Dance Of The Phoenix
Pesta diadakan di gedung milik keluarga besar yang menaungi sebuah perusahaan ternama di negara barat. Gadis dengan tampilan elegan yang khas; wajah cantik mempesona dengan iris merah darah setajam elang, duduk di sudut ruangan bersama segelas wine di tangannya.
Valentina menghela napas dengan bosan. Ia menghindari kerumunan serta berbagai gosip sambil memperhatikan dengan penuh selidik.
Gadis cantik itu melihat ke arah ponsel yang memunculkan sebuah pesan masuk. Ia tersenyum miring. "Harley." Dia memanggil asistennya.
Sosok pria feminim berjas merah muda melangkah mendekat, kemudian duduk di kursi dekat Valentina. Ia melihat iris kemerahan Valentina yang tampak sangat cantik. "Apa ada berita bagus?"
"Orang itu sudah muncul. Sepertinya akan ada adegan menarik." Ia menopang dagunya sambil tersenyum manis.
Harley terkekeh. "Apa bisa dibandingkan dengan Valentina yang luar biasa? Kau adalah Dark Valentine yang terkenal, wanita itu tidak bisa dibandingkan denganmu."
Valentina memutar bola mata. "Aku sudah katakan untuk tidak meremehkan seseorang."
Harley terkekeh, lalu membujuk nonanya. "Aku ambilkan wine 300 tahun, bagaimana?"
Valentina menggeleng, kemudian melihat jam tangannya. Ia tersenyum lebar. "Aku ingin bertemu teman lama." Ia terlihat antusias ketika beranjak dari kursi dan pergi keluar dari pesta. Harley mau tidak mau harus mengikut.
Gaun merahnya berganti dengan pakaian hitam ketat dengan berbagai senjata yang tersembunyi di tiap inci pakaian. Ia melepas kunciran rambut, membiarkan rambut kemerahannya terurai bebas dan bergelombang seperti ombak.
"Periksa penyadap dan tutup pintu keamanan. Kita akan bersenang-senang." Valentina berkata dengan Harley di belakang yang sibuk dengan tablet untuk melaksanakan tugas.
Setelah layar tablet berhasil mengunduh semua data dan memunculkan notifikasi berhasil, senyum pria feminim itu merekah. "Selesai."
Pada saat yang sama, guncangan dalam gedung mulai terasa. Ledakan beruntun mengguncang tanah dan gedung hingga meruntuhkan beberapa bagian gedung menjadi puing-puing. Orang-orang di dalamnya menjadi ricuh dan panik. Mereka segera diamankan petugas dan diarahkan ke lorong evakuasi.
Valentina berada di sisi gedung teraman, berjalan sendirian meninggalkan Harley yang sedang memeriksa penyadap sistem keamanan. Pintu besi di depan didorong. Ia dapat melihat teras luas di mana helikopter diletakkan.
Pandangannya berusaha mencari seseorang. Sosok berbaju hitam mendarat dari atas helikopter lain yang terbang di udara. Dia adalah seorang wanita. Wanita berambut perak dan iris biru yang menawan, memandang Valentina dengan mata menyipit.
"Lama tidak bertemu, Isabella Ellard." Valentina tersenyum lebar menyambutnya. Teman lamanya ini banyak berubah.
Isabella melihatnya untuk beberapa saat, kemudian terkekeh. "Apa itu bentuk sapaan untuk basa-basi?" Ia mendengus. "Tak disangka, kau sudah menjadi anjing setia orang-orang itu."
"Setidaknya aku tidak dalam pengaruh eksternal seperti rekan-rekanmu. Sejak mereka memintamu membunuh Keluarga Ellard, aku sudah mengundurkan diri. Aku tidak memiliki hubungan dengan seseorang yang membunuh keluarganya sendiri."
"Dan aku senang tidak memiliki hubungan dengan anjing keluarga yang kuhancurkan. Kita datang dengan tujuan sama, aku harap kau tidak mengganggu tugasku hanya karena masalah sepele."
Valentina tersenyum miring. "Kau sedikit terlambat."
Tepat pada saat itu, ledakan terjadi tepat di belakang Valentina di mana ia keluar barusan. Tempat itu menjadi hancur berkeping-keping disertai lalapan api besar yang mengamuk.
Isabella memandang Valentina dan mendesis. "Kau hanya menghancurkan pengamannya, tapi aku masih bisa mendapat apa yang kuinginkan."
"Kalau begitu, lewati aku dulu." Valentina mengangkat pistolnya dan menekan pelatuk.
Suara tembakan terdengar nyaring serta beruntun memenuhi area. Valentina pergi berlindung di belakang reruntuhan dan sesekali menembakkan pistol di tangannya ke arah target. Di saat yang sama, kelompok yang dibawa Isabella berkumpul mengepungnya.
Bom dilepaskan serta beberapa senjata dilepaskan hingga menembus tubuh kelompok berbaju hitam itu. Ia berlari dengan cepat ke arah Isabella, kemudian melepaskan beberapa pisau yang melingkar dari lengannya hingga menciptakan percikan kuat.
Pisau-pisau itu ditangkis dengan sebilah belati. Serangan umum Valentina pada dasarnya adalah serangan jarak jauh, bertolak belakang dengan Isabella. Sehingga ketika Isabella mendekat, Valentina langsung menggunakan tali berujung pisau dari tangannya untuk dikaitkan ke bagian ujung dinding yang masih utuh, kemudian mengayunkan tubuhnya ke sisi lain sambil menggunakan pistolnya untuk menembaki musuh.
Pandangan Valentina terarah pada salah satu wanita dengan pistolnya yang menembaki bala bantuan yang didatangkan Harley. Ia mengenali wanita itu, kemudian tersenyum miring.
Benda kecil dilemparkan ke arah wanita itu seperti kelereng yang tersebar. Detik berikutnya, ledakan muncul dari bola kecil dan menciptakan asap tebal. Wanita itu cepat-cepat menghindari ledakan, kemudian pergi ke arah rekannya dan memasang sikap waspada.
"Di mana Bella?" Wanita itu mencari Isabella karena kabut yang menghalangi memisahkan mereka semua. Pria di belakangnya hanya menggeleng pelan.
Tanpa mereka sadari, sebuah bom lain jatuh tepat di kaki mereka. Pria di belakangnya langsung memberi sinyal, kemudian mendorong wanita itu keluar dari area ledakan sebelum akhirnya ledakan terjadi dan menghancurkan semua orang.
Wanita itu menemukan Isabella dengan segera. Ia melompat ke arahnya, menghalangi beberapa peluru yang melesat dari seseorang hingga mengenai tubuhnya.
Valentina di sisi lain terdiam.
Bukan ia yang menembak maupun melemparkan bom terakhir, tapi orang lain. Pandangannya terarah pada sosok hitam yang tampak familiar. Sosok itu menghilang begitu saja seperti hantu, membuat wajahnya memucat.
"Dia ...."
Isabella telah dilumuri darah. Ia melihat wanita yang melindunginya jatuh terkapar, kemudian menatap Valentina yang termenung. Sepertinya ia salah paham.
"Kau membunuh mereka?" Meski hanya rekan, Isabella memiliki hubungan tertentu di masa lalu untuk pria dan wanita yang baru saja meregang nyawa, hanya saja ia hilang ingatan. Valentina tahu segalanya, tapi tidak mengatakannya.
Valentina bersikap seolah ia baik-baik saja dan tidak menyangkal. "Bukankah mereka hanya rekanmu? Di tempatmu berada, kalian saling membunuh. Tidak masalah jika hanya satu atau dua orang yang mati."
Isabella tersenyum kecut. "Benar. Kau hanya yatim dari keluarga gila yang kehilangan segalanya."
Wajah Valentina menggelap. "Aku senang telah membunuh orang tua angkatmu. Kau tidak tahu mereka, tapi aku tahu. Aku harap kau tetap hidup untuk mendapat jawaban."
Isabella menatapnya dengan tajam. Niat membunuh dalam dirinya mulai muncul, disertai emosi tak terkendali. "Dan kau akan menyusul keluargamu."
Mereka berdua saling bertarung. Pertempuran jarak dekat membuat Valentina tidak bisa menguasai pertempuran dengan mudah. Ia harus sebisa mungkin memberi jarak dan menggunakan beberapa senjata tersembunyi untuk menyerang.
Isabella lebih tidak mau kalah. Karena ia unggul dalam pertarungan jarak dekat, ia bisa dengan tepat memberi luka dalam pada Valentina dan membantingnya ke tanah.
"Sial!" Valentina mendengus. Ia menendang Isabella dan bangun sebelum akhirnya menggunakan sebilah pisau untuk menyerang.
"Bendanya sudah dapat. Kami dalam perjalanan." Suara Harley terdengar di telinganya melalui penghubung komunikasi. Hal itu membuat Valentina tersenyum lega ketika tengah dalam pertarungan.
Valentina melihat Isabella dengan ejekan. "Kau kalah." Ia menikam perut Isabella dengan dalam.
Isabella mencengkram bahu Valentina. Ia mengangkat kakinya tinggi-tinggi hingga mengenai kepala Valentina. Wanita itu terhuyung sambil memegang kepalanya yang sakit.
"Kau mungkin menang dalam misi, tapi kau kalah mempertahankan hidup." Isabella menarik pisau yang menikam perutnya dan membiarkannya berdarah. Ia terlihat tidak merasakan sakit.
"Senang mendengarnya." Valentina menanggapi dengan enteng. "Seperti yang kau katakan, berkumpul dengan keluarga."
Isabella menatapnya tanpa ekspresi. Ia menggunakan pisau yang sama untuk menyerang Valentina dan memberi tikaman dalam ke arah dadanya.
Valentina kali ini tidak melawan. Ia sengaja melakukannya. Isabella benar, ia harus menyusul keluarganya. Andai kata ia bertemu keluarganya di tempat lain, ia akan berterimakasih pada Isabella karena telah membunuhnya.
Perlahan pandangannya menjadi gelap. Begitu gelap dan sunyi. Ia tidak lagi mendengar atau merasakan apa pun sampai tergeletak dalam keadaan bersimbah darah.
Tidak ada penyesalan dalam hatinya.
Bukankah dia akan bertemu keluarganya?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Brakk
Sepasang iris merah darah kini berlinang air mata ketika melihat dua sosok yang dikenalnya ada di tempat tidur yang sama tanpa mengenakan sehelai pakaian. Tatapannya menajam untuk sesaat. Sebuah umpatan kecil terlintas di balik cadar yang menutupi sebagian wajahnya.
"Sayang, tidak perlu pedulikan dia. Kita lanjutkan saja." Sang pria bicara dengan tergesa-gesa mengabaikan gadis di depan pintu yang kini mematung.
Gadis itu berjalan dengan langkah lebar, kemudian mendorong paksa pria itu dari atas tempat tidur dan menarik perempuan yang merupakan adik tirinya lalu menamparnya dengan keras.
Plakk
Suara tamparan menggema, membuat suasana menjadi hening saat para pelayan berdatangan.
Pria itu bangkit setelah terjatuh dari tempat tidur. Ia mengambil jubahnya untuk dikenakan dengan cepat kemudian berbalik menampar gadis bersurai hitam kemerahan itu.
Plakk
"Siapa kau berani menamparnya!"
Gadis itu tertunduk untuk sesaat memegang pipinya yang memerah. Ia mendongak, melihat pria itu dengan mata berlinang. "Kenapa?"
"Kenapa? Apa kau tidak sadar apa yang sudah kau perbuat!" Pria itu menggertak dengan suara bassnya yang besar. Ia merangkul gadis di sisinya, kemudian menutupi tubuhnya yang terekspos dengan selimut.
"Aku yang bertunangan denganmu, bukan dia. Jika kau lebih menyukainya, seharusnya kau katakan saja sejak awal bahwa kau ingin bertunangan dengannya!" Gadis beriris merah itu meninggikan nada suaranya yang serak.
"Kau pikir aku mau bertunangan denganmu? Gu Yuena, kau hanya sampah yang hanya bisa menyendiri di dalam rumah seperti orang bodoh dan menutupi wajahmu yang buruk rupa itu. Aku bahkan terkejut kau nekat keluar dari rumah." Pria itu terkekeh, melihat gadis bercadar itu dari atas ke bawah dengan jijik.
Gu Yuena hanya diam sampai semakin banyak orang berdatangan. Salah seorang wanita masuk ke dalam ruangan. Tampangnya terlihat mewah, namun memiliki raut tidak mengenakan yang membuat siapa pun enggan bicara padanya.
Wanita itu berjalan terburu-buru, lalu mengaduh ketika melihat putrinya yang hanya terdiri dari selimut yang menggulung seluruh tubuhnya seperti kepompong. Ocehannya mulai keluar.
"Putriku yang malang, apa yang terjadi padamu?" Wanita itu memasang wajah menyedihkan sambil melihat wajah putrinya yang cantik. Ia terkejut melihat bekas tamparan di pipinya, kemudian melirik Gu Yuena dengan tajam.
Gu Yuena mencoba menjelaskan. "Nyonya ... dia—"
Plakkk
Lagi-lagi tamparan mendarat di pipi Gu Yuena. Ia terkejut dalam diam dan memegang pipinya yang terasa perih, sepertinya akan terluka karena ditampar dua kali.
"Hanya melihatmu saja aku sudah muak. Aku mencarimu seharian tapi ternyata kamu di sini menindas putriku!"
"Nyonya—" Gu Yuena mencoba membela diri dan menjelaskan, namun wanita itu terus menyelanya.
"Dasar pembawa sial! Sudah seperti ini, kamu masih mau melawan? Tidak tahu diri!" Wanita itu marah sejadi-jadinya sambil mendorong tubuh Gu Yuena dengan keras sampai terhuyung. Ia menoleh ke arah pintu, kemudian berteriak, "pelayan! Bawa pembawa sial ini keluar! Hukum dia dengan 100 cambukan!"
"Ibu, tidak perlu menghukum Kakak Keempat. Li'er yang salah, Ibu, beri Kakak Keempat belas kasihan." Gadis yang digulung selimut itu memohon dengan suaranya yang lembut.
"Li'er, kamu terlalu baik. Dia berani mempermalukanmu, maka dia harus dihukum." Wanita itu berkata dengan kasihan. Kemudian melirik lelaki yang sejak tadi terdiam melihat kehadirannya. "Kamu juga, kenapa masih di sini?" Ia berkata dengan ketus sambil mengisyaratkan sesuatu.
Lelaki itu langsung paham dan pergi. Tidak lupa juga menyeret Gu Yuena yang terdiam tanpa bisa mengatakan apa pun. Ia pikir Nyonya Gu akan menekan tunangannya yang kurang ajar, tapi penilaiannya salah. Ia dijebak!
Ctarrr
Gu Yuena runtuh saat itu juga akan satu cambukan yang mengenai punggungnya. Cambukan berikutnya membuat seluruh tubuhnya lemas tanpa bisa bergerak. Berikutnya, pandangannya menggelap.
Orang yang mencambuknya adalah pria. Dengan tubuh kekar dan kasar miliknya, ia memberi cambukan ke tubuh kecil Gu Yuena yang lemah dan rapuh. Gu Yuena tidak bisa bergerak lagi.
Cambukan demi cambukan didaratkan. Darah membasahi pakaian putih Gu Yuena, sedangkan gadis itu tergeletak setengah sadar melihat lelaki yang menjadi tunangannya itu hanya menonton dalam diam.
Lelaki itu berkata, "Selanjutnya, terserah mau diapakan." Ia berkata pada beberapa orang yang mengamati di dalam ruangan yang sama serta si pemegang cambuk. Setelah itu, ia pun keluar, menutup pintu, dan pergi.
Gu Yuena yang tak bisa melakukan apa pun semakin lemas. Pandangannya menjadi gelap, sebelum akhirnya kegelapan menguasainya.
"Tuan Muda serius menyerahkannya begitu saja?" Salah satu pria tampak terkejut. Orang kaya benar-benar tidak berperasaan.
"Sudahlah, tidak perlu banyak berpikir. Aku lihat, tubuh Gu Yuena ini lumayan, sangat disayangkan jika harus melewatinya."
"Hei, apa dia sudah mati?" Salah seorang yang meletakkan jarinya ke hidung perempuan itu. Ia tidak meraskaan hembusan apa pun.
"Kalau mati, lalu apa? Bukankah lebih bagus?"
"Benar, setelah menikmatinya sebentar, kita hanya perlu membuangnya. Keluarga Gu tidak akan tahu."
"Meskipun tahu juga tidak akan dipedulikan. Salahkan diri sendiri keluar kediaman dan menyinggung Tuan Muda."
"Karena aku yang diberi tugas terlebih dahulu, kalian minggirlah. Biarkan kakak ini yang memulainya." Pria itu melepas cambuk di tangannya sembarangan, kemudian menjilat bibir sambil mendekati gadis yang terkapar itu dengan semangat.
Di dalam ruangan pribadi di sebuah penginapan, tentu tidak akan ada orang yang mendengar atau memperhatikan tindakan mereka. Mereka bebas melakukan apa pun.
Pria itu melepas pakaian bawahnya dengan cepat dan akan meraih Gu Yuena. Namun ketika akan merobek pakaian perempuan itu, ia tidak sadar bahwa pihak lain telah membuka mata merah darahnya.
"Sial!" Gadis itu mengumpat. Ia berguling menghadap atas kemudian menendang tepat di bagian bawah perut pria itu dengan keras.
Pria itu menahan napas. Ia berteriak dengan keras saat itu juga ketika tendangan itu mendarat di bagian masa depannya sampai berguling kesakitan seperti cacing kepanasan. Tendangannya terlalu kuat sampai berdarah!
"Hantu!" Pria lainnya panik melihat seseorang yang seharusnya sudah mati kini berdiri menghadap mereka.
"Diam! Tidak ada hantu di sini!"
"Benar, dia pasti berpura-pura sudah mati!"
Gu Yuena memandang mereka dengan tajam. Rasa sakit di punggung membuat langkahnya goyah dan merasa lemah. Ia tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Seharusnya ia mati dibunuh seseorang, tapi kenapa malah berada di tempat ini dan hendak dilecehkan! Seumur hidup, hanya ia yang melecehkan seseorang, bukan dilecehkan!
"Bella sialan!" Valentina di dalam tubuh Gu Yuena mengamuk dalam diam. Tahu begitu, ia lebih memilih mempertahankan hidupnya dibandingkan rela mati seperti idiot! Mantra apa yang digunakan wanita itu sehingga membuatnya bernasib sial?
"Apa yang kalian lihat? Cepat tangkap dia!" Pria yang masih menangisi masa depannya yang pecah meraung di pojokan.
Para pria itu langsung maju, berpikir bahwa Gu Yuena terluka sangat parah dan tidak akan bisa melakukan sesuatu sehebat apa pun ia. Apalagi, Gu Yuena hanyalah sampah.
Valentina yang melihat semua lelucon di depannya memutar bola mata. Punggungnya sakit dan berdarah, ditambah idiot-idiot ini sengaja mengganggu, suasana hatinya yang semula buruk semakin memburuk hingga tidak tertolong. Rasanya sangat ingin membakar tempat ini.
Para pria itu menghampiri hendak menahannya, Valentina dengan sigap menahan salah satunya kemudian menendang yang lain. Bela diri Valentina sangat baik, tapi ia dalam keadaan terluka hingga tidak bisa memaksimalkan kekuatan. Ia butuh senjata.
Para pria itu mengeluarkan cahaya aneh yang benar-benar di luar pikiran Valentina. Cahaya aneh itu melesat sangat cepat, melakukan serangan ke arahnya. Insting Valentina mengatakan bahwa itu adalah benda berbahaya yang harus dihindari.
Ia menghindar tepat pada waktunya. Namun, ketika ia memelintir tubuh untuk menghindar, punggungnya yang berdarah kembali sakit hingga langkahnya oleng. Ia pun terjatuh.
Rasanya lebih sakit dibanting terlempar karena bom saat itu. Itu dikarenakan fisiknya jauh lebih lemah, sehingga Valentina benar-benar kesulitan. Ia menemukan sebilah cambuk di sudut kemudian mengambilnya sebagai senjata.
Dengan gerakan ringan, cambuk berayun dengan lihai dan menghantam mereka sekaligus. Beruntung ruangan yang ditempati saat ini cukup untuk pertempuran. Namun tidak bagi para idiot itu yang memiliki jumlah sekitar 5 orang sehingga harus berhimpitan ketika bertarung.
Valentina mengayunkan cambuknya sekali lagi dengan kecepatan yang lebih tinggi. Langkahnya tampak ringan ketika melakukan penyerangan. Cambuk yang ia pegang memiliki kekerasan yang dapat merusak tubuh, didukung oleh kekuatan Valentina, ia berhasil membunuh mereka kurang dari satu menit.
Terakhir, pria yang kesakitan di pojok. Valentina melihatnya dengan mata menyipit, kemudian berjongkok sambil memandangnya dengan tajam.
"Siapa yang mengirimmu?" Valentina tidak ingat bahwa ia mengenal pria ini. Pasti ada seseorang yang sengaja mengirim mereka untuk membunuhnya. Itu bukan hal yang mengejutkan sampai terasa kebal.
Pria itu ketakutan ketika melihat perempuan di depannya seolah telah melihat hantu. Benar, sepertinya Gu Yuena yang sudah mati menjadi roh jahat dan kini ingin membalaskan dendam!
"Ampuni aku! Aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku masih memiliki anak dan istri. Aku hanya disuruh Tuan Muda Ye! Dia yang bertanggungjawab atas semuanya, tidak ada hubungannya denganku!" Pria itu bersujud di kaki gadis di depannya berkali-kali. Ia masih sayang nyawa.
Valentina mengerutkan kening. Tuan Muda Ye? Kenapa tidak pernah mendengarnya? Apa orang bermarga Ye ini hanyalah nama samaran? Atau ia telah menyinggung orang lain?
Satu hal lagi, bagaimana ia bicara menggunakan bahasa timur? Meski ia dilahirkan sebagai orang negara timur, tapi sudah lama ia tidak menggunakan bahasa itu.
Valentina melihat kedua tangan dan pakaiannya. Kenapa pakaiannya sangat aneh?
"Apa yang terjadi?" Valentina bertanya-tanya.
Ia melirik pria iyang masih bersujud, kemudian menginjaknya seolah hanya menginjak tanah. Pria itu berteriak sejadi-jadinya.
"Aku turut prihatin dengan istri dan anakmu, tapi mereka akan jauh lebih bahagia bila pria sepertimu tidak kembali." Valentina tersenyum manis, kemudian meraih kepala pria itu dan memutarnya sampai terdengar suara retakan tulang. Pria itu jatuh lemas saat itu juga.
Valentina menjauhi mayat itu, kemudian duduk di atas tempat tidur. Ada terlalu banyak mayat di kakinya, ia terlalu malas mengurus mereka demi memikirkan apa yang sebenarnya terjadi.
Ia melihat ke arah cermin yang retak. Cermin itu memantulkan sosoknya yang tidak ada bedanya seinci pun. Hanya saja, perempuan dalam cermin itu terlihat jauh lebih lemah. Itu membuat Valentina kesal.
Terlarut dalam memandangi cermin retak, tiba-tiba kepala Valentina seolah mengalami benturan keras hingga membuatnya jatuh pingsan saat itu juga. Ia pingsan begitu saja, namun kesadarannya tetap ada. Hanya saja, kesadarannya dipenuhi dengan kenangan seseorang bernama Gu Yuena.
Gu Yuena, nama yang selalu ia hindari. Itu adalah nama aslinya sendiri, namun dipenuhi dengan malapetaka.
...----------------...
Special Appreciate
Isabella Ellard / Xie Ruo (TEGWIN)
Tenang saja, ini bukan cerita sekuel atau spin-off, kok. Cuma mau nambahin karakter novelku yang lain saja (sekalian promosi).
Jangan lupa mampir ke karya TEGWIN yang sudah tamat~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
Manna Denna
lanjuttt
2023-11-06
0
azka aldric Pratama
hadir
2023-09-26
2
Frando Kanan
yg awal syng sekali....lalu yg akhir mirip seperti 1 komik...yg gw ingat hanya nma wanita itu...jun jiu eps awal saat msk ke zaman kuno
2023-06-16
0