Shena POV
Aku baru saja telah selesai sarapan pagi. Selama sarapan aku masih saja terpikir tentang nasib anak - anakku. Aku yakin bahwa mereka pasti sedang mencari aku pagi ini. Entahlah apa yang terjadi saat ini. Aku yakin anak keduaku menangis mencari aku.
Wanita mana yang bisa makan ketika tidak bisa melihat anaknya. Apalagi anak - anaknya tidak tau kepergiannya.
Setelah sarapan, aku ingin meminta izin untuk kembali kerumah itu. Aku harus melihat anak - anakku dengan mata kepalaku sendiri. Entah mengapa aku tidak percaya dengan mereka saat ini.
Apa yang aku harapkan dari mereka saat ini. Sedangkan aku saja masih di khianati mereka.
"Apa aku pergi ke rumah mertua aku?" Tanyaku pada diri sendiri.
Hubunganku dengan mertua lumayan baik. Aku merasa bahwa mertuaku tempat aku mengadu. Semoga beliau bisa menyelesaikan permasalahan ini semua.
Aku bersemangat mendatangi bibi Neli untuk meminta izin sekitar dua atau tiga jam. Setelah itu aku akan menyelesaikan pekerjaanku di sini.
Untungnya bi Neli mengizinkan aku pergi. Dari yang aku liat, bi Neli adalah wanita yang baik. Sepertinya beliau ini sangat dekat dengan tuan rumah ini sehingga di percaya.
"Kamu hati - hati, jika ada apa - apa kabarin Bibi." Ucapnya.
"Aku akan pulang secepatnya bi." Ucapku.
"Ini ongkos untuk pulang, bibi tau kamu tidak punya ongkos untuk pulang." Ucap bibi Neli seraya memberikan uang seratus ribu ke tanganku.
"Terima kasih bi, saya tidak tau masih saya jika tidak bertemu tuan dan bibi." Ucapku
Bibi Neli memelukku sebelum aku pergi meninggalkannya. Aku berjalan menuju menuju gerbang. Sialnya rumah tuan Randi tidak berada di pinggir jalan. Aku harus berjalan kaki menuju jalan raya selama 10 menit.
Aku yang sudah lama tidak merasakan jalan kaki terlalu jauh membuat kakiku sudah mulai pegal.
"Semangat Shena,aku harus semangat agar bisa bertahan anak - anak."
Akhirnya aku sampai juga di jalan besar. Aku naik angkot tujuan rumah mertuaku terlebih dahulu.
Tidak butuh lama, aku sampai di depan rumah mertuaku. Aku membuka pintu pagar yang tidak di kunci. Aku mencoba menekan bel yang tersedia di depan pintu.
Rumah mertuaku tidak ada penjaga keamanan. Rumah ini tidak terlalu mewah, akan tetapi rumah ini sangat nyaman dan cukup bagus.
Pintu terbuka memperlihatkan seseorang di balik pintu. Dia tersenyum senang saat melihatku.
"Eh ada ibu Shena, mau jumpa Nyonya ya Bu?" Ucap Marni pembantu mama mertuaku.
"Iya Marni, apakah mama di rumah?"tanya ku kepada wanita muda itu.
Marni masih sangat muda. Selain muda, di juga nampak masih cantik sekali. kecantikan Murni itu sangat alami, cuma cara berpakaiannya masih terlihat agak kampungan.
"Ada Bu,mari ku antar ke kamar ibu." Ucap Marni.
"Nggak usah, kamu lanjut kerja aja."
Aku berjalan menuju kamar Mama mertuaku .Di pagi jam segini, mama memang selalu masih di kamar. Mama seperti itu semenjak tubuhnya kurang enak badan.
"Assalamualaikum ma." Ucapku setelah membuka pintu kamar beliau.
"Kamu datang Shena?" Tanya mama sambil tersenyum.
"Iya ma,mama gimana? Apa sehat?"
"Biasa na, hanya sedang kurang tidak enak badan."
Aku ragu bagaimana caranya bercerita. Apalagi kondisi mama yang kurang sehat begini.
"Sini duduk, ngapain ngelamun di sana?" Panggil mama mertuaku sambil menepuk kasur di sebelahnya.
Aku berjalan menuju ranjang mama, lalu menyalami mama tanda aku masih menghormati beliau.
"Ma maaf aku mau cerita."
"Cerita saja, ada apa?"
"Sebelumnya aku minta maaf ma aku bercerai dengan mas Romi." Ucapku dengan ragu.
"Apakah kamu sudah tau bahwa Romi berselingkuh?" Tanyanya mama tanpa ada kekagetan di wajahnya.
Dengan Mamw bertanya seperti ini maka aku bisa menyimpulkan bahwa mama tau tentang perselingkuhan ini.
"Apakah mama tau tentang ini?" Tanyaku kepada mama.
"Mama rasa kamu juga tau bahwa semua orang yang di rumah kamu tau tentang ini, jika mereka saja menyembunyikannya, apa ada alasan mama untuk memberi tau kamu." Ucap mama mertuaku.
Menurutku ucapan mama mertuaku ada benarnya. Akan tetapi setidaknya beliaulah yang membela aku jika semua keluargaku menyembunyikan semua.
"Tapi ma..."
"Saran mama, kamu yang harus introspeksi diri, mungkin kamu kurang menarik lagi makanya suami kamu selingkuh, lagian pasti adik kamu yang goda Romi, mana ada kucing menolak di kasih ikan asin gratis." Ucap mama mertua membuatku sakit hati.
Ucapan mama mertua seolah-olah anaknya tidak salah sama sekali.
"Keluarga kamu itu tidak ada yang benar, yang penting tinggal di tempat yang aman, dan duit masih mengalir."
"Ma, terserah apapun pendapat mama tentang keluarga aku, yang aku mau ma, tolong bantu aku mengambil anak - anak." Ucapku menahan diri untuk tidak emosi.
"Jangan mimpi kamu bawa anak-anak, mau kamu kasih makan apa mereka?" Tanya mama mertuaku.
"Aku sudah bekerja ma, aku bisa menafkahi mereka."
"Apa pekerjaan kamu? Masa cepat sekali dapat kerja."
"Aku bekerja sebagai asisten rumah tangga."
"Hahahahha, jadi asisten rumah tangga aja kamu sudah ingin membawa anak-anak kamu, kamu kira kamu bisa membiayai mereka, kamu mau buat mereka sengsara hidup bersama mereka."
"Ma, mereka pasti paham ma asal bersama aku."
"Kata siapa? Atau kamu sengaja membawa mereka agar kamu masih mendapatkan uang tunjangan dari mantan suami kamu, ah nggak heran lagi, kan kalian satu keluarga sama saja, semua matre." Ucap mama mertuaku.
"Ma kenapa mama berpikir seperti itu? Aku tidak ada niat untuk meminta uang tunjangan apapun dari mas Romi, tapi ma mas Romi memang wajib menafkahi mereka."
"Nah jika masih Romi yang nafkahi maka biarkan saja mereka sama papanya, lagian sebenarnya mama lebih setuju Romi sama adik kamu, dia masih bergaya dan cocok jika jalan mendampingi Romi, nah kamu, hari - hari bajunya ketinggalan zaman." Ucap mama mertuaku semakin membuat aku sakit hati.
"Tapi jika mama mau, Romi meninggalkan adik kamu juga, maunya mama carikan wanita yang tidak matre seperti dia."
"Saya rasa saya tidak punya waktu mendengarkan ide mama, maaf ma aku permisi, terima kasih atas waktunya." Ucapku lalu bangkit dari duduk dan berjalan meninggalkan rumah itu.
Percuma datang ke sini meminta bantuan. Inilah asli wujud mama mertua aku yang sebenarnya.
Aku kembali naik angkot menuju rumah mantan suami aku. Aku tidak akan menuntut harta gono-gini sepersenpun.Bagiku di mudahkan proses perceraian saja sudah Alhamdulillah.
Aku baru saja turun dari mobil angkot. Aku berjalan selama 5 menit agar sampai di rumah tujuan. Aku melihat ada seorang penjaga rumah yang berdiri di gerbang.
"Sejak kapan ada penjaga rumah?" Tanyaku pada diri sendiri.
"Pak aku mau bertemu anak-anakku."
"Maaf Bu, ibu di larang masuk dan bertemu anak-anak." Ucap penjaga gerbang itu.
"Aku punya hak bertemu mereka, kamu tau siapa aku kan?" Tanyaku agak emosi.
"Mohon kerja samanya Bu, saya tau bahwa ibu adalah mantannya pak Romi, dan pak Romi melarang saya agar ibu tidak masuk kedalam rumah." Ucapnya menjelaskan.
Aku tidak pernah terpikirkan bawah mas Romi akan bertindak secepat ini. Aku tidak tau lagi harus bagaimana. Aku tau bahwa anak-anak ada di rumah karena ini adalah hari Sabtu.
"Geby, Aiman ini mama nak, mama di luar." Teriakku sekencang mungkin.
Aku yakin bahwa mereka akan mendengar teriakkanku.
"Ayo keluar nak, bertemu mama, percaya sama mama, mama sayang sama kalian, mama tidak pernah meninggalkan kalian." Teriakku sambil menangis.
Aku sudah tidak tau lagi apa yang harus ku perbuat. Mereka akan memisahkan aku dengan anak -anakku.
"Ya Allah, kenapa semua seperti ini?" Tangisku semakin deras.
"Nak, siapapun yang memisahkan kita, kalian jangan pernah membenci mama, karena mama sayang sama kalian." Teriakku.
Aku terduduk di depan pintu gerbang yang masih dalam tertutup. Aku tidak punya tenaga untuk bangkit lagi. Semua pertahanan diriku remuk.
Aku menangis sejadi-jadinya. Bagiku ini kehancuran hidupku yang paling dalam. Kalian bayangkan perasaa'yang baru mengetahui suami berselingkuh dengan adik dan di dukung oleh keluargaku. Dan saat ini mereka masih belum puas untuk tidak menyakiti aku.Mereka yang berduit ingin memisahkan aku dengan anak-anak.
Semua sangat menyakitkan. Aku mencoba lagi untuk berteriak memanggil nama anakku sampai suara ini serak. Namun tidak ada tanda-tanda anakku keluar.
"Ya Allah ujian seperti apa ini? kuatkan aku ya Allah, ampunilah dosa - dosa mereka yang dzolim ya Allah."
Aku menangis sambil duduk di depan pagar. Bibirku terus memanggil anakku. Sampai akhirnya datang satpam perumahan.
Aku berpikir mereka akan membantuku. Namun ternyata aku salah. Mereka mengusir aku karena mendapat laporan dan di anggap menganggu kenyamanan tuan rumah.
Aku pergi sambil berzikir supaya hatiku tenang. Aku tau hanya Allah tempat aku meminta pertolongan.
"Rabbana Laa ilaaha illa Anta, subhanaka innii kuntu minaz zalimim."
Aku membacanya berkali-kali agar hatiku bisa tenang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Anonymous
kasihan shena
2023-03-20
0