Tibalah di mana hari pernikahan disiapkan.
Gadis malang itu melamun di dalam mobil yang sedang berjalan. Dengan balutan gaun pernikahan indah, berwarna putih, senada dengan jilbab yang ia kenakan melambangkan kesucian sebuah cinta.
Di depan masjid Pingkan menuruni mobil sedan bergaya klasik dengan anggun, membawa sarung tangan putih nan indah yang membalut tangannya.
"Hari ini aku menikah yang kedua kalinya, tidak ada saudara, teman baik, tidak ada perpisahan dengan orang tua. Bahkan tidak ada cinta." Ucap Pingkan di dalam hati meratapi nasib yang dia alami.
Setelah pernikahan ijab kabul. Dimana Pingkan tidak di perkenankan melihat sang suami, karena sebuah peraturan dimana sebagian syariat Islam di terapkan atau hanya sebuah rencana terselubung dari sebuah rencana, Pingkan berada di sebuah kamar pengantin tanpa pernak - pernik layaknya kamar pengantin.
"Ah aku lapar." Ucap Pingkan yang duduk di kasur masih dengan balutan baju pengantin kumplit dengan hijabnya.
"Aku akan pergi mencari makanan dulu." Pingkan bergegas keluar kamar mencari makanan.
"Ah aku dengar nyonya muda sangat cantik dia juga berhijab." Suara lirih pelayan yang membicarakan Pingkan.
"Iya dia sangat cantik, tapi sayang dia akan segera mati. Karna sebuah kutukan yang sudah tertanam di keluarga Pramono ini" Jawab pelayan yang satunya.
"A...a...apa, aku akan segera mati." Pingkan kaget bukan kepalang mendengar pembicaraan dia pelayan muda yang di temuinya.
"Hati- hati nyonya muda bisa dengar!" Pelayan berambut pendek menutup mulut pelayan berambut panjang menggunakan tangannya.
"Bagaimana mungkin nyonya di kamarnya, dia tidak mungkin dengar, kutukan itu hanya berlaku untuk istri pertama saja!" Pelayan berambut panjang membuang tangan pelayan berambut pendek yang menutupi mulutnya.
"Iya ya ini bukan rahasia besar lagi, semua sudah tahu. Kita tinggal di daerah Jawa masih kental dengan namanya kutukan santet dan ilmu sihir" pelayan berambut pendek membenarkan ucapan pelayan berambut panjang.
"Nyonya muda seorang janda, bukanya ayah nyonya muda mengorbankan Nyonya muda, sebagai pengorbanan tanda tangan bisnisnya?" Ucap pelayan berambut pendek memelas melihat nasib Pingkan.
"Iya jika bukan karena fakta nyonya muda pertama akan mendapat kutukan meninggal muda dengan cara mengenaskan, tuan muda kita pasti sudah menikah dengan nona Siva." Ocehan para pelayan masih berlanjut dengan asiknya.
"Hais tuan sungguh romantis di barengi dengan keji, dia mencari tumbal untuk menikahi nona Siva." para pelayan mengobrol dengan adik tanpa tau Pingkan mendengarkannya di balik tembok lorong.
"Jadi aku hanyalah TUMBAL!" Pingkan Schok berat mendengar ocehan dua pelayan muda itu, Pingkan memegang erat kedua kepalanya.
Pingkan kembali ke kamar dengan wajah dan tatapan kosong, rasa laparnya pun hilang sirna tanpa jejak.
"Hah jadi aku hanya di manfaatkan sebagai tumbal?" Pingkan menangis di pojokan dengan menekuk kaki serta kepalanya meratapi hidupnya.
"Ayahku sendiri bahkan menginginkanku mati." Ucapa Pingkan di dalam hati serasa ingin menyerah tetapi dia terbayang penghianatan suami ayah, adik tirinya beserta ibu tirinya dia bangkit dari duduknya.
"Tidak aku harus tetap hidup untuk membalas dendam." Ucap Pingkan menyemangati dirinya sendiri.
Di lantai bawah.
"Tuan muda nyonya muda ada di atas." Ucap salah satu pelayan menyambut tuanya.
"Ah dia datang." Pingkan dengan segera menghapus air matanya dengan kedua tangannya, kemudian kembali duduk di kasur seperti pertama kali dia masuk kamar.
"Jika kamu lapar, turunlah untuk makan." suara berat laki - laki tampan membuka pintu kamar dia Gizo Pramono, suami Pingkan.
"Kamu bisa menggunakan keperluan sehari-hari di rumah ini." suara yang acuh tanpa melihat Pingkan.
"Tapi beberapa barang jangan kau sentuh." Suara yang tadinya acuh dan datar berubah menjadi tinggi.
"Barang apa yang tidak boleh kusentuh." Jawab Pingkan dengan tertawa pahit.
"Apakah karena jika aku mati barang yang aku sentuh akan membawa sial." Senyum yang pahitpun berubah menjadi tangis yang menyakitkan.
"Bukan itu maksudku." Ucap Gizo dengan muda dan nada bersalah.
"Tidak apa - apa, jangan menghiburku, yang terpenting aku akan segera mati kan." Ucap Pingkan dengan tegar.
"Apa yang sebenarnya kamu ketahui." Gizo memasang wajah marah dan tatapan tajam kepada Pingkan.
"Aku ingin bercerai." Ucap Pingkan mengabaikan pertanyaan Gizo.
"Apa kamu bilang, katakan lagi." Ucap Gizo kesal menghampiri Pingkan dengan menunjukan kepalanya sangat dekat dengan Pingkan, membuat Pingkan tidak nyaman walaupun mereka sudah menikah.
"Engg..." Pingkan menjauh kebelang menghindari Gizo.
"Aku ingin bercerai!!!!!." Dengan sekuat tenaga Pingkan berteriak memberanikan diri.
"Apa kamu punya tempat pergi setelah bercerai?" tanya Gizo dengan mengerutkan kedua alisnya.
"Ah benar aku tidak punya tempat tinggal, maupun teman, selama ini aku hanya menuruti dan patuh kepada suami." Ucap Pingkan di dalam hati.
"Nah itulah sebabnya kamu harus menjalankan peranmu." Ucap Gizo sembari meninggalkan Pingkan dengan muka masamnya.
"Hahaha, Setidaknya kamu benar, jika aku di sini aku akan mati dengan keadaan baik." Pingkan menjawab dengan tertawa pahit menghibur diri.
" Kenapa aku sedikit kasihan dengan perempuan itu." Ucap Gizo dalam hati melihat Pingkan dalam kepalsuan.
"Baiklah tuan muda anda akan masuk kekamar atau mau pergi, aku ingin berganti baju sebelum mati, mohon tutup pintunya." Ucap Pingkan dengan nada di buat - buat menutupi kesedihannya.
"Ah aku akan mengambil barangku dulu." Gizo kembali kekamar dengan menutup pintu.
"Asihh, jilbab ini sungguh sulit,aku akan melepaskan gaunku dulu." Ucap Pingkan tanpa memperhatikan Gizo karena Pingkan tidak sadar masih ada Gizo didalam.
"Aku bantu." Gizo tanpa basa basi langsung membantu Pingkan.
"sreeekkkk..." Resreting gaun Pingkan terbuka tanpa persetujuan Pingkan.
"ahh.." Gizo dengan mulut mengangga melihat punggung Pingkan penuh dengan lebam dan bekas luka.
"Apakah kamu sudah cukup melihatnya tuan." Ucap Pingkan dengan ramah menyindir Gizo yang memandanginya tanpa berkedip.
"Ah baiklah, kamu istirahat aku akan keluar." Gizo dengan wajah memerah keluar dari kamar.
"Ah sudah punya suami malam pertama masih menderita seperti ini, tidak ada bantuan melepaskan hijabku." Keluh Pingkan dengan nasibnya.
"Ahkk... nikmatnya." Setelah beberapa saat kemudian Pingkan mengenakan dres tidur masih lengkap dengan hijab sederhanya, menjatuhkan diri di kasur yang empuk.
"Tok ...tok...tok." Suara orang mengetuk pintu.
" Siapa itu?." Ucap Pingkan dengan reflek duduk kembali di atas kasur.
"Nyonya muda tuan Muda memerintahkan membawakan makanan untuk anda." Ucap pelayan di luar pintu dengan satu set makanan lengkap.
"Masuklah." Pingkan membukakan pintu kamarnya mempersilahkan pelayan masuk
"Nyonya?" Pelayan meletakan makanan di atas meja. Setelahnya akan mempersilahkan Pingkan makan tapi pelayan itu malah terkejut, melihat Pingkan meneteskan air matanya.
"Nyonya ,ada apa?" Tanya pelayan yang kebingungan.
"Tidak ada apa - apa kamu boleh pergi." Ucap Pingkan sembari menyeka air matanya dengan kedua tangannya.
"Baik nyonya, permisi." Pelayan dengan muka bingungnya pamit undur diri.
"Ini adalah pertama kalinya ada orang yang peduli padaku tanpa aku minta." Ucap Pingkan di dalam hati menangis terharu.
Gadis malang itu teringat kehidupan masalalunya, dengan mantan suami.
Jam menunjukan Pukul 09.00 dirumah. Pingkan dengan mantan suaminya.
"Lihat apa yang kamu siapkan untuk suamimu!" Teriakan Yudha di tengah malam.
"Siapa yang akan makan, sayur bening jam segini." Ucap Yudha marah dengan Pingkan karena makan malamnya tidak sesuai ekspektasi Yudha.
"Maafkan aku, aku lihat kamu lelah, aku ingin memberimu sup." Ucap Pingkan sambil menangis.
Dimasa lalu Yudha tidak pernah peduli dengan Pingkan walaupun hanya sebuah makanan kecil pun, tapi Pingkan sangat berbakti dengan Yudha suaminya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments