04: Bukan Manusia

..._____________↶*ೃ✧˚. ❃ ↷ ˊ-___________...

Ondina sampai ikut tertidur tepat di samping Aresh, ia sudah menunggu cukup lama untuk Aresh yang tidak juga membuka mata.

Helios sudah pergi sekitar 2 jam yang lalu. Sepertinya Helios merasa ada yang memanggilnya. Entahlah paling Bombarda sudah mulai sadar dengan kepergian anaknya tanpa sepengetahuannya.

Sebelum kepergian Helios pulang ke asalnya, Abes itu sudah mewanti-wanti Ondina agar tidak bertindak di luar nalar, mangkanya sedari tadi gadis ini menahan agar ia tidak sampai mencium bibir Pria disampingnya.

Aresh tersadar, ia sedikit menyipitkan matanya walaupun sebenarnya mata pria itu sudah terlihat menyipit.

Ia hampir terjingkat karena keberadaan seorang gadis yang tadi sempat ia lihat. Gadis itu sepertinya juga merasakan pergerakan Aresh hingga ia ikut membuka matanya.

"sudah sadar kah?" tanya Ondina sesaat setelah ia membuka matanya.

Aresh sedikit memundurkan tubuhnya, bukan karena merasa takut tapi pria itu hanya sedang mengantisipasi apabila gadis di depannya ini melakukan hal yang buruk terhadapnya.

"lo- siapa?" bukanya menjawab ataupun merespon pertanyaan Ondina, Aresh malah berbalik tanya, ia penasaran dengan makhluk apa yang berada di depannya.

"aku?" Ondina menunjuk dirinya sendiri, lalu di respon anggukan oleh Aresh. "aku, manusia. sama sepertimu" meskipun terlihat seperti ragu dan sejenak berfikir, Ondina harus tetap mengakui bahwa sekarang dirinya juga seorang manusia.

"terus, makhluk apa tadi?" Tanya Aresh.

"Ohh, Itu Helios. dia tentu saja bukan manusia kan?!" ujar Ondina, "iyah benar, karena tidak ada manusia sialan seperti dia" Ondina mengangguk anggukkan kepalanya mengakui sifat dan tingkah Aves bernamq Helios.

"maafkan dia sudah membuatmu pingsan" ucap Ondina, gadis itu terlihat menyesal atas kelakuan saudaranya.

merasa sangat lucu dengan gadis di depannya, Aresh hanya bisa terkekeh. "Santai aja, tadi gue cuma kaget doang liatnya"

"pasti karena dia memiliki tampang menakutkan." tebak Ondina.

"Bukan"

"lalu?"

"Sayapnya"

"oohh, iya juga sih. sayapnya juga sangat jelek, warnanya putih kotor"

Aresh tergelak, "bukan itu"

"lalu?"

"Gue kaget karena baru pertama kali liat makhluk bersayap ada di bumi. Karena gue cuma tau mereka di buku dongeng dan di film-film aja."

"lo kenapa gak ada sayapnya?" lalu dengan mendadak Aresh bertanya yang langsung membuat Ondina mendongak menatapnya.

"hm?"

"lo kenapa gak ada sayapnya?" Aresh menegaskan pertanyaanya kembali, "Gue tau kok kalo lo juga bukan manusia"

"tau darimana?"

"Ya jelas tau lah, Sesuatu yang janggal kalo seorang manusia bisa berada di tempat yang sama dengan makhluk bersayap. dan sesuatu yang mustahil juga manusia bisa di bawa terbang tinggi tanpa satupun alat bantu bernafas."

"hah?" Ondina kebingungan, entah karena bicara Aresh yang terlalu tinggi atau memang Ondina saja yang bodoh.

"Dan gak ada juga manusia yang gak tau maksud dari omongan gue" tekan Aresh sangat sengar tepat di telinga Ondina. Pria itu kemudian tersenyum simpul.

dari jarak sedekat ini, Aresh dapat merasakan bau semerbak bunga Gardenia, hampir sama dengan wangi harum tubuh Fey. ia sampai sangat hafal dengan bau ini, sungguh memabukan. Bedanya, bau tubuh gadis ini jauh lebih manis daripada milik pacarnya sendiri. Aresh merasa seperti tengah menghirup nectar pada bunga yang baru bermekaran.

Aresh tersenyum sebelum pada akhirnya ia beranjak. Pria itu lantas menepuk nepuk celananya yang terlihat kotor mengingat dirinya duduk di atas akar pohon yang jelas kotor oleh tanah.

Ondina mengikuti arah pergerakan Aresh yang hendak pergi meninggalkannya. Tunggu dulu, apa pria ini benar-benar akan meninggalkannya? Ondina saja tidak tau dirinya berada dimana.

"eehh, kamu mau kemana?" cegat Ondina saat melihat Aresh yang sudah hampir mengambil langkah.

Aresh menoleh kearah Ondina, "pulang"

"aku ikut" pinta Ondina yang lantas membuat Aresh ingin tertawa.

Pria itu sedikit menukikan alisnya.

"Satu lagi, Kalo lo manusia pasti punya rumah" cela Aresh.

Kini Ondina bingung sendiri, memang menjadi manusia tidak boleh jika tidak punya rumah?. "emangnya harus punya rumah?"

"harusnya sih harus," ucap singkat Aresh, kemudian pria itu melenggang pergi.

Melihat hal itu, Ondina lekas beranjak dan mengejar Aresh yang sudah hampir jauh.

"aku gak punya rumah disini"

Ondina berjalan mensejajari dirinya dengan Aresh, sesekali dirinya mengeluhkan susahnya berjalan di atas tanah. Karena keseharian gadis ini adalah terbang dan mengambang. Menapakpun ia menjadikan awan yang lembut sebagai alasnya. tentu saja tidak pernah merasakan menapak di atas tanah seperti ini.

Aresh terkekeh melihat gadis disampingnya yang berjalan dengan susah payah tanpa alas kaki.

"Makhluk bersayap tadi gak ngasih lo sandal?" tanya Aresh masih memperhatikan Ondina.

"hah?"

"Harusnya temenmu itu ngasih lo sandal biar kagak nyeker begitu"

Aresh menggelengkan kepalanya ketika menyadari kaki yang terlihat begitu putih dan mulus menjadi lecet seperti itu.

ia kemudian melepas sandalnya sendiri lalu memindahkannya tepat di depan Ondina. "pake!" perintahnya.

Ondina hanya menuruti, lagipula ia juga harus beradaptasi di bumi ini.

"kebalik!" ujar Aresh melihat sandal yang dipakai Ondina tidak terpakai dengan benar padahal ia meletakannya disisi yang benar.

Namun pada akhirnya Aresh terkekeh juga, pria itu berjongkok guna membenarkan sandal yang di pakai oleh Ondina.

"Terus kamu pakai apa?" tanya Ondina sesaat setelah Aresh beranjak dan melanjutkan jalannya.

"Gue gak papa nyeker, lagian kasihan lo kakinya lecet gitu" ucap Aresh seraya tersenyum.

Ondina tertegun untuk beberapa saat. senyumannya terasa tidak asing. Ia mencoba mengingat siapa orang yang memiliki senyuman seperti itu. Dia begitu mirip dengan dewa yang ada di mimpinya.

Memang benar, dia mengingatkan Ondina pada dewa yang sudah sangat lama ia mimpikan. atau apa mungkin pria itu adalah dewanya? tetapi tidak mungkin jika seorang dewa menjelma menjadi manusia, sangat membuang waktu saja bukan?.

"heh!" panggil Aresh yang membuat Ondina tersadar dari lamunannya.

Karena terlalu lama melamun, ia tidak menyadari bahwa Aresh sudah jauh di depan sana seakan tengah menunggu dirinya menghampiri pria itu.

Lantas Ondina sedikit menaikan dress yang tadinya putih bersih untuk memudahkan dirinya melangkah.

Gadis itu sedikit berlari kecil menghampiri Aresh, lucu juga.

..._____________↶*ೃ✧˚. ❃ ↷ ˊ-___________...

Pada akhirnya Aresh membawa Ondina ke rumahnya, yah karena tidak ada cara lain. Ia merasa kasihan saja membiarkan seorang gadis sendirian di dalam hutan. terlebih lagi gadis ini bukan manusia.

Aresh sangat yakin jika gadis yang di bawanya ini bukanlah manusia, melainkan makhluk yang sama seperti yang tadi di lihatnya.

Aresh pun masih belum percaya dengan keberadaan makhluk bersayap yang memang benar-benar ada.

Tapi untuk apa mereka datang ke bumi? ada tujuan apa makhluk itu mengirim rekannya untuk hidup dibumi.?

Ondina mengedarkan pandangan hingga ke penjuru ruangan. sesekali ia akan terkagum dengan benda benda yang berada di dalam rumah milik pria asing ini.

"Nama lo siapa?" Tanya Aresh setelah dirinya menguk minuman yang berada di dalam kulkas.

merasa penasaran, Ondina mendekati Aresh yang masih berdiri di depan kulkas yang terbuka.

"Wahh, dingin" ujar Ondina mengabaikan Aresh yang bertanya tentang namanya. Tangannya perlahan masuk kedalam kulkas yang banyak sekali tersimapan buah dan minuman berkaleng.

"Lo mau?" tawar Aresh, Ondina langsung mengangguk sungguh sedari tadi juga ia tengah kehausan.

Aresh kemudian meraih air mineral, karena dirinya tidak mungkin memberikan Ondina minuman berkaleng kan?. Lalu kemudian Aresh memberikan minuman mineral yang sudah sekalian dia buka kepada Ondina.

Ondina menerima dengan penuh senyum, ia langsung meneguknya. Dingin sampai-sampai tubuh Ondina menegang sesaat merasakan air yang mengalir di tenggorokannya menjadikan rasa hausnya perlahan hilang.

Aresh sedikit tergelak saat mengamati bagaimana Ondina menghabiskan satu botol sedang air mineralnya, "pelan-pelan"

"Gimana bisa dingin gini?" Tanya Ondina setelah menghabiskan Air mineral itu dengan tandas. ia sedikit menghela.

"katanya lo manusia, harusnya tau kan?"

Ondina mendengus, lagi-lagi kemanusiaannya di pertanyakan.

"nama lo siapa?" Tanya Aresh sekali lagi. "Jangan bilang lo juga gak punya nama"

"Ondina" jawab gadis itu.

Aresh hanya mengangguk-angguk kepalanya, nama yang cantik sama seperti pemiliknya. "Terus temen mu tadi?"

"siapa?"

"temenmu yang punya sayap itu"

"ohh, untuk apa menanyakannya?"

"tidak boleh ya? gue cuma pengen tau namanya biar nanti kalo ketemu lagi gak kaget"

"aku gak tau" ucap Ondina singkat. Ia hanya ingin menyembunyikan identitas Helios sama seperti pesannya sebelum Aves sialan itu pulang ke habitatnya.

karena akan menjadi masalah jika ada seorang manusia yang mengetahui bangsa Aves. ini seperti memberikan informasi internal kepada manusia yang memang makhluk paling menakutkan yang ada di alam semesta.

Sebenarnya Ondina masa bodoh jika ia mengenalkan Helios kepada pria ini, Ia juga tidak tau niat pria ini menanyakan Helios.

"gak mungkin lo gak tau"

"ya memang tidak tau" dengus Ondina.

"Okay kalo lo gak mau kasih tau, gak penting juga buat gue" Ujar Aresh. ia melenggang pergi.

"Lo bisa pakai kamar yang ada di ujung situ" ucap Aresh seraya menunjuk ruangan yang berada di sudut rumahnya yang memang di pruntukan untuk kamar tamu. Kamar yang sering di pakai teman-temannya saat mereka menginap di rumah Aresh.

Ondina mengangguk mengerti, yah sepertinya memang harus seperti itu. Ondina juga membutuhkan tempat untuk dirinya menyamarkan lelahnya. sungguh perjalanan dari langit ke bumi amat sangat menguras tenaganya.

Setelah mengatakan beberapa pesan untuk Ondina apa saja yang boleh dan tidak boleh di lakukannya, kemudian Aresh keluar dari gudang setelah mengambil beberapa baju bekas Mamahnya untuk di pakai Ondina.

Aresh menghampiri Ondina yang tengah duduk di tepi ranjang dan mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan, sama seperti tadi saat pertama kali Ondina menapakan dirinya di rumah Aresh.

"Gue kira lo lagi mandi" terka Aresh, dirinya juga membawakan satu selimut tebal dan kemudian ia letakan di samping Ondina.

"Mandi?" tanya Ondina bingung, bagaimana dirinya bisa mandi, disini tidak ada sumber air sedikitpun.

Aresh tergelak, "Jangan bilang lo gak pernah mandi"

"disini tidak ada sumber air, bagaimana aku bisa membersihkan tubuhku?"

Aresh lantas menghela. "disitu, lo bisa mandi disitu" Aresh menunjuk ke arah kamar mandi yang berada sudut kamar.

Ondina menoleh tepat pada ruangan yang di tunjuk oleh Aresh.

"terus ini baju bisa lo pakai buat ganti dress lo yang kotor" ucap Aresh yang kemudian langsung di respon anggukan oleh Ondina.

Setelah memberikan baju pad Ondina, Aresh lantas keluar kamar dan menutup ruangan itu. Ia kemudian berjalan menuju gudang lagi, kini bukan untuk mengambil baju tetapi mendadak ia teringat dengan buku yang sempat di tinggalkan oleh Mamahnya.

Aresh membuka sebuah kotak yang tersimpan di dalam lemari kuno milik Mamahnya. kotak yang sudah terlihat lusuh dan berdebu meskipun ia tersimpan di dalam lemari.

Sudah terhitung selama 13 tahun Aresh tidak pernah membuka kotak ini lagi.

Ia meraih sebuah buku diantara tumpukan barang peninggalan sang Mamah. Hingga pada akhirnya saat ia membuka halaman demi halaman, ia mengingat bahwa Mamahnya pernah mengatakan jika Makhluk bersayap itu akan memunculkan dirinya di bumi untuk mencari hal yang tidak di ketahui oleh satu manusiapun.

"Di seluruh alam semesta, bumi adalah salah satu tempat teraman untuk menyembunyikannya, bahkan Aves yang memiliki kekuatan paling magis saja tidak dapat menembus sayap tergelap begitu juga pemiliknya. Sama seperti yang tercatat dalam ramalan Zouse, sayap itu akan datang dengan sendirinya, datang dan muncul bersamaan dengan pemiliknya yang mulai dewasa".

Aresh dengan cermat memahami arti dari kalimat itu, namun pada akhirnya ia tidak dapat menangkap satupun arti dari kalimat yang tercatat di buku lusuh itu. hingga pada saat ia membalik halaman berikutnya satu benda menyerupai bulu yang sangat hitam itu terjatuh dari dalam buku.

Aresh meraihnya kemudian ia letakan di telapak tangannya, mengamati bagaimana bisa ada bulu burung yang memiliki warna hitam pekat seperti ini?. entah bulu dari burung apa, saking pekatnya Aresh sama sekali tidak dapat menebaknya.

"Ia bukan manusia, ia adalah campuran. Darahnya tercipta dari dua aliran darah yang berbeda hingga tercipta satu makhluk dengan kekuatan magis terhebat yang pernah ada. Kutukan di masa lalu akan selalu melekat di dalam jiwa dan raganya. Ia memiliki sayap, hanya satu makhluk yang dapat menembus segala yang tersembunyi. Tunggu hingga ia sudah benar-benar dewasa, maka semua akan terlihat pada saat itu juga".

Aresh tertegun setelah dirinya merampungkan kalimat terakhirnya, Bulu itu perlahan tersamarkan lalu lenyap. benda halus itu hilang dengan sekejap mata membuat Aresh sontak membulatkan mata terheran.

..._____________↶*ೃ✧˚. ❃ ↷ ˊ-___________...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!