Tiara Laksmi dan Adrianna Chen memilih duduk di bangku taman tua untuk menikmati teh di bawah pendar lampu temaram. Ratusan serangga kecil menari-nari di sekitar bola lampu mencari kehangatan. Suasana di taman agak dingin dan gelap. Waktu masih menunjukkan pukul tujuh malam, namun senyap setelah merayap menyelimuti kastil tua itu.
“Jadi mengapa kamu pilih genre seperti itu?” tanya Adrianna.
“Entahlah. Mungkin kemampuan berpikirku hanya sebatas itu. Aku menulis hal-hal yang disukai masyarakat kebanyakan. Dengan bahasa sederhana, vulgar dan mudah dimengerti. Novelku tak bisa dibandingkan dengan novelmu yang begitu rinci menceritakan prahara rumah tangga, seolah mengulik drama kehidupan pribadi seseorang,” terang Tiara Laksmi.
“Aku belum pernah membaca novelmu, tetapi ingin sekali. Siapa tahu bisa memberi inspirasi pada ceritaku selanjutnya.” Adrianna menyesap cangkir teh yang ia pegang sedari tadi.
“Bukannya tidak boleh, tetapi kusarankan jangan!” tawa Tiara.
“Mengapa?”
“Karena kamu hanya akan menemukan sampah di sana.”
“Sampah? Aku tidak berpikir sejauh itu. Karena setiap penulis mempunyai cita-rasa tersendiri untuk menyampaikan tulisannya. Ini masalah selera. Pada dasarnya selera masing-masing orang tidak sama. Mungkin kau menyukai sesuatu yang apa adanya, tetapi aku menyukai kelembutan. Tentu saja hal itu tak bisa dipaksakan satu sama lain,” ulas Adrianna.
Wanita ini cerdas, batin Tiara Laksmi. Ia bisa menilai dari sorot mata Adrianna Chen yang tajam. Mendadak ia merasa hanya butiran debu dibandingkan Adrianna. Ia tak berani berargumentasi apapun.
“Mau bercerita tentang masalah pribadi?” tawar Adrianna.
“Seperti apa misalnya?”
“Keluarga mungkin ....”
“Aku tak ada keluarga di Jakarta. Tinggal sendirian di sebuah rumah kontrak. Aku sedang menabung untuk membeli sebuah rumah. Semoga bisa tercapai tahun ini,” ungkap Tiara Laksmi.
Omzet penjualan novel Tiara Laksmi memang bisa dikatakan lumayan. Karya murahannya selalu dinantikan pemuja syahwat seluruh negeri. Penjualan novel yang lumayan tinggi, turut mempercepat perolehan lembar-lembar rupiah masuk ke pundi-pundi.
Hal ini tentunya berbanding terbalik dengan novel Adrianna yang lebih elegan. Novel Adrianna hanya dijumpai di gerai toko buku yang mempunyai jaringan luas di seluruh negeri. Novel Adrianna dirancang dalam sampul mewah, kemudian dibungkus plastik dengan harga melangit.
“Nice.”
“Kamu sudah berkeluarga?” selidik Tiara Laksmi kepada Adrianna.
Pertanyaan Tiara sontak membuat paras Adrianna berubah sedih. Matanya menerawang jauh ke kegelapan yang menyelimuti sekitar taman. Suara jangkrik menambah sunyi suasana.
“Hampir.”
“Hampir?”
“Rencana pernikahanku gagal ....,” gumam Adrianna Chen sambil menghela napas.
“Maaf, kamu nggak perlu cerita kalau memang nggak pengen,” kata Tiara kemudian.
“Mungkin lain kali, Tiara...,” gumam Adrianna.
Ada sesuatu yang disembunyikan di balik sunggingan senyum Adrianna yang misterius. Tiara juga enggan menelisik lebih jauh dengan urusan pribadi orang lain.
Mereka saling terdiam, sampai pada akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing. Suasana makin pekat. Bahkan langit juga terlihat kelam, tak menampakkan koleksi bintangnya. Hening semakin membabi-buta. Malam kembali melanjutkan langkahnya menuju pagi.
***
Karina putus asa. Peluh mulai menetes di ujung dahinya. Berkali-kali ia berusaha membuka pintu baja, namun pintu seakan kokoh tak bergeming. Suasana menjadi makin pengap. Oksigen terasa habis. Karina merasa cemas. Akankah hidupnya berakhir dalam ruangan ini?
Tiba-tiba ia merasa ada aliran oksigen dari luar. Pintu baja itu terbuka perlahan. Ia mendapati sosok Aldo dan Michael berdiri menatapnya dengan heran.
“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Michael.
“Terkunci? Bagaimana bisa?”
“Aku juga nggak ngerti. Aku sedang membuka buku-buku di tempat ini, tiba-tiba saja pintu ini tertutup dengan keras. Aku sudah berusaha membuka tetapi tidak bisa. Kalau kalian nggak datang, maka dapat dipastikan aku akan membusuk di tempat ini,” ujar Karina.
“Pintunya tertutup sendiri? Maksudmu tertiup angin?” selidik Michael.
“Pintu seberat ini tidak mungkin tertiup angin. Kita berada di ruang bawah tanah. Nggak mungkin angin seenaknya saja masuk dan membanting pintu! Jangan bodoh!” sanggah Aldo.
“Sudahlah tak usah dipikirkan. Pintu ini rusak, jadi mungkin bisa menutup dengan sendirinya. Bagaimana penyelidikan kalian?” tanya Karina.
“Sepertinya kita bicarakan besok sesudah sarapan nanti biar semua ikut mendengar. Bagaimana?” tawar Michael.
“Ide bagus!” Aldo menanggapi. Karina juga mengangguk.
“Kalau begitu mari kita keluar. Aku merasa tempat ini sungguh tidak nyaman!” ujar Karina.
Sebelum keluar, Karina mebawa buku harian bersampul usang yang sempat dibacanya. Rasa ingin tahunya memuncak. Sepertinya ada informasi penting yang termaktub dalam buku harian tua itu.
“Apa yang kamu bawa itu?” tanya Michael.
“Sebuah buku harian. Entahlah. Aku penasaran. Sepertinya ditulis beberapa puluh tahun yang lalu. Halamannya juga tidak lengkap. Ada inisial nama A.P. disampulnya ...,” ucap Karina sambil membuka-buka lembar buku harian yang berdebu itu.
“A.P.? Apakah itu inisial nama orang?” tanya Aldo.
“Mungkin ... lihat kalimat ini!” Karina memperlihatkan selembar halaman kepada dua rekan penulisnya.
Aku melihat manusia-manusia itu. Mereka telanjang dan diikat. Teriakannya membuat ku tak bisa tidur. Sangat menyeramkan bagai lolongan setan di tengah malam. Kulihat dia datang. Penguasa kegelapan.
“Kalimat ini sangat mengerikan ...,” gumam Aldo Riyanda.
“Ya, seperti menceritakan kejadian tragis yang terjadi di depan mata,” jawab Karina.
“Tapi tata bahasanya bagus. Seperti seorang penulis. Mungkin itu buku harian seorang penulis,” kata Aldo Riyanda lagi.
“Bawa saja buku harian itu! Sepertinya menarik untuk dipelajari!” perintah Michael.
Ketiga penulis itu segera naik menuju dapur, kemudian berniat kembali ke kamar masing-masing. Keringat membasahi sekujur tubuh. Di dalam ruangan bawah tanah, nyaris tak ada oksigen. Mereka menarik napas dalam-dalam sesampai di atas.
“Kalian boleh kembali dulu!” kata Karina.
“Mau kemana?” tanya Michael penuh selidik.
“Aku ingin mencari udara segar di sekitar kolam renang. Tak akan lama kok!”
“Sendirian?”
“Tentu saja! Aku akan baik-baik saja."
Michael dan Aldo tak bisa mencegah Karina. Lagipula, Karina juga tak akan kemana-mana. Kompleks kastil ini cukup luas, tetapi akses masuk cukup susah. Sehingga untuk keluar diperlukan paling tidak sebuah mobil.
Karina Ivanova, gadis berwajah Eropa Timur itu berjalan perlahan menyusuri halaman belakang yang senyap. Air kolam renang tampak berkilauan karena pantulan cahaya lampu. Cukup menyeramkan, tetapi Karina menepis rasa takutnya. Ia berjalan sambil sesekali membuka lembar buku harian yang ia bawa.
Tiba-tiba ia mendengar nafas terengah-engah di balik tembok dekat kamar mandi bilas. Suara itu agak aneh, memicu rasa ingin tahu Karina untuk mendekat.
Siapa pula malam-malam begini berada di tempat sesepi ini?
Ia memalingkan muka, melongok ke balik tembok. Pemandangan yang membuatnya darahnya berdesir lebih cepat. Karina melihat dua sosok manusia sedang berpagut penuh nafsu tanpa menyadari kehadirannya.
Si pria, Yoga si tukang kebun tampan, sedang bercumbu dengan si asisten seksi, Rania.
Sungguh pemandangan yang menggetarkan hati. Beberapa detik Karina berdiri mematung, menatap adegan penuh nafsu itu.
Untungnya mereka masih berpakaian!
Yoga menoleh cepat, menyadari adanya penyusup yang mengawasi keberadaannya. Si wanita juga terperanjat. Ia tak mengira perbuatan mereka akan dipergoki orang lain.
“Ma-maaf ... aku tak bermaksud mengganggu. Silahkan dilanjutkan!” ucap Karina segera beranjak meninggalkan pasangan itu.
“Tunggu!” teriak Yoga.
Karina memalingkan tubuhnya.
“Jangan sampai kamu ceritakan apa pun yang kamu lihat! Atau kamu menyesal!” ancam Yoga.
Karina mengangguk. Ia bergegas pergi dengan perasaan tak nyaman, sementara tatapan Yoga terus melekat sampai Karina tak terlihat.
“Aku takut ...,” bisik Rania.
“Tenang, semuanya akan baik-baik saja.”
“Aku harap begitu.”
“Mari kita lanjutkan yang tertunda tadi," Yoga tersenyum nakal. Rania membalas dengan anggukan. Mereka menyelinap kembali ke balik tembok, menyelesaikan urusan yang sedikit tertunda.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 390 Episodes
Comments
mama galaau
padahal baca ini siang bolong, tp aq ngeri sendiri 😣
2023-03-14
0
IG: _anipri
urusan mereka bilang?! bener-bener perbuatan yang nggak guna!
2023-01-04
0
IG: _anipri
astaga, ck benar-benar mengejutkan
2023-01-04
0