Dengan perlahan, Ammar menuruni tangga yang menuju ruang bawah tanah. Baru beberapa langkah, ia langsung disambut aroma pengap dan busuk yang berbaur menjadi satu. Buru-buru ia menutup hidung dan mulutnya. Isi lambungnya meronta minta dikeluarkan.
“Bau apa ini? Busuk sekali?”
Karena tidak kuat, dia kembali ke atas dengan muka pucat menahan mual. Perutnya terasa diaduk. Naluri detektifnya langsung menangkap ada yang tidak beres di ruang bawah tanah itu.
“Ada apa, Ammar?” tanya Mariah, ketika melihat gelagat yang tidak beres pada suaminya.
“Aku mencium bau busuk di bawah. Seperti bau bangkai!” ucap Ammar.
“Bau tikus mati mungkin ....” Mariah tidak menanggapi serius ucapan suaminya.
Sementara, Helen masih melanjutkan memasak, pura-pura tidak peduli dengan apa yang diucapkan Ammar. Tentu saja jantung wanita itu berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia hanya bisa pasrah, kalau pun mayat Pak Anggara diketahui keberadaannya.
“Aku memerlukan masker wajah!” kata Ammar.
“Aku akan ambilkan sebentar!” Mariah berdiri dari tempat duduknya, bergegas mengambil masker kain yang untuk menutup wajah Ammar.
Memang, kemana pun Ammar pergi dia selalu siap dengan benda-benda yang dibutuhkan seorang penyidik seperti masker, sarung tangan dan loupe. Tentu saja senjata api juga tak boleh terlewat. Kadang ada kasus mendadak yang mau tak mau memaksanya untuk turun tangan
Seperti kali ini.
“Aku ingin kamu ikut ke bawah!” perintah Ammar pada Mariah.
“Kenapa? Kamu takut?”
“Aku mencium ada ketidak beresan di ruang bawah tanah. Aura negatif begitu terasa menyengat. Aku ingin memastikan saja yang kurasakan ini salah.”
Mariah mengernyitkan dahi. Tak biasanya Ammar bersikap seperti itu. Selama ini ia selalu yakin dengan penyelidikannya. Kali ini ia melihat sorot keraguan di mata Ammar.
“Baiklah, aku temani kamu turun!”
Pasangan suami-istri itu kembali melangkah perlahan menuju ruang bawah tanah. Sama dengan kejadian sebelumnya, bau busuk menguar seketika. Baik Ammar mau pun Mariah masih bisa menghirup aroma busuk, walau masker sudah menutupi hidung dan mulut.
“Nah! Kau juga menciumnya kan? Aku kenal aroma ini. Bau busuk mayat!” desis Ammar.
“Kamu buat aku takut. Aku merasakan aura negatif di sini. Roh-roh yang menjerit kesakitan dan gelisah. Aku juga melihat seorang wanita dengan wajah sedih di ujung sana!” bisik Mariah. Bola matanya bergerak menyusuri tiap sudut ruang bawah tanah.
“Mari kita cari tahu, ada rahasia apa dalam ruang bawah tanah ini!”
Keduanya berjalan menyusuri ruang bawah tanah, mengecek dari bilik ke bilik. Bau busuk semakin menguat. Mariah hampir muntah dibuatnya. Tiba di bilik tempat jasad Pak Anggara, Ammar Marutami berdiri tertegun, melihat jasad yang dibungkus kantong plastik. Aroma busuk menguar dari sana. Bahkan sejumlah lalat juga mulai beterbangan.
Sejatinya, pemandangan ini adalah hal biasa bagi Ammar. Pengalamannya sebagai seorang polisi telah melatih mental, agar siap menghadapi kondisi apa pun.
“Kamu tunggu di sini saja! Biar aku masuk!” perintah Ammar.
“Apakah itu mayat?” tanya Mariah.
Rasa penasaran yang dalam membuat Ammar mendekati bungkusan plastik tersebut. Dengan agak kasar ia robek bungkusan dengan pisau lipat yang digenggamnya. Jantungnya bergolak ketika mendapati sesosok jasad yang mulai rusak! Belatung menari-nari dari bola mata yang hendak terlepas. Bau busuk mencengkeram seketika!
***
Sore itu juga, semua kamar diketuk oleh Ammar. Dengan wewenangnya sebagai aparat negara, ia memerintahkan penghuni kastil untuk berkumpul di ruang tengah. Kegusaran melanda dalam hatinya, tak habis pikir bagaimana mungkin orang-orang di kastil ini bisa merahasiakan kasus pembunuhan Pak Anggara, yang tak lain adalah paman dari istrinya!
Mariah sempat terpukul melihat kondisi pamannya yang tewas dalam keadaan mengenaskan. Saat ini ia memilih berdiam di kamar, tak mengikuti pemanggilan yang dilakukan oleh suaminya. Wanita itu masih belum percaya dengan pemandangan mengerikan yang baru saja tampak di depan mata!
Semua penulis sudah berkumpul di ruang tengah dengan perasaan tegang. Tak ada sedikit suara pun terucap. Bahkan detak jam dinding terdengar jelas. Ammar Marutami sudah berdiri, berjalan hilir-mudik dengan paras terlihat gusar. Ditatapnya satu-persatu wajah para penulis itu, seolah mengorek apa yang mereka sembunyikan dalam hatinya.
Bagaimanapun, para penulis telah menjalankan peran dengan sangat baik. Mereka telah berpura-pura bahwa segalanya baik-baik, padahal di bawah tempat tinggalnya ada jasad membusuk yang disimpan dalam plastik.
“Tentunya kalian tahu alasannya mengapa aku meminta kalian untuk berkumpul di tempat ini,” kata Ammar.
Semuanya masih terdiam, belum menyadari apa yang sebenarnya terjadi.
“Aku menggunakan wewenangku sebagai seorang polisi untuk memanggil kalian, karena ada suatu masalah besar yang sengaja ditutupi di sini. Mungkin awalnya terlihat rapi, tapi bagaimanapun bangkai akan selalu mengeluarkan bau tak sedap. Kalian melupakan, bahwa aku bisa mencium bau bangkai dari radius yang cukup jauh. Hari ini, satu penemuan telah membuktikan bahwa memang ada suatu ketidakberesan yang kalian sembunyikan. Dan dengan berat hati, dapat kukatakan bahwa kalian semua adalah tersangka pembunuhan!”
Kalimat Ammar membuat semua penulis yang hadir menahan napas. Mereka saling melirik, saling mencurigai. Bahkan wajah Michael tampak bersemu merah. Reputasinya sebagai seorang detektif dadakan berakhir sudah. Kini Ammar Marutami, sebagai seorang polisi telah mengambil alih penyelidikan.
“Bersiaplah! Dalam beberapa hari ke depan aku akan menanyai kalian satu-persatu. Siapapun pembunuhnya, jangan harap bisa lolos! Karena dalam lubang jarum pun aku akan menyeretmu untuk diadili. Ini bukan serta-merta Anggara Laksono adalah paman dari istriku, tetapi di sini aku berdiri sebagai seorang penegak hukum! Salah satu dari kalian adalah seorang pembunuh berdarah dingin!”
Setiap yang hadir merasa tak nyaman. Predikat tersangka yang disematkan oleh Ammar Marutami sungguh mempengaruhi perasaan. Mereka saling pandang, mencoba menerka si pembunuh yang dapat dipastikan duduk di antara mereka.
“Ini juga berlaku untukmu, Helen! Dan juga kamu, Rania! Karena kalian telah berkomplot dengan mereka menyimpan rahasia pembunuhan ini dengan rapi. Jasad Anggara sudah mulai rusak, dan Mariah akan melaksanakan prosesi pemakaman esok hari. Besok ada petugas medis yang akan membawa jasad Pak Anggara. Itu tidak mudah, karena jarak pekuburan yang ditempuh cukup jauh. Tak ada seorang pun dari kalian yang kuizinkan untuk mengikuti proses pemakaman! Hanya Mariah saja besok yang pergi ke kota. Kalian akan tetap tinggal, dan aku akan memulai penyelidikan.”
Helen dan Rania yang ada di tempat itu hanya membungkam. Tak ada yang bisa dilakukannya.
“Aku juga akan melacak kepergian Karina, yang dilaporkan menghilang. Bisa jadi ia tersangka, karena telah kabur entah kemana. Oya, masih kurang satu lagi penghuni rumah ini yang belum muncul. Tukang kebun itu,Yoga. Kemana dia?” tanya Ammar Marutami.
“Biasanya jam segini dia istirahat di kamarnya di belakang,” ucap Rania.
“Aku tadi sudah mengetuk kamarnya tapi tak ada seorang pun menjawab. Apakah mungkin dia keluar dari kastil?” tanya Ammar penuh selidik.
“Dia tidak pernah keluar, kecuali mengantar Helen berbelanja ke kota. Tetapi Helen sudah berbelanja beberapa hari lalu, jadi belum ada jadwal ke kota lagi. Kurasa dia lagi menyendiri di tempat lain. Kemarin aku bicara dengannya di gudang belakang. Aku melihat perubahan akhir-akhir ini. Ia seperti stres, dan menyimpan beban berat,” ungkap Rania.
“Kapan kamu terakhir bertemu dengannya?”
“Kemarin pagi. Setelah itu sore aku sudah tak bertemu lagi. Pagi ini, aku juga melihat halaman belakang masih penuh dengan daun berserakan. Aku tak tahu apakah dia lupa membersihkan atau sedang ada urusan lain,” kata Rania.
“Ada yang melihat Yoga?” Tatapan Ammar menyapu wajah para penulis satu per satu.
“Firasatku mengatakan ada yang tak beres dengannya. Dia biasa bangun sebelum matahari terbit, membersihkan halaman belakang dan kemudian membersihkan halaman depan. Ini diluar kebiasaannya,” tambah Rania.
“Baik. Kita akan cari tahu nanti!”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 390 Episodes
Comments
Taufik Ono Jabrik
tul
2024-01-01
0
mama galaau
mariah... masak kamu g bisa ngobrol sama paman mu atau teman2 bawah tanahmu??
2023-03-14
0
IG: _anipri
Yoga is dead Ammar
2023-01-05
0