Gadis berandal

Sora kini kembali merenungi semua kemalangannya di kamar. Ia terfikir kembali akan kekasihnya yang pergi. Ia begitu rindu padanya, tawanya, candanya, dan semua ucapan yang pastinya bisa menenangkan Sora di saat seperti ini.

Sora duduk di pinggiran jendela sembari memandangi taman yang ada di luar. Begitu indah dan terawat, dan itulah Satu-satunya kenang-kenangan dari Sang Mami yang masih terjaga rapi hingga kini.

Sebenarnya Sora dan Ardy beda Ibu. Ibu Ardy masih hidup, tapi berada di sebuah Rumah Sakit Jiwa karena stres  Demensia yang di deritanya tak kunjung sembuh. Lalu Papinya menikahi Mami Sora, yang kemudian meninggal ketika Sora masih berusia Lima belas tahun. Kecelakaan, tapi banyak orang bilang jika itu di sengaja. Sampai sekarang belum di ketahui bagaimana kebenarannya.

Hp Sora berdering, dan Ia segera mengangkatnya. Ardy rupanya menelpon untuk sebuah kepentingan.

"Ya, Kak_ada apa?" tanya Sora.

"Bisa tolong bawakan File yang ada di ruang kerjaku ke kantor? Aku memerlukannya untuk rapat. Tapi, kalau bisa cepat ya...."

"Ya, baiklah... Nanti ku antarkan."

"Oke, Map warna Abu-abu, jangan salah."

"Hmmmm...."

Sora langsung mematikan telepon, dan langsung bergegas pergi.

"Nona mau kemana?" tanya Puspa.

"Antar berkas Kakak. Cepet kok, ngga akan mampir kemana-mana." sahut Sora, yang berlari dengan cepat menuju Lamborghininya yang terparkir rapi di garasi.

Ia pun menginjak pedal gas dengan kuat, lalu pergi dengan kecepatan tinggi. Ia ingin meluapkan semua perasaan hati yang masih gundah gulana, dengan menerabas jalanan. Ia begitu puas, ketika berhasil sampai dengan selamat di hotel Sang Kakak.

"Nih..." ucap Sora yang memberikan dokumen itu.

"Cepet bener, Loe ngebut?" tanya Ardy.

"Ngga perlu gue jawab 'kan?" balas Sora dengan santai.

"Ra... Jangah begitu lagi. Gue tahu, Loe itu masih labil, jangan sampai terjadi apa-apa sama Loe di jalan nanti."

"Apa contohnya? Kecelakaan, atau bahkan meninggal?"

"Ra... Makin lama makin ngaco kalau dibilangin."

"Dah lah, Kak. Gue mau cepetan balik. Puspa sama Bik Iyem lagi kontrol istimewa ke gue sekarang. Semakin terkekang banget rasanya."

"Itu semua demi Loe, Ra. Demi kebaikan Loe..."

"Apaan? Udahlah, gue balik. Kerja yang bener, biar cepet diangkat jsdi direktur utama." ucap Sora.

Gadis itu pun keluar dari ruangan Ardy dengan santai dan tenang.

"Kebaikan... Kebaikan kok mengekang? Jangan-jangan, lagi nyariin jodoh lagi, mereka ini?" gumam Sora, yang sedang menduga-duga.

Fikirannya saat ini nemang sedang tak beres. Otaknya selalu dipenuhi dengan fikiran buruk mengenai Papinya. Ia bahkan, sempat menyangka jika Sang Papi yang membuat Maminya bunuh diri, dan tak kecelakaan seperti yang mereka bilang.

Sora kembali menyetir dengan kecepatan yang tinggi. Tapi kali ini Ia merasa sedikit aneh dengan mobilnya. Tiba-tiba, ada sebuah mobil box besar di hadapannya. Sora berusaha mengerem, namun rem mobil itu ternyata blong.

"Shiiit! Kenapa begini? Tadi baik-baik saja...." gerutunya.

Mobil box semakin mendekat di hadapannya, bunyi klakson pun memekakkan telinga, apalagi teriakan orang dari luar begitu terdengar. Begitu bising, nyaris merusak semua konsentrasinya. Sora akhirnya refleks membanting setir ke arah kiri. Mobil Sora berputar hingga menimbulkan sebuah bunyi yang kencang.

Chiiiiiiiiiitttt... Braaaaakkkk! Mobil memang terhindar dari kendaraan di depan, tapi bodi samping menabrak sebuah tiang dengan begitu kuat.

"Aaaaakkkkh!" sora memekik, karena kepalanya terbentur setir, lalu punggungnya terhempas ke belakang dengan kuat.

"Mba... Mba... Ngga papa 'kan? Luka ngga?" seorang pemuda menyadarkannya yang lemah.

"I-iya, kebentur sedikit." jawab Sora, yang masih dalam keadaan syok.

Pemuda itu lalu membawa Sora keluar, dan membantunya duduk di sebuah kursi, lalu memberikannya minum.

"Mas, tangan saya gemeteran. Bisa tolong teleponin Papa saya?" pinta Sora, dengan memberikan Ponselnya.

Pemuda itupun mengangguk, lalu menelpon dengan nomor yang Sora tunjukan padanya.

"Sudah, Mba_katanya sebentar lagi datang kesini."

"Iya, makasih." jawab Sora dengan senyum ramahnya.

Sebuah mobil Roll Royce berwarna hitam datang dengan gagahnya. Berhenti tepat di hadapan Sora dan orang yang mengerumuninya di tepian jalan raya. Semua pun menyingkir memberikan akses jalan pada seorang pria paruh baya dengan tongkat di tangannya itu.

"Papi..." lirih Sora, dengan memegangi kepalanya.

"Apalagi ini, Sora? Apalagi yang kau lakukan?"

"Bisakah bertanya tentang kabarku dulu? Dimana rasa khawatir Papi pada anaknya?" sergah Sora.

"Papi sudah melihatnya dengan jelas. Mobil hancur, kepalamu terluka, dan kau menjadi tontonan warga? Apalagi yang kamu buat untuk mempermalukan keluarga kita?" ucap Papi Sora dengan nada tinggi.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itu yang di rasakan Sora saat ini. Alih-alih datang dengan sejuta kecemasan, justru Papinya malah mengomelinya di depan kerumunan orang. Membuatnya semakin menjadi pusat perhatian.

Sora benar-benar jengah kali ini, tapi Ia tak mungkin menjawab sang papi di depan semua orang ini. Ia hanya bisa diam, berdiri lalu mengayunkan langkah kakinya masuk ke dalam mobil papinya itu.

"Langsung pulang, Sep. Saya masih ingin bicara dengan gadis brandal ini." titahnya pada sang supir pribadi.

Omelan berlanjut hingga sampai di rumah. Dan yang lebih menyakitkan, adalah ketika Papi Sora kembali mengomelinya tanpa melihat situasi yang ada.

Semua keluarga dan sanak saudara yang berasal dari luar kota telah tiba, dan kini sedang menonton pertunjukan gratis itu. Ada yang melerai, ada yang menambah runyam suasana, dan ada yang dengan santai dan menikmati cemilannya menatap semua yang terjadi. Namun tak ada yang berani menolong Sora, sekedar untuk membersihkan lukanya.

"Pi... Sudahlah, jangan terlalu keras. Kasihan Sora." tegur Ayu, yang tiba-tiba datang dengan peralatan P3K di tangannya.

Ayu duduk di sebelah Sora, dan menarik miring tubuh Sora untuk menghadapnya. Ia pun segera membersihkan luka dan menempelkan verban di dahi Sora.

"Mulai hari ini, detik ini juga. Kamu Papi kurung di rumah. Papi sedang mencari ganti Afdal untukmu. Pernikahan harus tetap terlaksana, meski mempelai pria beda orang."

Tatapan Sora begitu tajam pada Papinya. Ia ingin melawan, tapi di cegah Ayu yang menahan tangannya untuk tetap duduk.

" Huuust! Jangan memperkeruh suasana." lirih Ayu.

Sora akhirnya kembali diam, dengan bulir-bulir airmata yang tertahan. Sepertinya sudah begitu banyak, dan hanya tinggal menunggu waktu untuk meledak.

"Huaaaaaa!!! Ha... Haha... Papi jahat, tetep kekeuh mau nikahin aku sama orang yang ngga ku cintai." tangis Sora di dalam kamarnya.

Untung ada Puspa yang tetap setia menemani, meski Ia juga tak tahu harus berbuat apa untuk Sora. Ia bahkan tak segan memeluk dan mengusap lembut bahu gadis itu agar sedikit tenang, karena memang hanya itu yang dapat ia lakukan.

Terpopuler

Comments

Memyr 67

Memyr 67

𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗷𝗮𝘂𝗵 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗲𝗸𝘀𝗽𝗲𝗸𝘁𝗮𝘀𝗶, 𝗺𝗲𝗹𝗶𝗵𝗮𝘁 𝗷𝘂𝗱𝘂𝗹𝗻𝘆𝗮.

2023-09-24

0

YuliaMile

YuliaMile

nyesek banget jd sora seolah dunia pun gak mau memihak dia ... auto kabur aja lagh dr rumah sora ...

2023-05-03

0

Putri Minwa

Putri Minwa

😖😖😖

2023-04-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!