"Kenapa kau membiarkannya pergi, Tuan?"
Andreas sang tangan kanan mengeluarkan argumennya yang sejak tadi ditahan. Dia tahu betul kalau Skylar sengaja datang malam ini tentu saja untuk menangkap dan menghancurkan wanita itu. Tetapi sekarang, kenapa malah dia melepaskan wanita itu untuk kembali melenggang pergi secara cuma-cuma.
Sejak Starla diusir dengan kasar oleh beberapa penjaga klub malam ini, keadaan kembali normal. Musik kembali berdentam, keremangan lampu kembali menambah panas suasana malam ini. Orang-orang kembali turun ke lantai dansa, menari sepuas mereka. Minum-minuman kembali tersaji, dan para wanita-wanita malam kembali menunjukkan pesona mereka. Sedangkan para lelaki hidung belang kini mulai beraksi, mencari kesenangan yang bisa memberinya kenikmatan.
Tetapi berbeda dengan Skylar, pria itu kini hanya bisa berdiam diri dengan satu gelas berisi cairan kekuningan menemani malamnya. Pikirannya masih tertuju ke kejadian tadi, kepada wanita yang dengan berani-berani telah menantangnya. Ia membencinya, ia ingin membunuhnya dengan tangannya sendiri.
"Tuan ...."
"Jangan ganggu aku, Andreas," sela Skylar tak mau diganggu.
Andreas tahu betul tabiat Skylar, kalau sudah seperti ini dia tidak boleh diganggu. Atau kalau nekat, maka nyawanya akan melayang. Oleh karena itu, dia berdiri dari tempatnya, menjauh dan hanya mengamati dari jauh, membiarkan Skylar sendiri dan menenangkan diri.
Kenapa dia membiarkan wanita itu pergi? Pertanyaan itu memang tumpang tindih di kepala Skylar, dia tidak tahu kenapa setelah mengupayakan banyak hal agar malam ini berjalan lancar dan setelah wanita itu sudah berjarak cukup dekat dia malah melepaskannya. Tetapi, setelah mendengar nama Gabriella disebut oleh wanita itu, kemarahan seketika menggelegak dari dalam dirinya. Dan dia tidak akan tahu bagaimana nasib wanita itu di tangannya kalau dia biarkan wanita itu terus berada di sekitarnya. Kemungkinan ajal wanita akan datang lebih cepat menghampiri dengan tangan Skylar.
Skylar berdiri dari tempatnya dengan cepat, melempar gelas dalam genggamannya ke lantai menimbulkan bunyi yang cukup memekakkan telinga. Tetapi kali ini tidak menjadi perhatian, karena Skylar memilih ruangan VIP untuk menenangkan diri kali ini.
"Siapkan mobil, Andreas. Tempat ini tidak bisa lagi memberikan penghiburan," hardik Skylar dengan suara keras sebelum melangkah lebih dulu diikuti Andreas dan beberapa bodyguard di belakangnya.
****
Setelah dipermalukan sedemikian rupa dan mendapatkan pengusiran yang begitu kejam, kini Starla hanya bisa berdiam diri dan meratapi nasibnya di pinggir jalan. Air mata yang sejak tadi mengalir tak juga reda dan semakin meluruh membasahi pipinya. Dia tidak tahu kenapa semesta sangat suka mempermainkan dirinya, hidupnya tidak pernah mendapat ketenangan lagi.
Rentetan-rentetan kejadian yang silih berganti semenjak kematian Arlan. Hidupnya tidak akan pernah lagi sama, dia sendirian, tidak ada lagi yang menjaganya, Arlan sudah pergi meninggalkannya seorang diri penuh penderitaan. Terkadang dia berpikir apa kesalahannya dan Arlan sehingga Tuhan mengujinya sekeras ini, kalau tahu begini kenapa Arlan tidak membawanya pergi bersamanya dan malah meninggalkannya dan membuatnya sendirian di dunia yang begitu kejam ini.
Di tengah-tengah kesedihan yang menderanya, sebuah lampu sorot dari mobil yang tak jauh darinya mengganggunya. Starla mendongak, dan mendapati mobil itu sedikit melambat dan setelah tepat di dekatnya, mobil yang tak dikenalnya itu berhenti tepat di sampingnya.
Perasaan was-was kembali menderanya, apa lagi kali ini? siapa gerangan pemilik mobil yang berhenti di sampingnya. Seketika pikiran tentang pria brengsek itu kembali, apa pria itu belum puas menyakiti dan mempermalukannya ? Sehingga kini dia disusul. Oh Tuhan, Starla mulai ketakutan dengan sesuatu buruk yang bisa saja menimpanya.
Baru saja Starla mengambil ancang-ancang untuk berlari, untuk menghindari sesuatu buruk yang bisa terjadi. Namun, seseorang yang baru turun dari mobil yang cukup dikenalnya itu menggagalkan niatan Starla untuk berlari.
"Mr. Xander," seru Starla dengan ekspresi kaget luar biasa.
"Oh Tuhan! Ternyata kau benar-benar Starla, aku pikir salah orang," ucap Xander berjalan menghampiri wanita itu dengan luar biasa lega.
Starla berusaha menyeka air matanya, menyembunyikan kesedihannya dari Xander.
"Sedang apa di sini?" Mata Xander mengamati tubuh Starla dari atas sampai bawah, dan kedua alisnya mengernyit saat mendapati tampilan Starla yang tidak biasanya. "Dan apa ini ...." ucapnya tidak melanjutkan kalimatnya, merasa kurang sopan mengamati keadaan wanita di depannya yang jauh dari kata baik.
Dengan wajah sembab, seperti habis menangis. Rambut yang sedikit acak-acakan, serta pakaian yang luar biasa seksi, sesuatu yang jauh dari style Starla selama ini. Pertanyaan seketika mengganggu Xander, sedang apa wanita ini di sini dengan pakaian dan tampilan seperti itu?
Starla tentu saja merasa kurang nyaman mendapati tatapan seintens itu. Dia berusaha memperbaiki tatanan rambutnya, menunduk mengamati tampilannya dan menyadari kalau dia belum berganti pakaian. Karena pengusiran itu, dia tidak sempat berganti baju sebelum meninggalkan tempat terkutuk itu.
Kini Starla merasa luar biasa malu kepada Xander. Pria itu pasti sudah berpikiran yang tidak-tidak tentangnya kali ini. Bosnya di perusahaan itu pasti sudah memikirkan kalau dia bukan wanita baik seperti tampilannya selama ini.
"Kau dari mana, Star?" tanya Xander dengan nada menuntut.
Starla tak jua menjawab pertanyaan Xander, dia hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan raut wajah memalukannya. Dia terus berusaha menarik turun rok sebatas pahanya, namun berakhir sia-sia. Dia tetap terbuka di depan Xander dan itu sungguh memalukan.
"Jawa aku, Star!" tuntut Xander kali ini dengan nada yang sedikit tinggi.
"Aku ... aku ...."
Starla hanya bisa terbata-bata dan sama sekali tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Ia tidak tahu apakah ia harus jujur atau bagaimana? Tetapi bagaimana mungkin dia mengatakan permasalahan hidupnya pada bosnya tersebut. Meskipun Starla sudah beberapa kali membawa Xander untuk mengunjungi makam Arlan, tetapi hanya sebatas itu. Starla belum pernah membeberkan sebab dan kenapa Arlan bisa meninggal. Alasannya, karena Starla tidak ingin ada yang tahu permasalahan hidup dan keluarganya.
Dan, Starla juga sangat bersyukur karena Xander juga tidak pernah bertanya, pria itu sangat menghargai privasi hidupnya. Tetapi sekarang ... saat pria itu bertanya, entah kenapa Starla tidak bisa menjawabnya.
"Aku tidak bisa menjawabnya, Mr. Maaf ... ini adalah privasiku," putus Starla kemudian.
Hening. Keduanya hanya terpenjara dalam keheningan. Xander hanya bisa menatap Starla dengan tatapan sendu dan tidak tahu harus melakukan apalagi terhadap wanita di depannya ini. Sudah beberapa kali Xander mencoba mendekatinya, tetapi wanita tersebut seakan memasang tembok yang sangat tinggi dan begitu sukar untuk diruntuhkan.
"Baiklah, tidak apa-apa kalau kau tidak ingin mengatakannya. Aku menghargai privasi seperti katamu itu," lirih Xander. Kemudian tanpa banyak kata dia melepas jasnya dan menyampirkan ke tubuh Starla yang terlihat kedinginan dengan pakaian terbuka di malam hari.
Starla mendongak, matanya kembali berkaca-kaca mendapati perlakuan Xander. Pria itu sangat lembut dan begitu perhatian dan sangat mengerti keadaannya. Pria itu tidak pernah memaksa, dan membiarkan hubungan mereka mengalir apa adanya.
"Ayo pulang! Biar aku yang mengantarmu," ajak Xander dan menuntun Starla memasuki mobilnya. Setelah itu, Xander melajukan mobilnya menembus malam untuk mengantar Starla ke apartemen kecilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments