“Tidak! Jangan sentuh aku!”
Jeritan frustasi itu keluar begitu saja dari bibir Starla saat ia merasakan dinginnya udara kamar yang langsung menyapa pahanya yang terbuka. Skylar baru saja menyingkap dress yang dikenakannya. Tidak, bukan hanya itu, pria itu bahkan sudah berhasil melepaskan sesuatu yang menutupi pusat tubuhnya dengan mudah.
Bagaimanapun kerasnya Starla meronta, tetap saja dia tidak bisa melawan kekuatan pria iblis itu, dia tetap benar-benar dilecehkan sedemikian rupa.
Pria itu benar-benar gelap mata. Ia tidak akan pernah peduli lagi terhadap apa pun yang terjadi pada gadis itu setelah ini. Keputusannya untuk menghancurkan Starla sudah bulat. Skylar kini telah berkutat dengan ikat pinggang dan juga celananya lalu mengeluarkan miliknya dari dalam sana sembari berlutut, mengambil posisi yang pas di sela paha Starla. Sesekali menahan pundak gadis itu, memaksanya agar tetap berbaring ketika gadis itu mencoba bangkit.
"Tidak … jangan lakukan itu! Jangan sentuh aku. Please … aku mohon!"
Starla terus merintih memohon, berharap sedikit saja pria itu memiliki hati nurani dan rasa kasihan sehingga mau melepaskannya dan tidak melanjutkan kegiatan menjijikkannya. Sungguh, Starla benar-benar ketakutan pada pria itu.
Skylar tidak lagi memperdulikan jeritan frustasi itu. Ia tetap membuka paha Starla lebar-lebar, tangan-tangannya yang besar dan kuat sungguh tidak mampu membuat Starla untuk menggerakkan kakinya. Pria itu lalu mengarahkan miliknya pintu gerbang kenikmatan milik gadis yang tengah mencoba melawannya itu walaupun terkesan sia-sia. Skylar mulai mendorong masuk tubuhnya, mengabaikan Starla yang sudah siap atau tidak.
Gadis malang itu semakin menjerit ketika ia merasakan Skylar yang tengah berusaha menerobos masuk ke dalam dirinya. Suara jeritan kesakitannya menggema di dalam kamar luas itu, begitu sangat memekakkan telinga bagi siapa saja yang mendengarnya. Namun, tidak dengan Skylar. Baginya suara itu bagaikan alunan musik merdu, terdengar menggairahkan. Dan itulah yang diinginkan Skylar, membuat Starla gila akan perlakuannya.
Sungguh, Starla tidak bisa lagi berbuat apa-apa selain berteriak memohon kepada Skylar untuk berhenti, walau ia tahu bahwa pria bengis itu tak akan dengan mudah memenuhi permintaannya. Kedua tangannya yang terikat membuat ia tidak mampu melawan atau meremas sesuatu sebagai pelampiasan atas rasa sakit yang dirasakannya. Starla hanya bisa menekuk kuat jari-jari kakinya ketika ia merasakan tubuh Skylar yang masih berusaha menghancurkannya di bawah sana.
"Oh, sial. Kau benar-benar nikmat."
Pria itu terus mengumpat kasar seraya terus memperlakukan Starla dengan tidak manusiawi. Napasnya terasa berat. Miliknya memang masih setengah masuk, namun kenikmatan yang mencengkeramnya membuatnya tak mampu menahan serangan nikmat yang ia rasakan. Gadis itu terlalu kecil dan sempit untuk tubuhnya yang membengkak.
Tidak ingin berlama-lama lagi. Dengan cepat ia mengangkat kedua kaki Starla dan membukanya lebar-lebar lalu menekuk kaki itu, menekannya ke atas dadanya.
"Sakit … ini benar-benar menyakitkan, Skylar. Hentikan, jangan lakukan itu!"
Dengan usahanya yang kesekian kali, Skylar akhirnya berhasil membenamkan seluruh tubuhnya jauh ke dalam dan menghancurkan pintu penghalang itu. Dan di saat yang bersamaan mata Starla membola sempurna. Bibirnya terbuka, seraya berteriak bahwa apa yang dilakukan Skylar itu benar-benar menyakitinya tubuhnya seakan terbelah dua. Hal itu benar-benar menyakitinya.
"Oh Tuhan! Please … jangan lanjutkan lagi." Starla berteriak lemah dan tersedak air ludahnya sendiri.
Erangan kesakitan itu justru semakin membangkitkan gairah Skylar. Laki-laki itu kemudian melirik ke bawah, melihat tubuhnya yang terbenam sempurna di dalam sana. Ia mulai bergerak dengan kedua tangannya yang menekan kaki Starla untuk membantu menopang tubuhnya sendiri, lalu kembali menghujam dalam dan kasar. Mengabaikan cairan berwarna merah yang mulai mengalir dari tubuh gadis itu. Ia masih terus melakukannya tanpa kelembutan. Sama sekali tidak memikirkan keadaan Starla.
Wanita murahan itu benar-benar ketat, membuatnya harus bekerja keras di setiap gerakannya. Napasnya semakin berat, matanya terpejam menikmati cengkeraman itu.
Gerungan kasar dari mulutnya bahkan tak mampu menggambarkan perasaannya tubuhnya benar-benar membengkak.
"Kau benar-benar akan menjadi wanita murahanku mulai malam ini," ucap Skylar kasar di sela-sela gerakannya.
Pria itu kemudian menggerakkan tubuhnya lebih cepat dan tak terkendali, menekan kaki Starla semakin kuat sehingga gadis yang tengah menangis putus asa di bawahnya itu semakin sulit mengambil pasokan udara untuk dia bernapas. Tubuhnya tersentak hebat akibat gerakan Skylar yang semakin brutal.
"****!"
Skylar menggerung keras ketika puncak kenikmatan itu menjemputnya dengan cepat. Ia mengejang, matanya semakin terpejam erat, lalu tubuhnya yang bersimbah keringat ambruk begitu saja di atas tubuh lemah milik Starla. Kedua tangannya diletakkan di sisi kiri dan kanan kepala gadis itu. Napas panasnya yang memburu menyapu leher jenjang tersebut.
Setelah cukup lama menikmati ******* dahsyat itu, ia menarik tubuhnya dengan kasar, membuat gadis itu terkesiap dan sedikit mengerang. Skylar kemudian bangkit berdiri dan kembali menggunakan celananya, ia melirik gadis berantakan itu yang tengah berusaha bangkit untuk mendudukkan tubuh ringkihnya.
Gadis itu menatap matanya tanpa rasa takut, wajahnya benar-benar terlihat berantakan. Air matanya sudah merembes ke mana-mana.
"Kau pria monster! Kau …." suara gadis itu tercekat di tenggorokannya. "Kau sungguh laki-laki kejam yang pernah aku temui!"
Starla terisak. Napasnya tersengal akibat tangisan yang tak bisa ditahannya lagi. Ia benar-benar merasa frustasi.
Laki-laki yang dijulukinya 'monster' itu hanya bungkam dan mendekat, membuat gadis itu kembali beringsut menjauh. Namun percuma, Skylar sudah kembali menggenggam pergelangan tangannya, lalu membuka ikatan dasi itu sebelum akhirnya kembali berbalik dan melangkah ke arah pintu.
"Kau laki-laki gila! Biadab. Aku membencimu. Aku sungguh membencimu, sialan!" Starla berteriak putus asa, melempar beberapa bantal ke arah Skylar yang tengah berjalan memunggunginya, namun laki-laki itu tetap melangkah dan keluar dari kamar itu, meninggalkan gadis itu sendirian tanpa sepatah kata pun.
Starla memberingsutkan dirinya hingga ke kepala ranjang. Merapikan kembali dress yang dikenakannya dan menatap setitik darah di seprei putih itu yang kemudian membuatnya terisak semakin pilu.
Sungguh, Skylar membuatnya frustasi. Ancaman yang dilontarkan laki-laki itu beberapa hari yang lalu benar adanya, dan dia membuktikannya hari ini, benar-benar membuat Starla hidup seperti di neraka, padahal ini masih awal permainannya.
Ia merasa semuanya hilang hanya dalam sekejap. Skylar telah merenggut kehidupannya. Pria itu merusaknya layaknya perempuan rendahan. Hatinya tak henti-hentinya menghardik perbuatan Skylar padanya. Mereka bahkan belum menikah ketika melakukan perbuatan dosa tak terhitung itu.
Menikah. Ya, menikah.
Mengingat satu kata itu membuatnya semakin terdesak. Bahunya bergetar hebat. Ia memeluk tubuh bergetarnya sendiri, memikirkan nasibnya yang entah akan jadi seperti apa jika Skylar benar-benar melaksanakan pernikahan itu. Starla yakin, pria itu sudah pasti akan melakukan hal yang lebih buruk lagi dari ini.
Oh Tuhan! Apa yang Starla harus lakukan?
****
Setelah malam itu, di mana Skylar memperkosanya dengan brutal, Starla tidak pernah merasa tenang. Starla takut kalau Skylar akan datang dan kembali memperkosanya dengan kejam.
Seperti sebelumnya, jam tidurnya tidak bisa dikatakan normal, terbangun walau hanya suara-suara kecil. Nyalinya menciut mengingat perlakuan Skylar, takut kalau pria itu kembali menyerangnya. Demi tuhan! Itu benar-benar menjijikkan.
Wanita itu menarik napas dalam-dalam, lalu kembali menghembuskannya pelan. Matanya terpejam, menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya yang cantik. Kedua lengannya diletakkan di atas terali besi itu. Tempat ini telah menjadi tempat favoritnya. Di sini dia akan merasa bebas, bebas mengekspresikan segalanya. Bersedih dan memohon agar Tuhan bisa menolong dan membebaskannya dari neraka yang diciptakan oleh Skylar.
Bunyi kunci dan pintu yang dibuka membuat matanya perlahan terbuka, suara decitan itu terdengar dari luar membuatnya waspada dan memilih bersembunyi dibalik pintu balkon.
Skylar yang masuk dan tidak menemukan Starla di dalam kamar kembali menyulut emosinya.
"Starla?" panggilnya dengan nada berteriak. Di balik pintu Starla menggigil ketakutan mendengar suara Skylar yang menggelegar memanggil namanya.
"Kau di mana, huh? Berhenti bermain-main atau kau ingin kembali merasakan apa yang kita lakukan malam itu?" Skylar berjalan ke arah balkon bak predator mengintai mangsanya tak lupa bibirnya membentuk seringai licik saat melihat pergerakan di balik pintu.
"Hup ... kau tertangkap, Sayang."
Tubuh Starla bergetar. Entah mengapa perasaannya semakin tidak enak dengan penampilan Skylar. Apalagi saat melihat tatapan tajam milik pria itu yang bergerak dari ujung kaki hingga kepalanya, lalu kembali menatap matanya. Lelaki terkutuk itu seolah mengamati tubuhnya.
"Jadi kau ingin bermain-main, Star? Kenapa kita tidak bermain saja di atas tempat tidur, itu lebih nikmat dan seru. Bukannya bermain petak umpet seperti anak kecil." Tubuh Starla mundur ketakutan melihat Skylar semakin mendekatinya.
"Aku merindukan tubuh seksi ini, Starla." Skylar lebih mendekat. Langkah Starla seketika terhenti di pinggiran balkon, tubuhnya berhenti kala melihat ke bawah, tidak ada lagi cara untuk menjauh karena Skylar semakin mendekat.
"Berhenti! Jangan mendekat ...." Jantungnya seakan direnggut paksa ketika Skylar melangkah ke arahnya.
Tidak cepat. Sungguh, langkah lelaki itu terlihat santai. Namun, bukan itu yang membuat Starla turut melangkah mundur ketakutan, tetapi wajahnya. Wajah Skylar menggelap, sorot matanya memancarkan kebencian yang sangat mendalam, belum lagi seringai licik yang melengkung sempurna sangat jelas di bibirnya. Benar-benar sangat menyeramkan.
Starla bergantian melihat ke arah balkon dan Skylar, tubuhnya semakin menggigil ketakutan melihat seringaian menakutkan itu. Tidak ada pilihan lain atau Skylar akan kembali melecehkannya. Demi tuhan, lebih baik dia mati daripada malam itu kembali terulang lagi.
Tanpa sadar Starla berteriak, "Aku akan lompat, Skylar!"
Namun, Skylar seolah tidak peduli. Justru dia semakin mendekati Starla dengan langkah pelan namun pasti.
Starla dibuat kelimpungan. "Aku serius, Skylar. Aku akan lompat, jangan mendekat!"
Starla kini menangis, sebenarnya ia sangat takut dengan ketinggian. Dia phobia ketinggian sejak kecil, dan sekarang ia tengah bermain-main dengan phobianya—ketinggian. Terlihat lucu, bukan?
Skylar terkekeh. "Silakan, dan kita lihat bagaimana tubuhmu akan jatuh dan hancur berkeping-keping—pyaarrrrrr ...." Skylar menirukan suara jatuh dan kembali tertawa keras. "Dan aku akan sangat bahagia menyaksikan itu," ucapnya puas.
Sedetik kemudian hati Skylar mencelos, tanpa sadar tangannya terulur menarik Starla yang benar-benar melompat, ancaman yang baru saja dilontarkan bukan sekedar ancaman belaka. Sedetik saja Skylar kalah cepat, wanita itu pasti benar-benar hancur menyentuh lantai di bawah sana.
Skylar menarik Starla ke atas, ia sangat marah kepada wanita itu tetapi lebih marah kepada dirinya sendiri. Entah apa yang merasukinya sehingga menyelamatkan wanita itu, belum satu menit ia berkoar-koar dengan sombongnya akan sangat bahagia kalau Starla benar-benar mati. Namun, lihatlah dirinya sekarang malah menyelamatkan musuhnya dengan perasaan takut. Skylar merasa sangat munafik, sialan!
"Sialan! Apa yang kau lakukan, huh?" Skylar membentak Starla setelah ia berhasil menyelamatkan wanita itu.
Tubuh Starla semakin menggigil, ia baru saja selamat dari kematian. Starla tidak tahu dapat keberanian dari mana dia untuk mencoba bunuh diri, padahal ia phobia ketinggian. Ia sudah membayangkan kalau tubuhnya akan hancur berkeping-keping setelah mendarat di lantai. Tetapi, ternyata ia masih selamat. Dan lucunya, pria iblis itu yang menyelamatkannya. Entah karena alasan apa?
"Jawab aku, sialan!" Skylar maju mencengkeram pundak Starla.
Wanita itu meringis, ketakutannya semakin bertambah. Starla masih syok, tetapi Skylar seperti tidak mengerti akan perasaannya. Demi tuhan, ia baru saja selamat dari kematian, bahkan mengeluarkan satu kata pun ia tidak sanggup. Saat ini yang dibutuhkan Starla, Skylar pergi dan membiarkannya sendiri. Sesuatu yang sama sekali tidak akan dikabulkan oleh Skylar.
"Kenapa kau masih menolongku?" Hanya suara cicitan yang bisa dikeluarkan oleh Starla.
Skylar terdiam, pertanyaan dari Starla pun tidak bisa dijawabnya. Ia saja tidak mengerti kenapa harus menyelamatkan musuhnya yang sangat ingin dibunuhnya, tetapi melihat wanita itu benar-benar akan meregang nyawa di depannya membuatnya ketakutan. Entah karena apa?
"Aku hanya tidak ingin ada yang mati di rumahku." Skylar menjawab dengan suara datar setelah lama terdiam.
Starla mendongak dengan tatapan marah. "Kau seharusnya tidak menolongku. Aku lebih baik mati daripada tetap tinggal bersama monster seperti dirimu," ucap Starla berteriak marah.
Bohong kalau Starla menginginkan mati dengan cara bunuh diri. Ia juga sangat ketakutan, tetapi ia sengaja memberi ancaman terhadap Skylar.
Rahang Skylar kembali mengetat. "Tidak secepat itu, Starla. Kematianmu belum untuk sekarang, ini belum seberapa dibanding apa yang kau lakukan kepada Gaby."
"Sky, tetapi aku benar tidak tahu apa-apa tentang Gaby—"
Dengan kasar Skylar menarik rambut Starla hingga mendongak. "Jangan ucapkan nama adikku dengan mulut kotormu itu, Star! Sialan kau!"
"Bunuh aku, Skylar!"
Skylar kembali gelap mata, ia semakin mencengkeram rambut Starla bahkan mendorong tubuh Starla kembali mendekati terali besi penghalang balkon.
Starla kembali meringis, merasakan rasa perih di kulit kepalanya seakan rambutnya tercabut semua. Terlebih lagi kini Skylar mendorong kepalanya mengarah ke bawah.
Tanpa sadar ia memohon kepada pria iblis itu. " Skylar ... please!"
Skylar sudah gila, apakah pria itu benar-benar akan membunuhnya? Jadi apa maksud dari menyelamatkannya tadi?
Namun, Skylar semakin mendorong kepala Starla, pria itu dapat merasakan tubuh Starla bergetar ketakutan.
"Aku takut, please. Aku mohon lepaskan aku, Skylar!"
Starla kembali menjatuhkan harga dirinya dengan memohon kepada pria monster itu. Tetapi sungguh, ia sangat takut melihat secara langsung betapa tingginya tempat mereka sekarang. Starla tidak yakin kalau ia masih bisa selamat kalau tubuhnya menghempas lantai di bawahnya.
"Jangan pernah lagi menyebut nama Gaby, sialan!" Gerald mendesis di dekat telinga Starla.
"Ya ... iya, Skylar." Starla kembali menangis, sangat membenci dirinya yang kembali tunduk kepada pria itu.
Pria itu menarik dan mendorong tubuh Starla dengan keras membentur tembok di belakang mereka.
Starla terduduk sambil memegangi punggung belakangnya dengan air mata yang terus mengucur, seluruh tubuhnya sakit terlebih dengan hatinya. Ah ... punggungnya pasti akan kembali memar.
"Ingat dua hari lagi kita akan menikah!"
"Aku membencimu! Kau pria biadab yang tak pantas hidup."
"Siap tidak siap kau akan menjadi istriku dan memasuki neraka ciptaanku," desis Skylar dengan nada suara yang datar.
"Biadab, aku tidak akan pernah memaafkanmu, Skylar." Starla berteriak putus asa melihat langkah pria itu yang semakin menjauh meninggalkannya setelah kembali menorehkan luka pada dirinya secara fisik maupun batin.
Starla menunduk menghapus air mata yang sedari tadi tidak berhenti mengalir dengan kasar. Ia membenci dirinya sendiri tetapi lebih membenci pria monster itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments