Berulang kali, Aira menolak panggilan telepon, hingga benda persegi panjang nan pipih itu, berhenti berdering.
Belum hilang rasa terkejut dengan nada dering, kini ia dikejutkan dengan tangan pria yang memegang pergelangan tangannya.
"Siapa kamu? Ini dimana?" Tanya pria itu seraya memegang luka di perutnya. Matanya terbuka lebar dan melihat ke langit-langit plafon gypsum berwarna putih tersebut.
"Saya yang harusnya bertanya. Bukannya kamu yang tiba-tiba berada di rumah saya." Aira memandang pria itu dengan mengerutkan keningnya. Dalam kondisi seperti ini, sudah pasti pria itu tidak berani untuk mengejarnya, karena si lelaki, tidak memakai sehelai benangpun.
"Auw." Rasa sakit di bagian luka saat di gerakkan, membuat pria berwajah tampan itu sedikit meringis.
"Jangan bergerak, luka anda cukup parah." Aira menahan tubuh si lelaki.
"Tidak. Aku harus pergi sekarang, masih banyak yang harus aku selesaikan. Aku tidak punya waktu berlama-lama disini." Devlan berkata setelah kesadarannya sudah kembali. Ia sudah mengingat berbagai macam potongan peristiwa yang dialaminya sampai bisa masuk ke rumah ini. Meskipun merasakan sakit dan perih yang luas biasa namun Devlan tetap mencoba untuk bangkit dari tempat ia berbaring.
Aira hanya diam dan tidak berkata apa-apa. Ia hanya memperhatikan gerak tubuh si pria.
Diperhatikan seperti ini membuat Devlan bingung, namun ia merasa senang saat melihat respon si gadis, yang tidak berniat untuk menahannya lebih lama.
Devlan menurunkan selimut yang saat ini menutup tubuhnya. Matanya terbuka lebar ketika mengetahui bahwa sekarang ia tidak memakai sehelai benangpun, untuk menutupi tubuhnya. Hanya ada perban-perban yang saat ini menutupi bagian luka-luka di bagian tubuhnya. "Apa kau membuka semua pakaianku?" Devlan melihat anggukan kepala dari gadis tersebut.
"Jika anda ingin pergi silahkan, namun anda harus seperti ini, karena pakaian Anda, semuanya sudah tidak bisa lagi dipakai lagi." Aira berkata dengan tenang. Tampak dari raut wajahnya, tidak memiliki kecemasan atau beban apapun.
Devlan memandang gadis itu dengan tatapan tidak percaya. Bila seandainya ada yang bertemu dengan dirinya dalam kondisi luka parah seperti ini, sudah pasti orang itu akan ketakutan. Namun mengapa gadis itu terlihat tenang ketika melihatnya. Ia baru menyadari bahwa luka di tubuhnya sudah diobati. Dilihatnya selang infus yang menempel di punggung tangannya. "Siapa yang melakukan ini, apakah sudah ada yang mengetahui keberadaan aku di sini?" batin Delvan.
"Saya tidak tahu bagaimana ceritanya Anda bisa masuk ke rumah saya, dalam kondisi tubuh banyak luka. Sekarang anda sedang dicari-cari di luar. Sejak tadi saya ingin Anda pergi dari rumah saya, namun karena orang-orang diluar sana sepertinya masih mencari anda dan mengawasi rumah saya, saya harus berdiam diri di sini dan menunggu kapan waktunya saya bisa mengeluarkan anda dari rumah ini," jelas gadis itu tanpa ekspresi.
Devlan diam dengan mulut yang sedikit terbuka saat mendengar penjelasannya si gadis.
*Saya sudah susah payah menolong anda. Namun bila anda tetap ingin pergi dengan kondisi seperti ini, silahkan. Jika anda tidak ingin pergi maka kembalilah berbaring." Aira berkata dengan penuh penekanan.
Laki-laki itu terdiam kemudian berbaring dengan patuh mengikuti ucapan gadis itu.
"Ini pertama kalinya ada orang yang berani memberikan perintah untuk ku," batin laki-laki tersebut menatap gadis itu. "Apa kamu yang sudah menolongku?" tanya si Devlan.
"Apa Anda melihat orang lain selain saya?" Aira tersenyum dengan sangat manis.
Si lelaki menggelengkan kepalanya.
"Siapa nama Anda?" Meskipun sudah mengetahui nama pria itu lewat kartu identitas yang tadi sempat dibaca, namun tetap saja Aira bertanya.
Devlan diam sejenak. "Bimo," jawabnya asal.
Aira menganggukkan kepalanya seakan dirinya percaya dengan apa yang disampaikan oleh pria tersebut. "Ternyata wajah dengan namamu tidak sesuai," ucapnya.
"Apa maksudmu?" tanya Devlan.
"Aku tidak menyangka, namamu Bimo. Aku sempat berpikir namamu James, David, atau Jermy." Aira tertawa kecil.
Devlan hanya diam tanpa menjawab ucapan si gadis. "Siapa nama kamu?"
"Airin," jawab gadis tersebut. Bila si lelaki berdusta, maka ia juga melakukan hal yang sama.
"Aku akan mengantarkan mu ke rumah sakit, bila kondisi di luar, sudah tenang. Entah mengapa, sejak tadi, aku merasakan bahwa mereka sedang memantau rumah ku," Aira berkata sambil memandang pria yang saat ini menatapnya dengan manik berwarna coklat.
"Maafkan aku, karena sudah menyeret kamu ke dalam masalah ini. Bagaimana dengan luka ku?"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
༄𝑓𝑠𝑝⍟🥀⃞🕊️⃝ᥴͨᏼᷛtrisak⃟K⃠👏
Menarik tor 😍😍
2023-06-27
1
æ⃝᷍𝖒𖣤᭄℃æͣ͢𝖒ᷘ𝅘 ͤ⸙ᵍᵏ
Wajahnya aja yg kebule-bulean tapi namanya Bimo 😂 nyari nama samaran yg keren dikit napa Dev 🤣
2023-03-21
3
æ⃝᷍𝖒𖣤᭄℃æͣ͢𝖒ᷘ𝅘 ͤ⸙ᵍᵏ
Bimo 😂😂😂
2023-03-21
2