Mobil hitam itu tampak baru saja berhenti tepat di pekarangan rumah minimalis. Skylar turun dari sana dan menyerahkan kunci kepada seorang pria yang baru saja menghampirinya, sebelum berderap memasuki rumah tersebut.
"Bagaimana?" tanya Skylar pada seorang wanita paruh baya yang baru saja menyambut kedatangannya.
"Dia baik-baik saja, Sir," jawab sang wanita sembari terus mengikuti langkahnya.
Pria itu menapaki anak tangga satu per satu dengan langkah tenang. Di tangan kirinya menggenggam buket bunga. Setelah hampir satu menit kemudian, ia sudah sampai di depan sebuah pintu kamar bercat putih. Pria itu menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan sebelum mengulurkan tangan dan membuka pintu tersebut.
Bibirnya terkulum membentuk senyum tipis namun tulus ketika melihat sosok bidadari yang nampaknya tengah memandangi pemandangan malam di depan jendela besar. Skylar memasuki kamar luas dan remang-remang itu, menghampiri sosok yang tengah duduk di atas kursi roda tersebut. Langkahnya pelan dan tenang dengan senyum tulusnya yang tak pernah lepas di setiap kali ia melangkah.
Dengan perlahan, pria itu berjongkok di hadapan sang Bidadari, menatap lekat wajah cantik nan pucat itu.
"Hai …" katanya dengan nada yang begitu lembut. "Kau merindukanku? Aku membawakan ini untukmu."
Skylar meletakkan bunga tersebut di atas pangkuan gadis itu. Bibir pucatnya tak bergerak sedikit pun untuk menanggapi suara berat milik Skylar. Iris kelamnya bahkan tidak menatap seseorang yang baru saja berbicara padanya. Sorot matanya hanya tertuju pada satu titik yang entah apa di luar sana yang langsung membuat hati Skylar serasa diremas ketika melihat sosok bidadari cantik itu tak merespons perkataannya.
Skylar menggenggam tangan dingin dan ringkih itu sebelum berujar, "Aku akan menikahinya. Ya, gadis itu. Aku harap kau mengizinkanku."
Tangan besar itu terulur mengusap salah satu pipi tirus sang bidadari rapuh yang terlihat menyedihkan itu.
"Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu. Kau harus menungguku, Sayang. Dan kau akan bahagia setelah ini. Aku janji!"
****
"Perintahkan Andreas segera ke ruanganku. Sekarang!"
Skylar memutuskan sambungan telepon setelah mengatakan kalimat perintah tersebut. Ia ingin mencari tahu tentang persiapan pernikahannya yang memang diserahkan pada asisten pribadi sekaligus orang kepercayaannya, Andreas.
Tidak lama kemudian, pintu ruangan kerja akhirnya terbuka dan menampakkan Andreas yang bergerak memasuki ruangannya.
"Ada apa, Mr. Sky?" tanya Andreas setelah sedikit membungkuk hormat.
"Bagaimana persiapan pernikahanku?"
"Semuanya sudah siap, Sir. Pernikahan akan dilaksanakan empat hari lagi."
Skylar mengernyit samar. "Bukankah itu terlalu lama? Ini sudah satu minggu sejak aku memintanya."
Sungguh, Skylar tidak bisa berlama-lama lagi. Seluruh tubuhnya sudah mendesak setengah mati untuk menyiksa gadis sialan yang tengah tersekap di dalam penthouse-nya itu. Ia sudah tidak sabar melihat gadis itu menangisi hidupnya karena kehilangan seluruh kebahagiaan yang ia miliki.
"Maaf, Sir. Kami sudah berusaha secepat mungkin untuk menyiapkan semuanya," ucap Andreas membela diri dari kemarahan tuannya.
Baiklah. Itu bukanlah masalah besar. Empat hari lagi. Hanya sebentar. Skylar akan menunggu momen yang baginya sangat indah itu.
Namun, sesuatu yang direncanakan memang belum tentu bisa terjadi. Seperti halnya Skylar. Ketika ia mengatakan bahwa dia akan menahan diri untuk tidak menyakiti gadis itu sebelum hari pernikahannya terlaksanakan, sungguh tidak terwujud, semuanya hanya dalam pikiran semata. Semua yang dikatakan ketika di kantor tadi, tidak ada yang terbukti.
Pria itu bahkan sudah berdiri tepat di depan kamar Starla, menatap tajam pintu bercat putih gading yang sama sekali tidak bersalah di hadapannya itu. Entah mengapa, wajah gadis sialan itu selalu menghantui pikirannya. Skylar bersumpah bahwa ia sangat membenci wajah itu. Terlebih lagi saat gadis itu mengeluarkan air mata di depannya, sungguh Skylar sangat-sangat membenci Starla.
Jika boleh jujur, Skylar juga tidak mengerti akan perasaannya saat ini. Mengapa dia harus melampiaskan semuanya pada seorang gadis yang bahkan tidak bersalah sama sekali? Gadis yang sesungguhnya bukan pelaku utama atas kejadian yang menimpa adiknya?
Benar kata Xander, seharusnya dia tidak perlu terlalu berlebihan terhadap gadis itu yang sama sekali tidak bersalah itu, karena memang gadis itu sama sekali tidak bersalah. Bersikap kekanakan karena melampiaskan amarahnya kepada gadis lemah seperti Starla, seperti perkataan Xander. Ya, seharusnya memang seperti itu.
Tetapi, entah angin dari arah mana yang seakan menampar kepalanya dengan kuat, menyadarkan dirinya agar tetap melanjutkan sikap bengisnya. Biar bagaimanapun juga, di mata Skylar, gadis itu tetaplah bersalah. Apa pun itu. Starla tetap bersalah karena terlibat dalam masalah Gabriella.
Dengan gerakan cepat, tangannya terulur membuka pintu hingga menimbulkan suara yang membuat Starla memekik kaget. Perempuan yang tengah berbaring di atas ranjang itu lantas bangkit berdiri dengan mata yang terbelalak takut saat melihat Skylar yang melangkah cepat mendekatinya.
"Apa—" Belum sempat Starla menyelesaikan kalimatnya, Skylar tiba-tiba mendorong tubuhnya hingga terempas dengan kasar ke atas tempat tidur, Skylar lalu menempatkan dirinya di sela paha Starla dan sedikit menindih tubuh kecil itu. Tanpa memperdulikan teriakan dengan engahan berat karena gadis itu kesulitan bernapas akibat tindihan dari tubuhnya yang besar. Badan kekarnya yang masih terbalut kemeja putih itu nyaris menutupi sekujur tubuh mungil Starla.
"Lepaskan aku!"
Starla kembali membuka suara, namun suaranya meredam ketika Skylar membungkam mulutnya dengan bibir tipisnya. ******* dan menekannya dengan kasar. Tangan-tangan kecil itu berusaha mendorong dan memukul tubuh besar di atasnya. Tetapi sekuat apa pun tenaganya yang dikeluarkan, Skylar tidak bergeser sedikit pun. Kedua kakinya yang terbuka lebar bergerak liar ke udara.
Kepala Skylar bergerak turun ke leher jenjang Starla setelah melepaskan bibir itu, dan pada saat itu juga teriakan melengking tersebut terdengar, memekakkan telinga. Namun, Skylar tidak peduli. Justru pria itu merasa senang akan invasinya terhadap tubuh lemah di bawahnya itu yang sama sekali tidak bisa melawannya. Pria itu kemudian menghirup aroma khas itu dalam-dalam, menghisap dan menggigitnya sesekali, membuat sang empunya berteriak kesakitan. Tangan besarnya kemudian bergerak menangkup dada gadis itu lalu meremasnya dengan kuat, tanpa meninggalkan wajahnya dari lekukan leher sang gadis.
"Kau akan hancur malam ini," bisiknya seraya merobek dengan kasar gaun tidur yang dikenakan Starla. Ia kemudian menangkap kedua tangan kecil sang gadis lalu menekannya dengan satu tangan ke atas ranjang. Sementara tangan yang lain, berkutat pada dada yang penuh dan padat itu. Gadis itu semakin menjerit frustasi ketika Skylar menarik ********** ke bawah.
Tubuh Starla menegang bersamaan dengan jari-jari kakinya yang tertekuk kuat, juga tangannya yang terkepal erat saat merasakan mulut hangat Skylar yang menyecapi puncak dadanya. Tidak bisa dipungkiri bahwa perasaan aneh itu membuat perasaannya tertahan sejenak. Skylar menghisapnya rakus, sesekali memainkan lidahnya pada benda padat tersebut. Ia terus menggerakkan lidah dan kepalanya, sama sekali tidak memperdulikan permohonan serta tangisan pilu gadis yang berada di bawah tubuhnya itu.
Skylar merasakan Starla yang tak mampu lagi berkutik. Engahan berat yang diiringi oleh isakan itu sama sekali tidak dapat membuat hati Skylar luluh dan menghentikan aksi bejatnya. Kedua tangan gadis itu bahkan sudah tertahan sempurna oleh jemari besarnya di atas kepala Starla.
"Kau akan hancur malam ini, Star!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments