Di ruang Direktur, Alesya sedang memandang malas seorang pria yang duduk sambil tersenyum padanya.
‘’Alesya kenalkan ini tuan Devan Sanders. Beliau ini adalah salah satu pengusaha sukses, dan nantinya tuan Devan ini akan berinvestasi di perusahaan kita.’’ ucap pak Direktur memperkenalkan Devan.
Alesya pun tersenyum lembut penuh sopan santun pada Devan, tapi dalam hatinya beberapa kali dia memaki Devan dengan berbagai sumpah serapahnya.
Karena pak Direktur menyuruhnya, mau tidak mau Alesya membawa Devan ke ruangan designer, lalu memperlihatkan dan menjelaskan beberapa desain pakaian pada pria itu.
Devan mengangguk puas melihat semua desain pakaian yang ada di ruangan itu. Tiba-tiba, langkahnya terhenti, dia lalu memutar badannya dan mendekat pada salah satu desain yang menarik perhatiannya. Batian terus memperhatikan, sedangkan Alesya sudah memanggil Karin untuk menggantikannya menemani Devan. Dia masih punya banyak pekerjaan yang harus dikerjakan.
‘’Apa saya bisa bertemu dengan orang yang sudah membuat dress indah ini?’’ tanyanya antusias. Karin mengangguk dengan sopan, lalu memanggil Alesya yang sedang duduk di kursi yang ada di ruangan itu. Alesya sedang melihat-lihat beberapa gambar desain yang pernah dibuatnya.
‘’Aku menyuruhmu memanggil orang yang membuat dress itu, bukan kepala bagiannya!’’ protes Devan pada Karin. Karin pun tersenyum sambil mengangguk sopan, sedangkan Alesya hanya memutar malas bola matanya. Rasanya sungguh tidak nyaman terus-terusan melihat pria menyebalkan itu.
‘’Maaf tuan, tetapi dress itu memang dirancang oleh ibu Alesya.’’ Karin memberitahu.
Devan langsung memandang Alesya dengan tatapan tidak percayanya, tetapi dalam hatinya, terbesit rasa kagum pada wanita cantik itu.
Dia berpura-pura tidak percaya, hanya untuk menggoda Alesya. Pria itu lalu menggeleng kepalanya dan tertawa, sedangkan Alesya dan tentu juga Karin, keduanya langsung mengerutkan kening karena bingung dan kesal dengan Devan yang tiba-tiba tertawa.
‘’’Jangan membohongiku, mana mungkin wanita sepertinya bisa membuat pakaian yang menarik seperti ini?’’
Devan masih terus tertawa, Alesya mulai memandangnya dengan wajah tidak bersahabat. Kalau tidak mengingat Devan akan berinvestasi di perusahaan mereka, pasti dari tadi Alesya sudah memaki Devan, agar pria itu bersikap lebih sopan padanya.
‘’Kau bukannya seorang chef, lalu kenapa kau bisa datang dan menjadi seorang investor?’’ tanya Alesya menghentikan tawa Devan. Pria dengan pahatan wajah sempurna itu lantas sedikit memajukan wajahnya, sedangkan Alesya refleks memundurkan wajahnya.
‘’Memangnya seorang chef tidak bisa menjadi investor?’’ tanyanya balik. ‘’Aku memiliki banyak uang, jadi terserah aku ingin menjadi apa!’’ ucapnya lagi. Setelah itu dia tersenyum dan kembali melihat-lihat rancangan-rancangan pakaian yang ada di ruangan itu.
Alesya tidak lagi menjawab, wanita itu hanya berdiri diam di samping Devan.
‘’Kau lanjutkan saja pekerjaanmu, aku ingin melihat beberapa desain lagi,’’ ucap Devan. Tanpa keberatan, Alesya langsung membalik badannya dan kembali melangkah menuju meja kerjanya.
Devan meliriknya sekilas lalu tersenyum. Setelah itu, dia kembali melangkah dan melihat-lihat. Beberapa kali, pria itu melirik Alesya yang tampak sangat serius dalam melakukan pekerjaannya.
‘’Dia terlihat sangat cantik saat sedang serius seperti itu, tetapi saat sedang berdebat, dia benar-benar menyebalkan,’’ gumam Devan dalam hatinya. Pria itu masih saja memperhatikan Alesya. Dia bahkan sudah duduk di kursi tamu yang ada di ruangan itu.
‘’Kenapa kau terus melihatku?’’ Devan kaget, cepat-cepat dia mengalihkan pandangannya ke arah lain, sambil berucap. ‘’Siapa yang melihatmu, aku hanya sedang mengamati ruangan ini.’’
Tidak ada lagi ucapan sahutan dari Alesya, wanita itu kembali melakukan pekerjaannya, Devan tentu saja kembali meliriknya, tetapi tidak lama dia memalingkan wajahnya lagi. Tidak mau sampai tertangkap basah.
10 menit kemudian
Khem khem dehem Devan yang ingin mengalihkan perhatian Alesya, tetapi wanita itu sama sekali tidak menggubrisnya.
‘’Apa perusahaan ini tidak menyiapkan kopi atau mungkin teh untuk para klien yang datang berkunjung?’’ ucap Devan.
Alesya sejenak menghentikan pekerjaannya dan melihat ke arah Devan yang kini sudah berdiri di depan meja kerjanya. ‘’Jika kau menginginkannya, kau bisa turun. Di lantai satu ada coffee shop. Kau bisa membeli jenis kopi atau teh yang kau inginkan disana, karena kami terlalu sibuk untuk membuatkan minuman untukmu. Lagian, kau sudah berada di ruangan ini dalam waktu yang cukup lama.’’
‘’Kau mengusirku?’’
Alesya menggelengkan kepalanya pelan. ‘’Tidak, mana mungkin aku berani mengusir seorang tamu. Aku hanya memberi saran saja. Jika kau setuju ya silahkan, jika tidak juga tidak pa-pa,’’ ucap Alesya santai. Setelah itu, dia kembali melanjutkan pekerjaannya.
‘’Mengganggu saja,’’ gerutu Alesya dengan suara kecil, untung saja Devan tidak mendengar.
‘’Ayo, kuantar pulang,’’ tawar Devan saat melihat Alesya berdiri di depan lobby perusahaan.
Alesya hanya melirik malas pada Devan, tanpa mau membalas ucapan pria itu. Tidak lama John sampai, dengan cepat Alesya masuk ke dalam mobil, bahkan tanpa mengatakan sepatah katapun pada Devan yang masih berdiri setia disampingnya.
Devan melihat kepergian mobil Alesya sambil tersenyum. ‘’Gadis kecilku tumbuh menjadi seorang wanita yang ketusnya bukan main,’’ gumamnya, dan ikut pergi dari tempat itu.
*****
‘’Al …,’’ panggil mamanya menyambut kepulangan Alesya.
‘’Nanti ya ma, aku mandi dulu.’’ Alesya melangkah dengan senang menuju kamarnya, ingin segera bertemu Max dan mengobrol dengan kekasih hatinya itu. Maksudnya bingkai fotonya.
‘’Bae aku pula –’’ ucapnya terhenti saat tidak melihat bingkai foto Max di nakas samping ranjangnya.
Hati Alesya menjadi gelisah, mencari hampir di seluruh penjuru kamar dengan air mata yang sudah mengalir membasahi wajah cantiknya. Tidak menemukan foto Max di kamarnya, Alesya berlari keluar untuk bertanya pada mamanya yang tadi tengah asyik menonton tv.
‘’Ma, lihat foto Max di kamarku?’’ tanya Alesya masih terisak. Tangisannya semakin besar saat mamanya mengatakan sudah membuang foto itu, Alesya marah pada mamanya yang sama sekali tak mengerti perasaannya.
‘’Mama hanya tidak mau kau terus mengingatnya. Ini sudah 3 tahun dan kau sama sekali tidak berusaha untuk melupakannya.’’
Alesya bertambah kesal saja mendengar ucapan mamanya, sosok yang seharusnya mengerti keadaan dan perasaannya malah dengan tega melakukan hal yang menyakitinya.
‘’Kenapa mama tega, kenapa mama nggak ngertiin perasaan Al? Apa mama tau bagaimana perasaanku? Mama hanya selalu menyuruhku untuk melupakannya, tapi apa mama pernah mengerti apa yang aku rasakan?’’ teriak Alesya histeris. Kekesalannya sudah memuncak dan tidak bisa lagi ditahan. Kali ini mamanya sudah sangat keterlaluan.
‘’Aku mohon jangan pernah lagi menyuruhku untuk melupakan Max. Itu benar-benar sangat menyiksaku. Sakit ma setiap kali mama memintaku melupakannya, rasanya bahkan berkali-kali lipat lebih menyakitkan daripada saat aku kehilangannya. Tolong jangan memaksaku dan kembalikan foto Max padaku. Hanya kenangan dan foto itu yang aku punya tentangnya!’’ Alesya menangis pilu, ingatan dimana dia kehilangan Max kembali berpura dikepalanya, membuatnya meringis kesakitan. dia benar-benar tidak mau mengingat kejadian menyakitkan itu lagi.
Bersambung ......
Kehilanganmu sudah cukup menyakitkan dan sekarang aku dituntut untuk melupakanmu? Kenapa semesta begitu kejam padaku?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments