Air Mata Sarah

Air Mata Sarah

Kecelakaan

“Juara umum tahun ini diraih oleh, Sarah.” Riuh suara siswa dan siswi berseragam putih abu-abu itu bersorak, jagoannya kembali meraih prestasi di sekolah.

Seorang gadis cantik bermata bulat keluar dari barisan, lalu berjalan menuju podium untuk menerima sebuah tropy dan piagam penghargaan atas prestasi yang telah diraihnya. Senyum semringah menghiasi wajah gadis bernama Sarah itu.

*****

Sarah sudah sampai di depan sebuah pintu rumah mewah milik orang tuanya.

“Assalamu’alaikum.” Sarah membuka pintu lalu bergegas masuk, mencari-cari keberadaan ibunda tercintanya.

“Bu … Ibu …” panggil gadis itu.

“Iya, Ibu di sini.” Seorang wanita paruh baya beteriak dari ruang dapur, tangannya terlihat masih menggurita menyiapkan hidangan untuk makan malam.

“Sarah jadi juara lagi, Bu!” seru gadis cantik itu, sambil mengangkat tropi dan piagam di kedua tangannya ketika sampai di belakang Sang Bunda.

“Anak siapa dulu dong,” sambut Ibu Marni sambil membalikan badan menghadap ke arah Sarah, lalu ia merentangkan kedua tangannya. Sarah berlari dan memeluk Ibunya.

“Berkat do’a Ibu,” bisik Sarah, haru.

Air mata Bu Marni meleleh membasahi pipinya yang masih telihat kencang di usianya yang sudah tak lagi muda.

“Ayah belum pulang, ya, Bu?” Sarah celingukan melihat ke teras belakang rumah, tempat yang biasa digunakan Sang Ayah duduk-duduk santai sambil menikmati secangkir kopi melepas penat setelah bekerja.

“Katanya masih ada meeting di kantor,” ungkap Bu Marni sambil mengusap bekas aliran dipipinya.

“Mandi dulu sana, bau keringat, ih,” kata Bu Marni sambil menutup hidungnya.

Sarah memajukan bibirnya sambil menggerutu, “anak sendiri dikatain.”

Bu Marni tersenyum, ia kembali melanjutkan aktifitas yang ditinggalkannya.

Sarah masuk ke kamar, dia menaruh tropi dan piagamnya di dalam sebuah lemari kaca yang terletak di pojok kamar, terlihat di sana sudah berjejer tropi juga piagam yang telah diraih Sarah sebelumnya.

“Hai prestasiku, kalian punya teman baru lagi, nih,” ucap Sarah pada beda-benda itu.

Sarah menyambar handuk di balik pintu kamar, lalu berjalan menuju kamar mandi. Sarah membersihkan tubuh dengan ditemani lantunan lagu-lagu kesukaannya.

*****

“Permisi!”

Dua orang laki-laki berseragam polisi berdiri di depan pintu sambil mengetuk-ngetuknya.

Bu Marni yang masih menata hidangannya di atas meja makan bergegas menghampiri, lalu membukakannya.

“Iya Pak, ada yang bisa saya bantu?” tanya Bu Marni setelah ia berhadapan dengan tamunya.

“Kami dari Satlantas Polsek, Bu. Apakah benar ini kediaman Bapak Prayoga?” ucap seorang polisi yang bernama Beni, terlihat dari sebuah papan nama yang terpampang pada seagam yang dikenakannya.

Bu Marni mengangguk, keningnya mengerut, fikirannya menerka-nerka hal yang terjadi pada suaminya.

“Ada apa dengan suami saya, Pak?” tanya Bu Marni dengan hati yang mulai risau.

“Boleh kami masuk?” pinta Beni.

“Oh, iya, silahkan.”

Bu Marni membuka lebar daun pintu yang masih dipeganginya dari tadi.

“Begini Bu, saya mendapat laporan bahwa Bapak Prayoga mengalami kecelakaan lalu lintas dan sekarang sudah berada di UGD Rumah Sakit.”

Sontak Bu Marni kaget dengan keterangan yang baru saja dia dengar, kakinya terasa lemas, untung saja Bu Marni sudah dalam posisi duduk di kursi ruang tamu saat itu.

Sarah mendengar pembicaraan mereka, dengan cepat dia menghampiri Ibunya, raut wajahnya terlihat kebingungan.

“Bagaimana keadaan Ayah saya sekarang, Pak?” tanya Sarah pada kedua polisi itu.

“Sebaiknya kita sama-sama saja berangkat ke sana,” saran Beni, lalu ia berdiri dari tempat duduknya.

*****

Seorang pria paruh baya tengah merintih kesakitan, ia terbaring lemah tak berdaya di sebuah ranjang Rumah Sakit.

“Tolong segera dibersihkan luka-lukanya dan pasang infus juga oksigen,” perintah seorang laki-laki tampan bertubuh tegap dan memakai snelli.

“Baik, dok,” jawab seorang perawat perempuan yang sudah siap dengan peralaan medis di tangannya.

“Ayah …” teriak Sarah histeris, ketika dia berhasil menemukan orang yang mereka cari di ruangan UGD Rumah Sakit itu.

“Bagaimana keadaan suami saya, dok?” tanya Bu Marni dengan perasaan khawatir.

“Beliau masih belum sadarkan diri, kami akan menanganinya terlebih dahulu, Ibu dan Adik silahkan menunggu di luar,” jawab doter itu.

Seorang perawat laki-laki mengarahkan Bu Marni dan Sarah agar menunggu di luar.

Ibu dan anak itu menurut, keduanya ke luar dari ruang tindakan lalu duduk di ruang tunggu bersama dua polisi yang menemani mereka dalam perjalanan ke Rumah Sakit.

“Kenapa ini bisa terjadi?” lirih Bu Marni dengan air mata yang berlinang.

Beni yang mendengar ucapan Bu Marni berusaha menjelaskan kronologi kecelakaan yang menimpa Pak Prayoga, setelah menarima laporan dari tim olah TKP melalui telepon selulernya.

“Bapak mengalami kecelakaan karena berusaha menghindar ketika hendak bertabrakan dengan seorang anak muda yang membawa sepeda motor. Sekarang anak muda itu sudah berada di kantor untuk di mintai keterangan,” tutur Beni menjelaskan.

“Kalau begitu kami permisi, Bu,” Beni pamit pada Bu Marni.

“Besok kami ke sini lagi, untuk meminta keterangan dari Pak Prayoga,” imbuhnya seraya berjabatan tangan dengan Bu Marni dan Sarah.

*****

Seorang pemuda berwajah tampan terlihat panik setelah digiring oleh dua orang polisi menuju Polsek setempat.

Dia merogoh ponsel yang berada di dalam tas gendongnya.

“Pah, tolong, Devan lagi di kantor polisi nih,” rengek pemuda itu setelah sambungan teleponnya diterima.

“Kamu kenapa?” suara seorang pria disebrang sana bertanya.

“Devan udah bikin orang celaka, Pah, tapi Devan nggak sengaja, beneran deh,” lanjutnya dengan nada ketakutan.

“Sengaja atau nggak kamu harus tanggungjawab!” tegas suara dalam ponsel yang dipegang Devan.

“Papah kesitu sekarang.”

Tut … tut … tut … pembicaraan itu selesai setelah seseorang yang dipanggil Papah oleh pemuda bernama Devan itu menutup sambungan teleponnya secara sepihak.

“Saudara Devan Putra Bagaskara,” panggil seorang polisi.

“Iya, saya sendiri, Pak,” sahut Devan.

“Silahkan duduk di sebelah sini dan berikan keterangan anda,” titah polisi itu, sambil menunjukan kursi yang berhadapan dengan seorang polisi dengan laptop didepannya.

“Bagaimana kejadian ini bisa terjadi?” tanya polisi yang duduk berhadapan dengan Devan.

“Saya mau berangkat ke kampus, arah saya berlawanan dengan mobil berwarna biru itu, karena saya buru-buru, saya berusaha menyalip mobil truk yang ada didepan saya, mobil biru itu menghindar dan menabrak batas jalan. Tapi sumpah Pak, saya nggak sengaja Pak, beneran,” tutur Devan menjelaskan kejadian yang dialaminya.

Polisi yang bertanya itu kemudian mengetik laporan berdasarkan informasi yang sudah dia terima dari Devan.

Pemuda berambut cepak itu terlihat gelisah, dia menunggu kedatangan Papahnya agar segera mendapatkan pertolongan.

“Papah lama banget, sih,” gerutunya.

“Penjarain aja anak nakal itu, Pak,” sungut seorang pria berbadan tegap, dengan langkah yang berwibawa beliau memasuki ruangan dimana Devan berada.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!