Yoga berdiri waspada. Di tangannya masih tergenggam pipa besi, siap menyerang sosok berjubah hitam di hadapannya. Matanya tajam menatap, tetapi raut wajahnya tak terlihat karena gelap. Jantungnya berdesir saat ia menyadari sosok itu membawa sebuah kapak besar di tangan. Yoga langsung sadar bahwa ia harus bertarung hidup-mati menghadapi penyusup misterius ini.
“Mendekatlah pengecut! Jangan berdiri mematung seperti itu!” tantang Yoga.
Sosok itu dengan gerakan cepat, tiba-tiba menyerang, mengayunkan kapak ke arah Yoga.
Traaang!
Dengan sigap Yoga menangkis kapak dengan pipa besi yang dibawanya. Bagaimanapun, kapak dan pipa besi bukanlah lawan yang sebanding. Pipa besi di tangannya terpelanting. Yoga hendak meraih kembali pipa itu, tetapi karena gelap ia tidak dapat melihat dengan jelas. Sementara si penyusup siap menyerang kembali dengan ayunan kapaknya.
“Sial!”
Sadar tak punya perlindungan diri yang memadai, Yoga menyelinap di balik rak perkakas berjajar di situ. Tangannya meraba-raba apa yang ada di rak, berusaha menemukan benda yang bisa dipakai untuk perlindungan diri. Sayangnya hanya ada kaleng-kaleng cat, kuas, gergaji dan paku-paku. Karena panik, semuanya jatuh berhamburan, menimbulkan bunyi yang ribut.
Siapa orang itu? Mengapa dia ingin membunuhku? Tidak! Aku tak mau bernasib sama dengan Karina. Aku harus bertahan! Gumam Yoga dalam hati.
Ia menemukan sebuah martil. Dalam keputus asaan, ia genggam martil itu sambil mengendap di antara rak-rak perkakas. Suasana mendadak hening. Degup jantungnya bertalu-talu, memompa adrenalin lebih cepat dari biasa. Keringat mulai menetes di pelipisnya.
Yoga menyapukan pandangan ke sekeliling. Kini ia terpojok di ujung ruangan, dekat tumpukan kardus yang menggunung. Suara derit kapak bersentuhan dengan lantai tiba-tiba terdengar. Suara itu begitu dekat, tetapi entah di mana. Kegelapan memaksa untuk lebih memusatkan konsentrasi. Saat ini tak ada yang dipikirkannya kecuali bertahan hidup!
Braaak!
Tiba-tiba sabetan kapak mengenai kardus dekat tempatnya berdiri. Kardus-kardus itu berhamburan. Dalam gugupnya, Yoga berlari menjauh ke sisi ruang yang lain. Sosok hitam misterius itu tetap memburu, dengan kapak tergenggam di tangan. Sepertinya ia begitu bernafsu untuk untuk menghabisi Yoga. Sekelebat terlihat sosok itu mengenakan semacam topeng untuk melindungi mukanya.
Yoga tak banyak pilihan. Satu-satunya benteng pertahanan adalah rak-rak dalam gudang. Posisinya terkurung, sehingga ia harus memutar otak agar bisa menghindar si psikopat ini. Karena terus didesak, segera saja ia lemparkan martil di tangannya ke arah penyerangnya.
“Matilah kau!”
Wuuut!
Daaak!
“Aduh!”.
Walaupun serangan tepat mengenai wajah sosok misterius itu, tak berarti melumpuhkannya. Paling tidak, konsentrasi si penyerang sedikit terpecah. Hal ini tak disia-siakan oleh Yoga. Ia kembali berlari menjauh di balik rak-rak perkakas. Sekali lagi dicarinya benda apa pun yang bisa dipakai untuk perlindungan.
Tiba-tiba, tatapan matanya berfokus pada kaleng-kaleng cat. Memang, kaleng cat tak akan mampu melukai si penyerang, tetapi paling tidak akan sedikit menghambat pergerakan sosok itu, sehingga ia punya sedikit waktu untuk memikirkan taktik berikutnya.
Dibukanya kaleng-kaleng cat. Kemudian ia meringkuk di samping rak. Entah di mana sosok misterius itu, karena mendadak suasana kembali hening dan mencekam. Yoga semakin meningkatkan kewaspadaan. Jangan sampai sosok itu tiba-tiba muncul di belakangnya seperti di film-film horror yang pernah ia tonton.
Untuk meminimalkan kemungkinan itu, ia beringsut menuju dinding sambil membawa sekaleng penuh cat. Tiba-tiba terdengar kembali derit kapak yang menyusur lantai. Suara itu sungguh menyayat dan menebar kengerian. Yoga semakin waspada. Ketika suara itu makin mendekat, Yoga berdiri. Kini ia berhadapan langsung dengan si sosok misterius.
Spontan, ia siramkan kaleng berisi cat ke arah pemburunya. Serangan tak diduga sukses membuat si sosok terkejut. Sayangnya psikopat ini terlambat menghindar. Percikan cat membasahi jubah hitamnya, bahkan sepertinya mampu menimbulkan sensasi pedih di mata. Beberapa saat lamanya si psikopat terhuyung dan mengucek mata.
Kesempatan emas ini tak disia-siakan oleh Yoga. Saat si psikopat masih mengucek mata, Yoga menghambur, melesatkan kakinya untuk menendang bagian perut penyerangnya.
Buuuk!
"Mati kau!"
Penyerangnya terhuyung ke belakang, tetapi masih bisa menjaga keseimbangan. Tak mau membuang waktu, Yoga meraih sebuah tongkat kayu yang ada di sebelahnya. Serangan kembali dilancarkan, kali ini menghunjam ke dada si psikopat.
Duuk!
Sosok misterius kali ini tak dapat menahan serangan itu. Bagaimanapun, ia jatuh terjengkang. Kapak terlempar ke samping. Susah payah ia berusaha berdiri, sayangnya pergerakannya menjadi lambat karena jubah lebar yang dipakai.
Yoga merasa di atas angin. Belum sempat si psikopat berdiri, kaki Yoga sudah menekan dada penyerangnya, sehingga praktis si penyerang tak dapat bergerak. Mereka saling bertatapan. Sayangnya Yoga tak dapat memastikan wajah di balik topeng itu. Ia hanya dapat melihat sepasang mata bengis tersembunyi di sana.
“Pikirmu semudah itu menghabisiku, ha?!” gertak Yoga.
Psikopat bertopeng itu tak mengucap sepatah katapun. Ia terus menatap wajah Yoga, sambil tangannya bergerak meraba-raba berusaha meraih kapak yang terlempar tak jauh dari tempatnya.
“Jangan coba-coba! Kakiku ini bisa saja meremukkan lehermu kapan saja. Kusarankan kamu untuk tetap berada di posisimu. Dengar! Di kastil sudah ada polisi yang akan meringkusmu kapan saja. Pasti kamu pula yang telah menghabisi Karina. Tapi sayangnya kali ini kamu salah sasaran. Aku tidak selemah wanita malang itu. Kali ini aku sendiri yang akan menjebloskanmu ke dinginnya lantai penjara!” ujar Yoga, sambil terus menekan leher si psikopat dengan sepatunya.
“Aku tak habis pikir, motif apa yang merasukimu, sehingga kamu membunuh Karina, atau jangan-jangan kamu juga yang telah membunuh Pak Anggara. Apa yang kamu rasakan saat melihat darah mengalir, nyawa yang meregang, atau daging yang terpotong? Apakah kamu puas melihat itu? Ha!”
“Mungkin hari ini kamu kurang beruntung, bersiaplah menuju titik balikmu!”
Yoga sedang memutar otak, mencari cara agar si psikopat ini tidak terlepas, sementara ia pergi ke kastil untuk mencari pertolongan. Sebelum itu, ia merasa penasaran dengan seraut wajah yang tersembunyi di balik topeng. Dengan gerakan cepat, segera ia merenggut topeng yang melekat di wajah psikopat.
Sreet!
Seraut wajah yang tak asing, terpampang di hadapan Yoga. Tatapan matanya nanar, memicing tanpa bersuara sedikit pun. Yoga menatap terbelalak. Sungguh di luar dugaan, pelakunya adalah wajah yang sangat dikenalnya.
“Kau!” desis Yoga.
Belum habis rasa terkejutnya, tiba-tiba sebilah benda tajam menancap di betisnya.
“Aaaah!” teriak Yoga melengking. Spontan ia tak dapat menahan keseimbangannya. Tubuhnya oleh ke samping, menahan rasa nyeri di betis yang mulai menyemburkan darah. Kondisi kini berbalik. Si psikopat bangkit, berdiri tegak melihat Yoga yang meringis kesakitan.
Yoga tak dapat berkutik. Rasa nyeri di kakinya sungguh tak tertahankan. Sosok yang dikenalnya itu masih menggenggam benda tajam yang berkilauan. Anehnya benda tajam itu dilempar ke lantai begitu saja.
“Mau apa kau?” tanya Yoga.
Mimpi buruk belum berakhir. Sosok itu ternyata meraih kapak yang sempat terlempar. Mata Yoga memancar rasa takut luar biasa. Ia ingin berlari, tetapi tak bisa. Ia hanya pasrah.
“Tidak! Jangan bunuh aku! Kumohon!”
Namun permohonan itu sia-sia belaka. Sosok itu terus mendekat, dengan sekuat tenaga mengayunkan kapak ke leher Yoga, memutus urat nadi dan memisahkan kepala dari tubuhnya!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 390 Episodes
Comments
Yinzie
udh sering baca dn nntn genre kek gni, tpi kali ini bener² merinding
2024-12-03
0
aas
hmmm mantap tambah penasaran siapaa yaaa 🤔
2024-12-02
0
Yinzie
prnh curiga yoga, tpi kekny bkn
2024-12-03
0