"Kenapa dengan pakaian Maria? Chris kau jangan coba-coba menyembunyikan sesuatu dariku," ancam Bian menatap tajam asistennya kini.
Chrisnandi hanya diam, menunduk tak berani mengangkat wajah sebab Bian pasti mengetahui bahwa dirinya tak akan pernah dapat berbohong bila terus didesak.
"Chris!" seru Bian agar asistennya bicara.
"Bian, kenapa kamu sudah jalan-jalan begini? bukannya masih fisioterapi?" tegur Beatrice kala baru mencapai ambang pintu.
Kedatangan Beatrice menyelamatkan sang asisten dari cecaran majikannya. Chris undur diri tepat saat pendiri Cakra Corp itu masuk ke dalam kamar.
"Eh! hai Nek, tadi a-ku ke--" jawab Biantara terbata.
"Kemana? Maria? ck, apa sih bagusnya dia itu di matamu? ada Cassandra yang setia menunggu. Tak kalah cantik dan lagi lebih santun," ujar Beatrice masih tak suka dengan sosok Maria.
"Please kali ini, Nek. Aku yang menyebabkan Maria terluka kini. Kami akan tetap menikah dengan atau tanpa restu Nenek," teguh Biantara. Melihat kondisi wanita itu membuat hatinya kian sakit.
Beatrice menghela nafas berat. Tak dipungkiri kejadian kali ini mengundang perhatian publik. Jika Bian tak bertanggung jawab pada wanita itu maka dapat dipastikan tuduhan pecundang akan tersemat di diri sang cucu. Kredibilitas perusahaan menurun drastis yang berimbas pada nilai saham.
"Kapan kau akan menikahinya? kabarkan pada wali Maria atas niatanmu itu. Jika bisa private party saja agar apabila kalian berpisah nanti tak harus menggelar konferensi pers," kata Beatrice mengeluarkan titahnya.
"Gitu amat, Nek. Doakan kami langgeng dan harmonis. Untuk kapan waktu pelaksanaannya, ya menunggu dia pulih. Wanitaku seakan enggan bicara denganku saat ini. Mungkin dia masih membenciku sebab kondisinya luka parah," sesal Biantara.
"Wanita tak tahu di untung jika sampai dia menolak lamaranmu. Sudah, jangan bicarakan dia lagi, bikin sakit kepala saja," pungkas Beatrice. Kini wanita sepuh itu memilih topik lain, termasuk membicarakan kakek Bian yang kini telah kembali dari luar negeri.
...***...
Satu bulan berlalu.
Biantara telah kembali ke kediaman dan sudah mulai beraktivitas normal sementara Malya tengah berjuang agar dapat duduk lebih lama.
Tulang panggul masih terasa nyeri, ditambah kaki kiri mengenakan gips tebal membuat dirinya kian sulit bergerak meskipun hanya untuk bergeser. Perban di kepala telah dibuka sebagian, makin menegaskan bahwa sisi wajah mereka berbeda.
"Nona, apakah Anda akan tetap memakai hijab?" tanya maid suatu pagi, melihat Malya sangat berusaha menutupi rambutnya meski cuma terlihat satu helai.
Malya mengangguk, justru dengan mengenakan hijab, dia merasa aman terlindungi. Juga struktur wajah Maria dapat sedikit tersamarkan.
Jika ada kesempatan dan tubuhnya telah lebih kuat, Malya bertekad akan kabur lalu menghilang. Mencoba cara sembunyi untuk melihat kedua orang tuanya suatu saat nanti. Membayangkan ini saja, hatinya pedih, air matanya kembali menetes.
Bahu Malya terguncang halus berusaha meredam isak tangis. Jika Maria diacuhkan seperti ini, tentulah dia sosok tegar nan mandiri tidak cengeng bagai dirinya.
"Nona, Anda kenapa?" tanya maid merasa iba. Sejak siuman, majikan mudanya terlihat bagai depresi, lebih banyak diam dan terkadang menangis tiba-tiba.
Putri Haji Syakur menunduk dalam, ingin menyembunyikan kesedihan tapi dia tak bisa. Ada kerinduan mendalam menyergap raga. Meratapi nasib pernikahan yang baru berlangsung dua hari dengan pujaan hati.
"Mas, aku rindu. Bagaimana aku dapat menghapus wajah teduh yang sering kau perlihatkan padaku?"
"Hanya dalam benak, aku masih menyimpan semuanya. Senyum menawan ustad Sulaiman yang hanya ditampakkan untukku. Bagaimana rupamu saat terakhir kali, Mas? aku tak dapat mengecupi wajahmu sebelum engkau menghilang tak terlihat lagi tertimbun tanah."
"Kau pernah bilang padaku, jika rindu kirimkan saja Al-fatihah untukmu. Dan hanya itu yang dapat ku lakukan kini. Isyarat di malam pernikahan, apakah engkau telah merasakan bahwa waktumu telah tiba?"
"Kamu jahat Mas, kenapa tak kau katakan saja padaku agar aku dapat melayanimu sebelum engkau menghadap Rabb-Mu. Agar aku mempersiapkan penampilan terbaikmu untuk pulang. Ah, Sulaiman."
"Kamu sedang apa di surga-Nya? A-aku tak perlu risau kan ya, Mas, karena kamu dalam penjagaan Allah dan banyak orang baik yang mendoakanmu. Namun, bidadari mu di sana bukan aku, bukan aku!"
"Maaaasss!!!" Malya berteriak tiba-tiba. Tak dia pedulikan akan identitas yang bakal terbongkar. Hatinya sesak, sakit bertubi.
Maid yang mendengar teriakan Malya, terjingkat. Mengapa sang nona meneriakkan kata Mas, bukan honey, panggilan khusus untuk sang tuan muda.
"Nona, sudah. Mana yang sakit?" tanya maid tak kuasa melihat majikannya putus asa.
Malya menunjuk dadanya yang sesak, dia memukuli tubuhnya. Berharap merasakan luka dan kesakitan yang sama seperti Sulaiman.
"Nona, Nona, sudah, jangan menyakiti diri Anda lagi," kata maid, memeluk erat majikannya. Dia pun ikut meneteskan air mata. Tangisan Malya sungguh terdengar sangat pedih kali ini.
"Ada saya Sari, ada saya, Nona bisa membagi kepedihan pada saya jika Anda bersedia," kata Sari, masih memeluk dan menahan tangan Malya agar tak lagi berontak.
"Aku rindu dia, suamiku, apa kau tahu rasanya rindu tapi tak dapat bertemu lagi?" lirih Malya di sela isakan.
Sari tak mengerti, bukankah tunangannya masih dapat ditemui. Mengapa Nona Maria berkata demikian. Sementara ini, dia menduga bahwa majikannya amnesia.
Tak ada lagi kata-kata Sari yang menenangkan. Dia pun sama pernah putus cinta. Kepergiannya ke Jakarta guna melupakan kekasih yang berselingkuh dengan sang sahabat hingga sampailah dia menjadi pelayan pribadi Maria. Sari, ikut larut dalam kesedihan Malya.
...***...
Saat yang sama, di hunian lainnya.
Biantara terngiang akan pertanyaan Chris saat di rumah sakit. Namun, dia tak dapat menduga sebab asistennya itu masih setia bungkam.
"Apa maksud Chris, pakaian Maria kenapa? apakah penuh darah dan robek atau bagaimana?"
"Dokter bilang Maria trauma padaku dan meminta agar tak sering menemuinya dalam masa ini. Tapi aku sungguh penasaran, aku rindu padanya," gumam Bian seraya memandang langit senja dari celah jendela kamar.
Dia melihat fotonya dengan Maria, yang terbingkai cantik di atas meja nakas. Mengingat betapa bahagia kala menjalin hubungan di tahun pertama sebelum Beatrice mengetahui jalinan asmara di antara mereka.
"Sudah ku bilang, berhentilah menghabiskan waktu hanya dengan hura-hura agar nenek merestui kita. Nyatanya kau tak mendengarkan dan memilih kembali urakan bahkan berkali mengkhianatiku. Maria, jadilah baik dan kita mulai dari awal," lirih Bian mengenang kebersamaan mereka dulu.
Malam panjang dilewati dua insan dengan kenangan masing-masing terhadap pasangan. Bila Malya berjibaku membingkai wajah Sulaiman lain hal dengan Biantara. Hatinya risau apakah Maria bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya kelak.
Keesokan pagi, rumah sakit.
Ruangan Malya kedatangan seorang pelayan baru. Gadis polos sebaya Sari. Namun, betapa terkejutnya Malya ketika maid pribadinya pergi sejenak, dia mendekati nona muda dan menyampaikan suatu kalimat yang Malya takuti.
"Nama saya Rara, baiknya nona kooperatif agar--" bisiknya dengan senyum manis menghias wajah.
"K-kaau, K-aauu...." jawab Malya lirih, seketika wajah ayunya pucat pasi.
.
.
..._________________________...
...Maaf lama Up, mommy on go 3 judul. Disini up santai ya 1x sehari 😁 nanti ada saatnya double up kok....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Dewi Nurlela
trus maria yg asli kemana thor
2023-05-02
1
Allya Azzara
rara han jahat sama malya yaah biar ga kroyik fens momy
2023-03-30
0
𝐀⃝🥀𝐑𝐚𝐧 ℘ṧ㊍㊍👏
siapa yg di liat Malya kenapa dia ketakutan gitu, 😔
2023-03-17
0