Ibu mertuaku tersenyum puas melihatku menangis pilu karena baru saja dokter memberitahukan kepadaku kalau aku kehilangan bayiku yang baru seukuran kacang. Hal yang disebabkan oleh tekanan, kekurangan asupan, dan lemahnya fisik ku.
Betapa tidak, jika aku memang hanya sedikit saja mengkonsumsi makanan disetiap harinya, itupun hanya makanan sisa ibu mertuaku. Tapi bukan hanya karena itu saja penyebabnya.
Padahal bukan itu kejadian sebenarnya!
Ingin aku meneriakkan hal itu, tapi aku tak mendapatkan keberanian barang sedikit saja.
"Anggita... sabar ya, Nak. Mungkin anak itu belum rejeki kalian, nanti pasti Tuhan akan memberikan ganti yang lebih untuk kalian berdua, " Mama Siska menangis tersedu, walau entah darimana ia mendapatkan air mata palsunya itu.
Ia memelukku yang hanya terbujur kaku. Aku tak mampu menggerakkan tubuhku barang sedikit saja, seluruh badanku terasa remuk redam. Bahkan untuk menangis pun kini rasanya aku sudah tak sanggup lagi.
Kenapa kau tak sekalian membunuhku saja, ibu mertua?
Atau memang ini tujuanmu? Membunuh penerus Rega, agar tak ada kandidat yang akan melanjutkan perusahaan milik suamiku? Dan Raka lah yang akan kau ajukan?
Mungkin memang itulah tujuan utamanya. Tapi kenapa tega-teganya ia membunuh janin yang bahkan belum terbentuk?
Hatiku menjerit, mencaci dan memaki ibu mertuaku dan anak kesayangannya yang sudah membuatku menjadi seperti ini. Mereka yang sudah membunuh anakku!
Tapi aku hanya mampu menagis tanpa suara. Air mataku tak hentinya meleleh membasahi baju dibagian pundakku yang sekarang mulai terasa perih. Mungkin karena luka bekas siksaan ibu mertuaku yang terkena air mataku saat ini, sehingga menimbulkan rasa perih yang amat sangat.
"Shh... " aku meringis menahan sakit.
Aku tak mampu menatap suamiku yang melihatku dengan pandangan yang semakin jijik, apalagi yang sudah mama Siska katakan padanya?
Disaat hatiku tengah merasa hancur karena kehilangan calon anakku yang baru saja akan membentuk kehidupan di dalam rahimku, ia harus terlepas dan luruh begitu saja karena kekejaman yang dilakukan oleh nenek tirinya sendiri.
Tetapi Rega hanya terdiam membisu, entah apa yang ada di fikirannya. Apa dia juga merasa kehilangan? Atau malah sebaliknya, justru ia merasa senang karena anak yang ia kira buah hasil dari perselingkuhan ku dengan lelaki lain telah meninggal.
Aku semakin hancur, aku sudah tak diterima sebagai menantu, aku juga tak dianggap sebagai istri, kini aku juga merasa tak becus menjadi seorang ibu.
"Segera urus semuanya secepatnya, Robin. " Tanpa Anggita tau, Rega pun menangis dalam diamnya.
Dokter curiga padaku yang selalu meringis dan menahan sakit, bahkan aku menggigit bibir bawah ku saat dokter memeriksa dengan memegang tanganku. Karena aku sendiri tak mampu bergerak leluasa, bahkan untuk minum saja suster lah yang membantuku.
Untung saja mama Siska sudah kembali ke rumah sejak tadi, jadi ia tak tau saat dokter memeriksa ku. Rumah sakit yang sekarang berbeda dengan yang waktu lalu merawatku saat mama Siska menyiksaku dengan panasnya setrika listrik.
Betapa terkejutnya sang dokter saat melihat luka di tanganku, ada luka-luka melepuh yang mengelupas dan kembali mengeluarkan darah. Luka lecet, tergores dan juga ada lebam di tangan kiriku.
"Sebenarnya luka bekas apa itu, Dok? " tanya Rega yang seakan ingin memastikan sesuatu.
"Ini luka melepuh, biasanya disebabkan oleh terkena benda panas, seperti air panas, api, kenalpot panas atau bahkan setrika, " terang dokter membuat kening Rega berkerut dalam.
"Apa saja yang Anggita lakukan sampai bisa terkena benda-benda seperti itu? Apa selama ini ia melakukan pekerjaan rumah, dan secara tak sengaja terkena benda-benda yang disebabkan oleh dokter tadi? " Rega tampak terdiam seperti orang yang tengah berfikir.
Apa dia memikirkan tentang lukaku?
Suster memiringkan tubuhku, dokter memintanya memeriksa tubuhku secara menyeluruh. Saat suster membuka pakaianku, ia memekik terkejut melihat semua luka pada punggungku.
Bukan hanya suster, dokter dan Rega pun tak kalah terkejutnya.
"It-itu? " Rega membelalak kan matanya, kelakelanya menggeleng-geleng tak percaya dengan apa yang disaksikan oleh mata kepalanya sendiri.
"Astaga... " gumam dokter yang terdengar di telingaku.
"Ini seperti bekas cambukan atau bahkan pukulan, dan ini juga bekas luka bakar, luka melepuh yang sudah mengelupas kembali, " terang dokter pada Rega yang masih ternganga.
"Oh Tuhan... apa yang sudah terjadi pada istriku? berdosa lah aku karena mengabaikannya selama ini? Bahkan tanpa sepengetahuan ku, ia terluka dan tersiksa. Tapi siapa yang sudah melakukan hal sekejam itu padanya? "
Apa yang sedang difikirkan nya? raut wajahnya penuh tanda tanya. Aku hanya diam menahan rasa sakit di seluruh tubuhku. Ingin bertanya pada Rega, tapi tidak mungkin ia mau menjawab ku. Bukankah ia sangat membenciku?
"Suster, siapkan semua peralatan untuk mengobati semua luka pada Ibu Anggita, " ucap dokter itu kemudian.
"Baik, Dok, " suster pun keluar dari ruangan ku untuk mengambil semua peralatan yang dibutuhkan.
Atas permintaan Rega aku tak dipindahkan ke ruang operasi lagi, entah apa yang lelaki itu fikirkan dan inginkan. Aku benar-benar tak mengerti bagaimana jalan fikirannya. Sudah berulang kali raut wajahnya menyiratkan tanya. Dan juga kesedihan yang amat mendalam, tapi aku sama sekali tak berani untuk menyapanya.
Dokter menyuntikkan obat bius beberapa kali pada punggungku. Mungkin lukanya terlalu parah sehingga harus dibius agar aku tak terlalu merasakan sakit.
"Darahnya masih keluar lagi, Dok? " tanya Rega.
"Ya, darah segar yang bercampur dengan darah putih yang semula sudah menutup luka itu tapi malah terbuka kembali. Sepertinya karena efek cambukan inilah penyebabnya, "
Aku masih bisa menangkap bayang Rega memperhatikan dokter mengobati punggungku. Seluruh punggungku yang mungkin sekarang ini tak berwujud seperti punggung lagi. Mengingat bagaimana ibu mertuaku saat menempelkan setrika panas di punggungku dengan kuat, rasa panas dan perih menjalar hingga ke ulu hatiku.
"Izinkan kami memotret nya untuk menindak lanjuti kedepannya, Tuan, " ucap dokter itu membuatku bertanya-tanya.
Menindak lanjuti? Apa dokter akan membebaskan aku dari belenggu jahanam ibu mertuaku?
Apa aku akan bebas setelah ada yang tau soal ini?
"Begini, Dok. Bukan saya tidak mengizinkannya, silahkan saja di potret, saya pun juga akan mengambil gambarnya. Tapi biarkan saya yang mengurus hal ini kedepannya, "
Dokter itu tampak berfikir, mungkin ia sebagai orang luar justru merasa curiga pada Rega yang seakan melarang dokter tersebut untuk mengurus kasus ku.
"Apa Dokter mencurigai saya yang melakukan itu semua? " tanya Rega yang ditatap sedemikian rupa oleh sang dokter.
"Sejujurnya iya, tapi baiklah saya percaya pada Anda. Tapi saya tetap akan menyimpan foto dan video ini untuk berjaga-jaga kalau sampai Anda tidak segera melaporkan nya berarti dugaan saya benar adanya, "
Dokter macam apa dia? Berani sekali dia mengancam Rega? Tapi suamiku itu tidak marah, malah ia mengangguk dan menjabat tangan dokter itu.
Suster sudah selesai membersihkan darah yang menempel, kini dokter mulai membalut punggungku dari atas sampai bawah. Seluruh punggungku kini berbalut perban. Semoga saja bisa segera sembuh dan kembali seperti semula. Harapku.
"Tapi selain Anda, sebenarnya ada orang lain lagi yang saya curigai. Tapi entahlah, silahkan Anda urus terlebih dahulu jika memang bukan pelakunya, "
"Siapa, Dok? "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Yane Kemal
Rega bodoh
2023-07-13
0