Honey Trouble

Honey Trouble

Permulaan

“Kau tahu siapa yang paling seksi di kampus kita?” Jiyya enggan menjawab, karena itu dia lebih memilih untuk menghembuskan napas berat alih-alih mau meladeni.

Bukan sekali dua kali sahabatnya akan mengangkat topik membosankan ini sebagai pembuka pembicaraan sebelum mengikuti mata kuliah yang memusingkan. Adalah Silvana, teman sejak kecilnya yang doyan sekali mengurutkan siapa orang yang paling seksi dilingkungan mereka dan yang paling mungkin menjadi deretan teratas pria yang ingin diajak tidur olehnya.

Tidak seperti Silvana, meski mereka lengket Jiyya

adalah si gadis konservatif yang masih mempertahankan bahwa **** harus dilakukan setelah menikah. Dia tidak bisa membayangkan dirinya berada dibawah seorang lelaki tidak dikenal demi memuaskan hasrat biologi dalam satu malam. Tidak! Jiyya bukan tipikal perempuan seperti itu.

“Ayo tebak!” Sekali lagi Silvana memaksanya.

“Louise?”

“Salah, jawabannya Sir Arthur!” sahut Silvana sambil tertawa ketika melihat Jiyya melonjak dengan ekspresi bodohnya.

“Silvana!” Jiyya menegurnya. “Jangan sekali-kali

berkata begitu didepan oranglain, atau orang-orang akan berpikir buruk tentangmu,” lanjut Jiyya sekali lagi.

“Kau harusnya lihat wajahmu sekarang, lucu sekali.” Sedetik kemudian Silvana berhenti tertawa kemudian menyeringai. “Lagipula siapa

yang akan berpikir, kan hanya ada kau dan aku disini,” tutup gadis itu tanpa dosa.

Jiyya hanya bisa mendesah lelah. Terkadang Silvana akan makin menjadi bila ditanggapi, dia tipe gadis yang terbilang provokatif dan

mampu berpikir hal-hal gila diluar nalarnya.

“Terserah, aku tidak mau ikut campur dalam pikiranmu yang diluar antariksa itu.”

“Hei, memangnya apa pula pikiran buruk yang muncul dibenakmu saat pertama kali dengar pendapatku mengenai Sir Arthur?” Lihat, dia

malah makin bersemangat. Dia tidak peduli pada Jiyya yang sudah menyerah lebih dulu karena sudah tahu perangai buruk sahabatnya yang satu ini.

“Dia dosen kita.”

“Memangnya kenapa? Toh memang Sir Arthur itu orangnya atraktif dia seksi dan menggoda.”

“Dia terlalu tua untukmu!” Jiyya memberenggut tidak setuju. Dia hanya punya kesan si perokok berat, dan janggut tipis dari Sir Arthur. Tidak lebih dari itu. Makanya Jiyya heran darimana sahabatnya ini mengkategorikan Sir Arthur dengan sebutan atraktif.

“Usia bukan halangan untuk cinta, sayangku.” Sekali lagi Jiyya melihat seringai tidak menyenangkan dari sahabatnya. “Laki-laki yang lebih tua itu lebih berpengalaman,” celetuknya lagi sambil dibumbui tawa. Jiyya menyerah dengan pemikiran liar sahabatnya.

“Laki-laki yang lebih dewasa lebih berpengalaman? Bagaimana kau tahu soal itu?” Jiyya memutar matanya, dia lebih memilih mencemooh kata-kata yang diucapkan Silvana yang menurutnya sangat amat ambigu.

Silvana hanya menggelengkan kepalanya sambil

menjulurkan lidah. “Kau tidak akan paham sampai kau melepaskan keperwananamu

itu. Terima saja kenyataannya kalau kau itu seorang perawan kesepian.”

Jiyya mendengus. “Menjadi perawan lebih baik daripada menjadi seorang pelacur,” jawab Jiyya sarkas.

“Oho! Apa itu?” sindir Silvana. “Mau berlagak jadi so suci didepan mukaku?”

“Kau kan tahu sendiri prinsip hidupku.”

Silvana memutar matanya, sambil mendecakan lidah. “Ya, aku tahu. Tapi aku hanya merasa hidupmu terasa begitu membosankan. Maksudku cobalah untuk bercinta dengan seseorang.”

“Ogah!”

“Bilang saja kau cuma mau melakukannya dengan si Bestian-mu. Itu kan maksud ogahmu?” Silvanna mencela lagi, membawa nama pria yang adalah cinta pertama sahabatnya yang masih menjadi pria pemegang tahta dihati Jiyya. Tapi setelah itu dia menyeringai jahil sambil mengangkat alisnya. “Tapi kau yakin tidak ingin menjadi berpengalaman untuk Bestian?”

Wajah Jiyya kontan memerah. “Hei, kau terlalu frontal! Gila ya!”

Silvanna terkekeh. “Well, begini-begini kau

sebenarnya bisa menjadikan aku gurumu. Aku kan gadis yang telah berhasil tidur dengan sebagian besar pemuda hot di kampus kita. Cara terbaiknya ya kau harus tidur dengan orang yang lebih tua untuk mendapatkan pengalaman yang lebih memuaskan dan tidak terlupakan.”

Jiyya mendongak, memberikan tatapan tak percaya terhadap Silvanna. Pria tukang angkut, petugas kebersihan kampus, tukang parkir, dan beberapa pedagang kaki lima langganan mereka, malah berenang dikepalanya sebagai gambaran. Jiyya bergidik ngeri, sementara Silvana yang

sudah paham mengenai isi otak sahabatnya cuma bisa menghela napas panjang.

“Jiyya, jelas aku sedang tidak membicarakan soal pria tua bangka atau kakek tua. Maksudku seseorang yang menarik, seseorang yang kau

kenal dan kau hormati. Biar aku coba bantu memberikan gambarannya untukmu.”

Silvana terlihat serius, tapi sebelum gadis itu mengatakan apa yang ada didalam kepalanya. Jiyya sudah lebih dulu tahu siapa yang dia maksudkan.

“Sir Joan!”

“Tidak!”

“Ya, dia sempurna.”

“Tidak!” Jiyya mengulang.

“Kenapa tidak?” tanya Silvana. “Kau harus memberikanku alasan yang bagus, kalau bisa kuterima aku akan diam.”

“Dia dosen kita.”

“Next.”

“Dia sudah tua.”

“Tua sama dengan berpengalaman.”

“Tidak selalu!”

Silvana mengangkat sebelah alisnya. “Apa kau sedang mencoba meyakinkanku bahwa Sir Joan belum pernah menjelajahi tubuh perempuan

dengan performanya yang segahar itu?”

“AH!” Jiyya menutup kedua telinganya dengan tangan. “Silvana!”

Silvana hanya tertawa sembari menyenggol bahu

sahabatnya lagi. “Ada alasan lain? atau kau sudah menyerah?”

“Sudahlah!” Jiyya protes, dia tidak mau mengalah tapi dia memang kehilangan alasan yang bagus untuk menolak fakta itu.

“Nah, sekarang kau punya alasan untuk mencari tahu. Anggap saja sebagai sebuah percobaan.”

Jiyya menggeleng tegas. “Aku tidak peduli tentang apa yang kau katakan. Intinya aku tidak akan mengejar Sir Joan!”

“Mengejar saya? Apa ini Jiyya? Kamu punya rencana apa sampai mau mengejar saya?”

Mampus! Tepat ketika Jiyya mendengar suara halus dibelakang punggungnya, gadis itu langsung menegang. Bahkan Silvana si kompor

juga tidak mengira akan mendapati Sir Joan langsung saat mereka sibuk menggunjing soal dosen tampan mereka.

Mereka berdua kini berbalik untuk menyaksikan sosok pria itu secara utuh. Mata Sir Joan benar-benar hanya tertuju pada Jiyya saat ini.

Wajah Jiyya kontan merah padam, dia tidak tahu harus berkata apa. Sehingga sebagai gantinya Jiyya meminta pada Silvana untuk membantunya.

“Bantu aku,” bisiknya putus asa. Tapi Silvana seolah acuh tak acuh. Membuat Jiyya harus angkat bicara untuk menyelamatkan reputasinya sendiri.

“Uh, saya tidak akan mengejar Sir Joan sampai ke toilet meski saya butuh tanda tangan Anda?” Silvana tidak bisa menahan diri mendengar Jiyya yang sedang membuat alasan pada Sir Joan. Gadis itu berusaha keras untuk tidak tertawa, tapi dia gagal. Jiyya berharap dia bisa menggali lubang ke dasar tanah karena ini benar-benar sangat memalukan. Apalagi ketika mereka berdua melihat Sir Joan hanya mengangkat alisnya.

“Begitukah?” tutur pria itu halus. “Jiyya, bisakah

saya bertanya kenapa kamu harus membicarakan tentang perumpaan yang seburuk itu?” Jiyya membeku, melihat sahabatnya hampir mati karena dipojokan oleh dosen tampan mereka.

Silvana yang sudah bisa menguasai dirinya,

kembali mencoba untuk mencairkan suasana yang terlanjur jadi canggung. “Maaf Sir Joan, tapi Jiyya adalah seorang wanita dewasa. Sangat tidak sopan untuk bertanya soal hal personal padanya, lagipula dia tidak berkewajiban untuk bicara terus terang tentang apapun yang ada didalam benaknya pada anda meskipun anda sangat penasaran tentang itu.”  Sebelum Sir Joan mencoba untuk buka suara, Silvana cepat-cepat mengganti topik dengan sangat smooth. Mengalihkan pembicaraan juga adalah sisi baik dari gadis itu. “Dan apa yang sedang Sir Joan lakukan? Anda baru datang ?”

“Ya, begitulah. Tapi ada barang saya yang ketinggalan jadi saya bermaksud mengambilnya lagi di mobil saya.” Sungguh, saat Sir Joan bicara. Jiyya diam-diam memperhatikannya.

Dosen-nya itu punya tubuh yang tegap dan tinggi ketika sedang berdiri dihadapan mereka sekarang. Terlepas dari kenyataan bahwa saat ini pria itu mengenakan masker yang menutupi sebagian dari wajahnya. Tapi, cukup jelas bagi Jiyya untuk mengkategorikan bahwa rahang pria itu begitu kuat tegas. Begitu pula lehernya, lengannya, dan tubuhnya yang terisi dengan otot-otot sempurna yang sedikit tercetak dibalik kemeja berwarna hitam yang dia kenakan.

Wajah Jiyya mendadak merah apalagi menyadari saat rambut pria itu sedikit acak-acakan pagi ini. Sebuah visualisasi dalam imaji penuh kekurang ajaran langsung terlintas didalam pikirannya. Tapi Jiyya yang waras kontan menepisnya cepat-cepat. Dia tidak boleh memikirkan wajah dosen tampannya ini dalam keadaan ‘itu’.

“Jiyya?”

“Ah ya Sir?”

“Saya dengar dari Dean dia ingin mengundang kita untuk makan malam bersama. Saya harap kamu bisa datang.”

Ah? Dia tahu? Meski bertanya-tanya darimana dosennya ini tahu soal itu. Jiyya hanya menganggukan kepalanya. “Saya akan usahakan.”

Sir Joan menelengkan kepala seraya memejamkan matanya setelah itu dia kemudian pamit dan kemudian meninggalkan mereka berdua.

Silvana menunggu beberapa saat sampai dia memastikan Sir Joan berajak agak jauh dari mereka berdua. Dia tidak mau kedapatan sedang

menggosip lagi, walaupun tentunya bukan hal yang penting bagi seorang dosen yang punya urusan lebih penting dibandingkan mendengarkan gosip diantara para gadis. Tapi setidaknya ini untuk meminimalisir kejadian yang baru saja menimpa mereka.

“Sialan kau Silvana!” Jiyya mengumpat, tapi Silvana malah tersenyum lebar.

“Hei, rambutnya Sir Joan terlihat berantakan ya.” Dia mulai cekikikan. Membuat Jiyya teringat kembali atas visualisasi kotornya beberapa saat yang lalu. “Sepertinya Sir Joan terlihat seperti habis melakukan itu, dia juga terlihat lebih cerah dan tampan hari ini. Wah… aku jadi ingin tahu siapa wanita yang beruntung merasakan kehangatan tubuhnya semalam.”

Jiyya kontan menjerit memukul lengan Silvana dengan buku tebalnya. “Diam! Jangan ajak aku bicara lagi. Dasar perempuan mesum!” Jiyya mendengking, namun tanpa dia sadari lirikan matanya justru malah mengarah pada sang dosen yang kini sudah memasuki bangunan kampus.

Yeah, siapa kira-kira wanita yangberuntung itu?pikir Jiyya.

Namun sebelum dia menghayal lebih jauh lagi. Satu tamparan Jiyya berikan pada dirinya sendiri. Hebat. Baru beberapa menit bicara dengan Silvana dia sudah tertular kemesuman temannya. Silvana berhasil mempengaruhi akal sehatnya.

“Hei kenapa kau menampar wajahmu sendiri?”

“Supaya tetap waras.”

Terpopuler

Comments

Alya Azhari

Alya Azhari

ceritanya bagus

2023-04-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!