Karina seketika menutup buku harian tua yang dibacanya. Ada rasa takut menyelinap di hati. Perkataan Cornellio Syam itu mengusik hatinya. Bagaimana mungkin pria itu bisa merasakan bahwa ada yang akan terbunuh malam ini?
“Kamu membuatku takut,” gumam Karina.
“Sudah kubilang, jangan percaya apa pun yang kukatakan. Beberapa orang mengira aku gila. Kalau tidak gila, mana mungkin aku bisa berkhayal sedemikian sempurna tentang perwujudan roh atau hantu? Aku tak pernah bertemu mereka sebelumnya, tetapi mereka datang begitu saja dalam mimpi-mimpiku,” ujar Cornellio.
“Aku terkesan dengan tulisanmu, Cornellio. Sungguh. Aku tak suka horror, dunia metafisika atau apa pun itu. Agak penakut. Tapi bukan berarti aku anti horror,” kata Karina. Ia mulai tertarik dengan tema obrolan yang diusung oleh Cornellio.
“Aku menulis untuk memuaskan hasrat batinku, Karina. Bukan untuk memuaskan siapa pun. Jadi ketika novelku menjadi best-seller, kuanggap itu sebagai bonus,” terang Cornellio.
“Itu bagus untuk motivasi.” Karina tersenyum.
Obrolan itu terhenti ketika langkah kaki Tiara Laksmi tergesa memasuki ruang baca. Wajahnya terlihat risau. Wanita muda itu memilih duduk menyendiri di sudut lain ruang baca, tanpa memerdulikan keberadaan Cornellio dan Karina yang sedari tadi di situ.
“Tiara, kamu nggak apa-apa?” tanya Cornellio. Ia memalingkan muka ke arah wanita muda yang sedang risau itu.
“Oh, maaf. Aku nggak tahu kalau kalian ada di situ. Maaf!” kata Tiara Laksmi.
“Kamu terlihat gelisah. Ada sesuatu yang terjadi?” selidik Cornellio.
“Aku baik-baik saja kok. Hanya sedikit merasa nggak nyaman. Keadaan di sini membuatku sedikit stres.”
“Jangan terlalu dipikir, Tiara! Setelah kita meringkus pembunuh itu, kita akan segera bersantai, liburan ke Bali atau kemana pun. Menikmati makan malam di restoran elegan atau berdansa dengan gadis-gadis di pesta. Kamu pikir aku tidak risau? Aku rindu berselancar di Lombok. Aku seperti terlempar dalam dunia lain di tempat yang jauh dari peradaban ini. Tenanglah!” hibur Cornellio.
Karina kembali melanjutkan membaca buku harian tua itu, sementara Cornellio mengalihkan obrolan ke Tiara.
“Kamu pikir semua ini akan segera selesai?” tanya Tiara.
“Mungkin. Kusarankan agar tetap di kamar malam ini!” saran Cornellio.
“Mengapa? Bukankah malam ini Hans menggelar pesta bersama Maira? Kamu tidak bergabung bersama mereka?”
“Aku akan bergabung. Sudah sekian lama aku nggak dengar alunan musik yang keren. Ide bagus. Hanya saja, aku juga merasakan firasat buruk malam ini,” kata Cornellio.
Tiara mengernyitkan dahi, mencoba memahami apa yang dikatakan Cornellio. Sementara dia berpikir, tiba-tiba Cornellio terbahak keras, seperti orang gila.
“Jangan percayai aku! Aku hanya bercanda! Aku nggak ada niat menakutimu!” ujar Cornellio.
“Jangan percaya apa pun yang dia katakan, Tiara! Dia seorang penulis novel horor yang kebanyakan berfantasi. Mungkin dia berfantasi bahwa kastil ini juga dihuni hantu wanita bergaun putih atau hantu pastur tua!” seloroh Karina. Ia beranjak hendak pergi ke luar ruang baca.
“Kamu mau kemana?” tanya Cornellio.
“Aku membutuhkan mood-booster. Semua ruangan di sini agak menyeramkan. Mau jalan-jalan sebentar berburu oksigen di kebun teh. Ada yang mau ikut?” tawar Karina.
“Kurasa bukan ide yang baik. Kita nggak mengenal daerah sekitar sini. Takutnya nanti tersesat. Kebun teh di sini seperti labirin yang membingungkan,” tolak Cornellio.
“Tersesat? Kamu anak TK? Hanya ada satu akses jalan di sekitar sini. Aku yakin, aku tak akan tersesat!”
“Kurasa lebih baik aku menenangkan diri di sini saja daripada bertemu dia ...,” keluh Tiara.
“Selamat bersenang-senang Karina!”
Cornellio melambaikan tangannya.
Karina melempar senyum manis, kemudian berlalu dari ruang baca. Cornellio kembali fokus melanjutkan obrolan bersama Tiara. Kali ini ia memilih duduk di depan Tiara, menatap gadis itu lekat-lekat.
“Ada yang mengganggumu?” Kembali Cornellio mengajukan pertanyaan.
“Bukan mengganggu cuman kadang membuatku muak!” keluh Tiara.
“Hans? Si muka vampire itu?”
“Siapa lagi?”
“Tak perlu risau. Dia memang begitu.” Tawa Cornellio pecah. Tiara makin gusar melihat tawa Cornellio. Tadinya ia membutuhkan dukungan moral dari pria itu. Namun siapa sangka, ia merasa seperti ditertawakan.
“Aku akan kembali ke kamar saja!” Tiara berniat menyudahi obrolan bersama Cornellio.
Kegusaran menyelimuti hatinya. Tergesa ia beranjak meninggalkan Cornellio yang menatapnya heran.
“Kamu meninggalkan aku juga?”
“Adios, Mr.Cornellio!” Lambaian tangan Tiara menutup pembicaraan itu.
“Jangan lupa untuk tetap di kamar, Tiara!” teriak Cornellio. Sayangnya Tiara sudah berlalu.
Ruang baca kembali sepi. Cornellio menyusuri lorong-lorong rak yang sunyi. Entah berapa ribu koleksi buku Anggara Laksono. Satu persatu ia jelajahi tiap rak. Hampir tiap genre novel ia temui, disusun berdasar abjad nama pengarangnya. Tak disangka, Anggara Laksono begitu rapi menyusun koleksi bukunya.
Plaaak!
Tiba-tiba Cornellio mendengar suara buku jatuh dari rak di lorong sebelah. Suara itu begitu jelas, apalagi didukung suasana ruang baca yang hening.
“Tiara? Katanya kamu mau kembali ke kamar?” Cornellio tersenyum, mendatangi arah suara.
Kosong.
Tak ada siapa pun di sana. Lorong itu sunyi. Beberapa buku terlihat jatuh di lantai. Walaupun begitu, Cornellio tak gentar. Ia tak pernah percaya hantu seumur hidupnya. Jatuhnya buku-buku di lantai membuatnya bertanya-tanya.
Adakah orang lain dalam ruang baca itu?
***
Matahari beringsut ke tepi cakrawala ketika Karina berhasil menyelinap keluar menuju kebun teh yang menghijau. Ditariknya napas dalam-dalam, merasakan kebebasan yang sesungguhnya. Berlari-lari kecil sepanjang jalan setapak kecil yang dikepung pohon-pohon teh. Karina menikmati kesendiriannya. Membebaskan perasaan bosan yang menghebat.
Tak hanya Karina, semua penghuni kastil mulai dihantui perasaan bosan dan gelisah. Berusaha mencari kesenangan, sementara Michael berusaha keras memecahkan misteri pembunuhan yang melibatkan para penulis itu. Di dalam kastil, Hans sudah siap dengan pesta kecilnya. Gejolak berpesta meledak-ledak tak terkendali.
Karina tak sadar bahwa hari semakin gelap. Benar apa yang dikatakan Cornellio. Sekarang ia merasa bingung mencari jalan pulang. Sekelilingnya hanya tumbuhan teh yang lebat.
Ada percabangan jalan setapak di depan, makin membuatnya gelisah. Rasa gembira yang tadi meraja, mulai bergeser menjadi kegelisahan. Dengan gusar ia menyusuri jalan setapak, tetapi tak juga ditemukan jalan raya. Ia berharap bertemu seseorang yang bisa menolongnya.
Sesosok yang tak asing tiba-tiba terlihat di ujung jalan. Karina tersenyum. Setengah berlari ia mendekati sosok itu. Rasa lega mulai menyeruak.
“Untung kamu ada di sini, aku hampir tersesat tadi ....,” kata Karina.
Wuuuttt!
Sayangnya bukan jawaban yang diterima Karina. Sosok itu tiba-tiba menyabetkan sebuah benda tajam, langsung mengenai pergelangan tangannya. Darah mengucur deras seketika!
“Kamu! Apa yang kamu lakukan?” pekik Karina.
“Maafkan aku Karina! Kamu kamu harus mati hari ini!” kata sosok itu sambil tersenyum sinis.
Dengan rasa cemas tak berhingga, Karina berbalik arah berlari meninggalkan sosok itu.
Sayangnya, sosok itu juga tak tinggal diam. Langkahnya makin cepat mengejar Karina.
“Tolooong!” lolong Karina.
Suara Karina menguap terbawa angin. Siapa yang mendengar teriakannya di tengah kebun teh seluas itu?
Dalam kepanikan. Karina berusaha menyelamatkan diri dari sosok yang terus mengejarnya. Lelah tak dirasakan lagi. Dalam keadaan terengah-engah, ia berhenti. Ia palingkan kepala ke belakang, sosok itu sudah tak tampak.
Menghilang?
Seumur hidupnya tak pernah ia merasa setakut ini. Dadanya berdegup kencang. Ia merasa maut sudah menanti di depan mata. Ia harus berjuang melawan ketakutannya, atau mati sia-sia!
Karina menghela napas lega. Ia harus segera keluar dari perkebunan itu.
Bruuuk!
Sayangnya belum sempat ia bergerak, sosok yang mengejar tadi tiba-tiba menerkam dari samping. Karina terbanting ke samping, meronta saat sosok itu mencengkeram kuat. Kakinya menendang-nendang, tetapi toh usaha itu sia-sia. Ia merasa benda tajam merobek perutnya! Tusukan demi tusukan mendarat di dada dan perut wanita malang itu ....
“Aaaahhhhh.....!!” suara lengkingan Karina segera menghilang terhapus suara deru angin yeng bertiup dahsyat.
Hening.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 390 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ● °°~°°Dita Feryza🌺
karina menjadi korban selanjutnya😲😲😲
2024-01-16
0
arsiyah arsiyah
tukang kebunkah pembunuh karina
2023-10-22
0
IG: _anipri
siapa lagi itu?
2023-01-04
0