Sontak Akifa menoleh kearah Dylan dengan tatapan heran dan terkejut. What! Bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu pada anak kecil.
Dan rupanya bukan hanya Akifa yang menoleh kearah Dylan, namun beberapa staf rumah sakit yang juga ada disana menoleh tak percaya pada atasan mereka.
Sejaka kapan sang direktur menikah??? Itulah kira-kira pertanyaan yang ada didalam pikiran mereka.
Mereka memang tidak mengetahui pernikahan Dylan dan juga Indah, walaupun mereka berdua Bekerja di tempat yang sama. Entahlah mengapa mereka tak tau?
“Jangan bohong om doktel. Kata mama, om doktel belum menikah.”
Semakin heranlah Akifa tatkala mendengar perkataan anak kecil tersebut. Mengapa bisa? Bukannya sebelum menikah dengannya, Dylan sudah lebih dulu mempersunting sang kakak?
“Tidak bohong, Fer. Memang benar kok om dokter udah nikah, tapi baru satu Minggu yang lalu jadi Fer sama mama Fer belum tau.”
Pipi Fer menggembung “Tapi Fel gak mau makan kalau gak di temanin kakak cantik.” ia mendengus di akhir kalimat sembari bersedekap dada dan membuang muka kesamping.
Sungguh tingkah Fer malah mengingatkan Dylan pada adik kembarnya saat kecil dulu.
Baru saja Dylan akan mengatakan sesuatu, Akifa sudah mendahuluinya “hmn namanya siapa sayang?” Tanya Akifa sembari jongkok di hadapan Fer
Fer melirik sekilas “Fel.” Jawabnya singkat lalu kembali membuang muka
Akifa tersenyum manis “Kenalin kakak Akifa, panggil ajah kak Ifa. Jadi, Fer mau gak temanin kakak sama om dokter makan siang?”
Fer lantas menoleh dengan wajah berbinar “Mau.. mau.. mau..” Sangking girangnya ia bahkan melompat-lompat di tempat duduk membuat pipinya yang tembem ikut naik turun
“Ihh gemassss.” Mencubit pelan pipi Fer yang sangat lembut
Fer tertawa geli lantas turun dari tempat duduk kemudian menggandeng tangan Akifa. Mereka berdua jalan terlebih dahulu meninggalkan Dylan yang menatap mereka berdua tak percaya.
Ia menggeleng pelan lalu tertawa kecil dan tawanya itu berhasil membuat orang-orang disana termangu. Belum pernah mereka melihat tawa direktur rumah sakit tersebut tertawa.
Bukan hanya itu, tapi mereka mulai merekap wajah Akifa. Tapi, sejak kapan Dylan menikah? Itulah pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban.
“Kalian mau kemana?” Pertanyaan Dylan berhasil membuat langkah Akifa dan Fer terdiam
“Oh iya, kita mau makan dimana?” Akifa tersadar dan akhirnya bertanya
“Di luangan om doktel, kakak Ifa.” Seru Fer bersemangat
Dylan tersenyum “Benar, ayo kita pergi.”
Akifa terdiam, ia termangu melihat Dylan yang tersenyum kepadanya. Sangat tampan, benar-benar tampan.
Ia tersentak saat merasakan kedua tangannya tertarik. Ia melihat Dylan dan juga Fer tengah menarik tangan nya. Ia tersenyum kepada Fer tapi Terdengar canggung ke arah Dylan, kemudian melirik tangan nya yang di genggam Dylan
“Apa yang kau pikirkan. Ayo!”
“A.. ah i.. iya.” Ia jadi gelagapan
Mereka bertiga berjalan beriringan dengan Akifa di tengah. Sungguh terlihat seperti keluarga harmonis
Sesampainya di ruangan Dylan mereka bertiga segera duduk di sofa dengan Fer di tengah.
“Wahhh apa kakak cantik yang buat?” Mata Fer berbinar melihat makanan yang dibawa Akifa
Akifa mengangguk “Iya, ayo kita makan sama-sama.”
Mereka pun makan dengan harmonis dan penuh canda tawa tanpa ada kecanggungan. Sungguh langkah
.........
Akifa masih tidak percaya dengan apa yang terjadi tadi siang saat mereka makan siang.
“Aghhhhh sebenarnya apa yang aku lakukan tadi!” Menutup wajah menggunakan kedua tangan
“Tapi, mas Dylan tambah ganteng kalau senyum. Tadi ajah kami udah kaya jadi keluarga harmonis. Eh! Ihhh apa sih!! Ada-ada ajah aku. Keluar dari pikiran ku!!!” Memukul-mukul kepala mencoba menghilangkan wajah Dylan yang tersenyum lebar tadi siang.
“Tenanglah Ifa, bukannya kalian memang suami istri.” Ia terdiam ketika mengingat sesuatu
“Kenapa orang-orang rumah sakit mengira mas Dylan masih lajang? Kok bisa? Apa mbak Indah gak keberatan atau mas Dylan gak mengumumkan nya?” gumam Akifa memutar otak
Saat sedang asik memutar otak, ia tersentak saat ponselnya berdering
“Mbak Indah?” Lirihnya saat melihat siapa yang menelpon lalu menggeser tombol hijau ke kiri
“Halo? Assalamu'alaikum mbak.”
“Wa'alaikum salam. Gimana kabar mu dek?”
“Alhamdulillah baik, mbak sendiri gimana? Semoga baik yah. Kalau enggak nanti aku seret balik ke indo loh.”
Terdengar tawa geli dari seberang “Baik.. baik.. gimana hubungan mu dengan Dylan? Ada kemajuan?”
Akifa Mendengus “Semangat bangat mbak membuat hubungan ku dengan mas Dylan dekat ya. Kapan mbak pulang?”
“Namanya juga kalian sekarang suami istri. Mbak belum tau kapan pulang. Bisa jadi bulan depan atau tiga bulan lagi.”
Aki menghela nafas panjang “Yaudah deh mbak. Aku mau ngerja skripsi dulu, masih nyari bahan jadi pusing.”
“Iya semangat ya. Oh yah jangan bantah perkataan Dylan, lakukan..__”
“Astagfirullah mbak, iya. Setiap nelpon pasti itu-itu mulu. Tenang ajah, tadi ajah Aku pergi antarin makan siang ke tempat kerja mas Dylan. Aku tau kok gimana caranya jadi istri yang baik. Udah yah Assalamu'alaikum.”
Setelah mendapat balasan salam dari seberang, Akifa pun mematin sambungan telepon. Ia membaringkan badan menatap langit-langit kamar sebelum kembali terduduk dan lanjut menyelesaikan skripsinya.
Tak terasa sudah hampir dua jam Akifa memandangi layar laptop, mata mulai perih saat ia berkedip “Selesaikan besok saja.” Gumamnya
Setelah merapikan barang-barang, Akifa hendak tidur. Namun belum sempat ia masuk kedalam selimut, pintu kamar di ketuk dari luar
“Siapa yah?” Gumam Akifa. Ia melihat jam dinding yang sudah menunjuk angka sepuluh malam
Dengan sangat terpaksa Akifa meninggalkan ranjang untuk membuka pintu.
Ceklek..
“Eh?! Mas Dylan.” Ia tersentak saat mendapati Dylan sudah berdiri dengan wajah khas nya didepan pintu. Ia tiba-tiba merasa canggung
“A.. ada apa mas?”
“Boleh aku masuk?”
“Ya? Ah! Silahkan.” Walaupun sedikit heran, Akifa tetap menepi memberia jalan pada Dylan untuk masuk
Ia kembali bertanya-tanya dalam hati saat Dylan berjalan menuju tempat tidur
“Loh mas, mas ngapain disini?”
“Apalagi, aku mau mengambil hak ku.”
Deg...
Jantung Akifa terpacu hebat mendengar penuturan Dylan yang terkesan santai namun maknanya sungguh sangat dalam
“Ma.. maksud mas?”
“Seperti kesepakatan dulu. Aku akan datang kapan saja saat aku ingin mengambil hak ku, dan sekarang Indah tidak ada. Jadi, tidak ada yang salah ‘kan?”
Akifa terdiam membenarkan. Ia ingin membantah namun yang dikatakan Dylan benar adanya. Ingin menolak, tapi takut dosa.
Jadi, apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia menyerahkan kesuciannya malam ini kepada suaminya?
“Apa yang kau lakukan? Berudhu dulu. Aku sudah berudhu, sekarang giliran mu.” Sepertinya Dylan benar-benar sudah menyiapkan rencana ini jauh-jauh hari. Terlihat dari ia yang sudah mengantisipasi keadaan
Akifa hanya mengangguk kecil lalu berlalu menuju kamar mandi untuk berudhu. Di dalam kamar mandi, selesai berudhu Akifa memandang pantulan wajah dihadapan cermin
“Gila! Ini gila!!! Ba.. bagaimana ini.” Mondar-mandir di depan cermin sembari menggigit ujung kuku jempol nya. Ia merasa cemas
“Ifa.. pikir Ifa. Aduh gimana nih, pikiran aku bleng...” Mengacak-acak rambut sambil menghentakkan kakinya
Ia berhenti “Tunggu, bukannya lebih cepat lebih baik. Iya, tenang ajah Fa, dia suamimu. Anggap ajah angin lalu. Ngakang tutup mata,. biarkan mas Dylan yang kerja habis itu selesai.”
Mengambil nafas dalam-dalam lalu membuangnya perlahan. “Ngakang, tutup mata biarkan mas Dylan yang bekerja habis itu selesai.”
Ia perlahan keluar dari kamar mandi “Ngakang, tutup mata biarkan mas Dylan yang bekerja habis itu selesai.” Ia selalu menggumam kan hal tersebut.
Ngakang, tutup mata biarkan mas Dylan yang bekerja habis itu selesai. Mantra yang baru-baru saja ia buat.
.
.
TBC
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian like komen and vote ya 🙃
...Subscribe woi 🙂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Hanipah Fitri
😆😆😆😆 lucu banget
2023-11-11
0
Aida Murni
ha ha Ha. jadi geli. ngangkang tutup mata. biarkanad Dylan yg bekerja. pikirnya sesederhana itu.
2023-10-24
0
Riyanti Riri
maksud kak author itu berwudhu kan bukan berudhu.. , klo berudhu itu klo gak salah anak katak yg msh kecil2
2023-04-10
2