"Kejam sekali untuk membunuh seorang wanita cantik sepertiku hanya karena siluman."
"Aku akan berterima kasih jika kau bisa bangun dari atasku."
"Apa master mengatakan sesuatu?"
Jelas sekali dia berpura-pura untuk tidak mendengarnya selagi meraba-raba tubuh Ardhi.
"Master."
"Kenapa kau memanggilku master?"
"Karena Anda pemilikku yang baru jadi secara otomatis aku jadi milik anda."
(Bagus Ardhi... sikat, dia montok, buat dia kelelahan sampai tidak bisa bangun untuk beberapa waktu)
(Anda terdengar sangat liar)
(Muuu... kau ini pria kan, ketika ada makanan di depanmu, kau tidak boleh menyiakannya)
Ardhi hanya bisa mengerenyitkan alis.
"Jadi kenapa kau malah menunjukkan wujudmu padaku, bukannya pada pahlawan kau tidak melakukannya."
"Itu karena aku menyukai master, jika pahlawan aku membencinya... aku bisa melihat aura seseorang karena itulah bagiku master memiliki aura yang indah."
"Aku tidak mengerti, bagaimana kelihatannya auraku?"
"Seperti pelangi."
"Pelangi kah?"
Ardhi membayangkan dirinya yang berlarian di padang rumput dengan pelangi di atas kepalanya. Tepat saat itu Latifa telah mengetuk pintu kamarnya.
"Ardhi yang lainnya sudah menung.. tunggu, aku mencium aroma wanita asing di kamarmu."
"Dia itu cihuahua kah."
"Suara wanita, Ardhi tolong bukan pintunya."
"Sebentar."
Latifa menggunakan penjepit kertas dan ia membuka pintu dengan mudah.
"Dia bisa membuka pintunya!"
Latifa melihat bagaimana seorang wanita telah menindih Ardhi, tanpa ampun dia menepis tubuh wanita yang tidak dikenalnya dan langsung memeriksa Ardhi.
"Tunggu, apa yang kau lakukan? Berhentilah meloroti celanaku."
"Aku harus memeriksanya."
Keduanya berhenti bergerak saat melihat bagaimana Yuki yang terduduk di lantai mengeluarkan udara dingin.
Lalu dia menangis.
"Heh? Itu anu.. aku tidak bermaksud."
"Dia wujud asli pedang es yang aku bawa."
"Seorang wanita."
"Pendeta seram."
"Aku minta maaf."
Latifa buru-buru memeluknya selagi mengelus kepalanya. wajahnya tampak lembut sebelum berubah kembali.
"Ngomong-ngomong aku belum memeriksa bagian bawahmu, cepat tunjukan."
"Kenapa?"
Kalau ada sihir untuk melupakan suatu kejadian Ardhi jelas akan menggunakannya saat ini.
Membawa tujuh pedang akan terlihat merepotkan karenanya Ardhi menyimpan salah satu pedang hitamnya dan menggantinya dengan pedang es.
"Begini sudah cukup."
Latifa yang sejak tadi menunggu Ardhi selesai mengganti pakaian tampak mengembungkan pipinya. Berurusan dengan pelayan sudah merepotkan dan sekarang ada satu lagi yang cukup dekat dengan Ardhi.
"Aku sudah selesai, mari pergi... Latifa, apa ada sesuatu?"
"Bukan apa-apa."
Latifa berjalan lebih dulu diikuti oleh Ardhi di belakang, ketika mereka keluar bangunan sebuah pesta perayaan telah digelar meriah.
"Haha mas Ardhi kemarilah, mari minum."
"Benar-benar."
Ardhi hanya duduk dan ia hanya menerima minuman dari sari buah-buahan untuk minum bersama penduduk desa.
"Sudah sekian lama akhirnya ada yang membawa pedang tersebut, kami sangat bersyukur."
Latifa menyela.
"Sepertinya kalian tidak marah?"
"Tentu saja, dibanding siapapun kami tahu pedang itu pasti sudah terlalu kesepian di sana.. penduduk desa sempat memikirkan untuk mengambilnya sayangnya kami tidak berani untuk naik."
"Mengingat monster seperti yang kami temui jelas sekali."
Risa, Mery dan juga Nisa tampak sedang makan-makan seperti orang kesurupan.
"Mereka benar-benar tak bisa menahan diri."
"Kalau begitu bersulang untuk kemajuan desa."
"Bersulang."
Ardhi menatap daging di depannya, dia berpikir mungkin bisa membawanya ke alam mimpi untuk dimakan oleh dewi.
Walau dia mencobanya dengan tidur bersama makanan hal itu tetap saja gagal. Di dalam mimpi Naya menertawainya.
"Haha jelas sekali hal seperti itu tidak bisa dilakukan, tapi aku senang bahwa Ardhi memikirkanku haha."
"Berisik."
Dewi ini terkadang memang ngeselin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments