Mama Siska melotot dengan urat muka menegang, ia sangat murka saat ini, karena sang putra yang sangat disayangi dan dimanjakannya selama ini, kini berani melawannya hanya demi seorang wanita yang hanya merupakan menantunya dari anak tirinya, menantu yang sangat tak diharapkan olehnya. Bahkan menantu yang amat sangat dibenci olehnya.
"Berikan wanita itu pada Mama, Raka! " teriak mama Siska.
"Enggak! " Raka pun kekeh dengan pendirian nya kini.
"Berikan, Raka!" bentak mama Siska lagi pada putranya.
"Enggak, Ma." Raka makin erat memeluk tubuh Anggita, darah semakin bercucuran dari wanita itu.
"Raka! " teriakan mama Siska sangat nyaring terdengar ditelinga Raka. Tapi suara hujan yang semakin lebat disertai petir membuatnya tak terdengar dari luar.
"Mama mau apain dia kalau Raka kasih ke Mama?" tanya Raka tak kalah kencangnya.
"Mama mau lempar dia dari balkon, " jawab Siska asal, entah itu perkataan yang serius atau hanya karena ia merasa kesal saja dengan anaknya.
Mata Raka membelalak lebar, "apa ...? Mama bener-bener udah nggak waras. Mama mau jadi pembunuh? " tanya Raka berseru.
"Kamu mau jadi anak pembangkang, Raka? " tanya Siska geram.
"Raka nggak akan biarin Mama bunuh dia!" teriak pemuda itu.
"Berikan, Raka! Biar sekalian wanita itu mati, dan hidup Mama bisa tenang. Lalu kamu akan cepat jadi penerus di perusahaan Harsono Grup, bukannya malah Si Rega itu, " seru Mama Siska.
"Tapi nggak harus bunuh orang juga, Ma! Raka nggak mau masuk penjara. Jadi CEO enggak, jadi napi iya, " Raka masih berusaha menyadarkan ibunya.
Walau bagaimanapun, ia sangat menyayangi ibunya tersebut. Ibunya yang selalu memberikan apa yang ia butuhkan bahkan tanpa ia minta sekalipun. Ibunya yang selalu memanjakannya, hingga ia tak tau bagaimana caranya mencari uang dan hanya bisa terus menghambur-hamburkannya saja.
Tapi kini ia juga tak bisa membiarkan jika ibunya akan bertindak diluar batas, ia tak ingin ibunya menajdi seorang pembunuh dan nantinya akan di penjara.
" Haa argghh.. persetan! " Siska menarik paksa Anggita dari dekapan raka.
Raka pun tak mau kalah, ia terus mempertahankan dekapannya agar tak bisa diambil oleh ibunya.
"Raka ... lepas!" Bentak Mama Siska.
"Enggak akan, Ma!" jawab Raka tegas
"Lepas Mama bilang!"
"Enggak. Kalau Raka bilang enggak ya artinya enggak, Ma, "
"Mama... 'makek' ya?" tatap Raka menyelidik terhadap mamanya.
"Emang! Kenapa kalau Mama make? Kamu mau laporin Mama ke polisi?" Mama Siska menatap Raka tak kalah tajamnya.
"Laporin aja sana! Mama nggak takut! Mama nggak takut! Biar sekalian Mama mendekam di penjara kalau itu akan membuat kamu bahagia, "
"Kenapa? Kenapa Mama jadi kayak gini sih? " tanya Raka dengan air mata mengalir.
Melihat Raka yang mulai lengah dan pegangan tangan yang mengendur, tak seerat tadi. Mama Siska menyeringai dan dengan cepat menarik Anggita dari delapan Raka.
"Jangan, Ma...! " jerit Raka saat melihat aksi mamanya yang diluar kendali.
Tubuh Anggita yang mungil dan kurus membuat Siska tak merasa kesulitan sama sekali. Apalagi ditambah dengan wanita paruh baya itu yang sedang dalam pengaruh alkohol dan obat-obatan terlarang, membuatnya seperti memiliki tenaga ekstra.
Mama Siska membohongi tubuh Anggita dan berlari ke balkon yang jaraknya sudah tak jauh lagi dari tempat mereka semula.
Lalu ...
"Mama ... tidak...!!! " teriak Raka sejadi-jadinya.
Raka menangis meraung melihat sang ibu melepas Anggita begitu saja dari atas balkon seperti melempar karung berisi sampah.
Lelaki itu lemas seperti kehilangan tulang belulang nya, membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya pada dirinya dan sang ibu tercinta.
Apakah mereka akan masuk penjara? Atau ibunya sudah punya rencana untuk mensiasatinya.
"Jangan, Ma...! "
Tubuh Raka luruh ke lantai, ia merasa gagal menghentikan sang ibu agar tak menajdi seorang pembunuh.
"Raka nggak mau menjadi pembunuh! "
"Mama jangan jadi pembunuh! " Kedua tangan Raka memukul-mukul lantai yang masih ada bercak darah Anggita.
"Raka nggak mau masuk penjara, " ucap Raka sambil menangis meratap.
Mama Siska tertawa terbahak-bahak, ia merasa seakan bebannya suah hilang bersama dengan terlempar nya Anggita ke bawah sana.
"Hahahahaha! Rasain kamu, udik! Mati sekalian aja sana!" Mama Siska tertawa senang, ia seperti orang gila yang tak memikirkan apa sebab akibat dari perbuatan nya.
Kesadarannya, kewarasannya hilang akibat efek obat-obatan terlarang yang di konsumsi olehnya beramaan dengan minuman beralkohol. Entah akan bagaimana ia nanti setelah tersadar.
"Mama gila! Mama nggak waras! Mama pembunuh! " Raka menangis sesenggukan. Ia menatap nanar lantai yang bersimbah darah dari Anggita.
"Anggita, maafin gue.. gue nggak bisa nyelametin lo dan anak lo, "
"Gue nggak berguna, Nggi! Maafin gue, " lelaki itu menyesali ketidakberdayaan dirinya.
Raka tak bisa membayangkan apa yang terjadi pada Anggita di bawah sana setahun dilempar oleh ibunya.
Apakah Anggita sudah mati?
Apa tulang belulang nya remuk?
Apa kepalanya pecah?
"Apa anak dalam kandungannya juga mati? "
Semua pertanyaan itu terlintas di pikirnanya, tapi ia sama sekali tidak berani untuk melihat keadaan Anggita. Ia perlu menata hati dan otaknya yang kacau.
Ia ingin marah dan memakai, atau bahkan menghajar orang yang sudah menyakiti Anggita. Tapi setelah ia kembali ingat jika orang tersebut adalah ibu kandung nya sendiri, ia langsung merasa tak berdaya.
Tidak mungkin kan dia menghajar ibu kandung nya sendiri? Tidak mungkin ia mencaci maki mamanya sendiri.
Apalagi untuk melaporkan wanita yang lahirkan ya itu ke pihak yang berwajib, ia merasa tak sanggup. Sama sekali tak sanggup jika harus melihat sang ibu mendekam di balik jeruji besi.
Ibunya yang selama ini selalu hidup dalam kemewahan dma bergelimang harta, akan seperti apa jika harus hidup di dalam penjara yang sempit dan pengap? Jika harus tidur hanya beralaskan lantai saja.
"Kenapa Mama harus membunuhnya?" Teriak Raka tiba-tiba.
Fikiran lelaki muda itu berkecamuk, bukan hanya rasa sayangnya terhadap Anggita yang membuatnya merasa hancur.
Tetapi rasa cinta dan kasihnya terhadap sang ibu yang lebih besar lah yang membuatnya merasa marah dan kecewa.
"Kenapa, Ma? " Raka *******-***** bahkan menjambak rambutnya. Ingin sekali rasanya ia menghilangkan bayangan kejadian yang baru saja ia saksikan.
Tapi mana mungkin bisa, saat tragedi memilukan itu terjadi di depan matanya secara langsung. Ia benar-benar melihat secara nyata bahwa ibunya sudah melempar Anggita dari balkon kamarnya ke bawah sana.
"Aku nggak boleh biarin ini terjadi, " ucap Raka tiba-tiba.
"Aku nggak bisa biarin Mama di penjara, "
"Aku akan mempertanggung jawabkan perbuatan Mama. Kau yang kan mengaku di kantor polisi kalau akulah pelakunya, bukan Mama. Ya, benar, " Gumam Raka pada dirinya sendiri. Ia tak bisa membiarkan ibunya menderita di dalam penjara.
Raka beranjak dan berjalan terhuyung, lututnya masih terasa lemas karena syok. Ia bersandar pada teralis besi yang ada di balkonnya. Lalu melongok ke bawah untuk melihat keadaan Anggita terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan.
Tapi alangkah terkejutnya saat ia tidak melihat ala-apa si bawah sana.
"Anggita? Dimana dia? " Gumam Raka bertanya.
"Apa maksudmu? "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Cctvrumah Modah
ceritanya sangat gaknmasuk akal..gak bermutu
2023-10-08
0
Nur Wana
😁😁😁 film kartun aj d siksa ngk mati2 dasar menulis bego bkin crita
2023-08-06
0