dari komanya, mamanya sudah membuang segala hal tentang Max, baik foto maupun barang. Ponselnya yang berisi banyak foto atau video kenangannya dan Max juga entah hilang kemana. Foto yang sekarang bersamanya, adalah foto yang diambil dari media sosial miliknya dan itu satu-satunya foto Max yang pernah diunggah olehnya, sedangkan Max tidak memiliki media sosial.
‘’Ma kamu tidak mungkin benar-benar membuangnya ‘kan?’’ papa Radit ikut bertanya.
‘’Aku meletakkannya di gudang, bersama dengan barang-barang yang sudah tidak digunakan.’’
‘’Mama!,’’ teriak Alesya yang semakin kesal dengan ulah mamanya.
Alesya hampir saja jatuh saat akan berdiri, untung saja papanya dengan cepat menangkap tubuhnya. Tanpa mengucapkan apa-apa, Alesya berlari ke arah gudang, ingin mengambil kembali foto Max.
‘’Kalian bertengkar lagi? Aruna hanya melirik sekilas pada kedua orang tuanya, lalu melewati mereka begitu saja.
Papa Radit masih menatap tajam mama Risa. Setelah itu, dia berlalu pergi dan masuk ke kamar dengan sedikit membanting pintu kamar.
Mama Risa yang kesal pun langsung mengikuti sang suami, dia juga masuk dengan membanting pintu kamar.
‘’Apa maksudmu melakukan itu pada Al, ma? Kau tidak lihat betapa sedihnya putri kita?’’ ucap papa dengan nada marah. Pria itu berdiri dengan dua tangan yang diletakan di pinggang.
‘’Memangnya apa lagi yang bisa kulakukan? Aku sebagai mamanya tidak tega melihat dia terus-terusan seperti itu. Aku melakukan semua ini juga untuknya pa.’’
‘’Kalau kau benar-benar menyayanginya, harusnya saat itu kau tidak menyetujui kesepakatan bodoh itu!’’
‘’Memangnya aku punya pilihan lain? Saat itu putriku sedang kritis, tetapi kita sebagai orang tuanya bahkan tidak punya uang lebih untuk biaya pengobatannya. Kalau aku tidak menyetujuinya, mungkin saja Al tidak bersama kita lagi sekarang. Dan satu lagi, seandainya orang tuamu lebih cepat menyetujui pernikahan kita, seandainya orang tuamu mau membantu saat kau datang meminta tolong, semua ini tidak akan terjadi, dan aku pasti tidak akan menandatangani perjanjian bodoh itu dan Al tidak akan menderita seperti sekarang!’’
Papa Radit langsung terdiam. Benar, ini memang salahnya. Saat itu, sebagai seorang ayah dia memang sangat tidak bisa diandalkan. Dengan lesuh, pria paruh baya itu melangkah menuju ranjang dan menangisi ketidak becusnya sebagai orang tua.
Semua memang salahnya. Seandainya saat itu dia tidak kekurangan uang, pasti hal menyakitkan ini tidak akan menghampiri putri bungsunya.
Melihat papa Radit yang menangis, mama Risa pun ikut menangis. Mengingat perbuatan dan keputusannya yang sudah menyakiti Alesya, tetapi saat itu dia tidak punya pilihan lain.
*****
Pagi hari, di salah satu kamar di apartemen mewah Rabbit Residence, terlihat seorang wanita masih bergelut manja di bawah selimutnya. Kamarnya lumayan luas, dengan desain interior gaya klasik, dindingnya berwarna putih ditambah ornamen lampu hias model gantung dengan bahan kristal.
‘’Morning,’’ sapanya pada bingkai foto Max yang kini tergantung indah di dinding kamar apartemennya. Alesya bangun dan melangkah mendekat untuk melihat wajah tampan Max dari dekat.
Alesya melakukan peregangan terlebih dulu, sebelum membawa langkahnya menuju bathroom. Wanita itu akan meeting bersama pihak mall. Salah satu mall menawarkan untuk bekerja sama dalam menjual merek pakaian perusahaan mereka.
Sejak kejadian Alesya bertengkar dengan mamanya, Alesya memilih untuk tinggal sendiri di apartemen yang tidak jauh dari tempat kerjanya. Bukan karena dendam, Alesya hanya tidak mau kembali bertengkar hebat dengan mamanya.
‘’Omg, aku hampir terlambat ke kantor!’’ Alesya sedikit panik. Wanita itu tidak mau memberikan kesan yang buruk pada pihak mall yang nantinya juga akan berdampak buruk pada nama baik perusahaan tempatnya bekerja.
Cepat-cepat dia mengambil tasnya, dan segera berlari keluar. Baru dua langkah keluar dari kamar, Alesya kembali masuk dan tersenyum pada bingkai foto yang tergantung di dindingnya.
‘’Aku kerja dulu ya, love you.’’ Lalu dia kembali berlari.
‘’Tunggu ….’’ Alesya berteriak meminta pria dalam lift untuk menunggunya. Tapi sepertinya pria itu tidak mendengar teriakannya.
’Owh ****!” Alesya mengumpat sambil menendang dinding lift, mengusap kasar rambutnya lalu melihat jam di pergelangan tangannya. Mau tidak mau Alesya harus menggunakan tangga darurat. Setelah itu, dengan cepat dia berlari menuju lobby, dimana John sedang menunggunya.
Bersambung .....
Sekarang atau kapanpun, kau tetaplah yang terindah untukku. Raga mungkin tidak bisa bersama, tapi tidak untuk hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments