Anggita mendudukkan Raka di ranjang, dan ia melihat ada serpihan kaca gelas yang pecah di lantai. Mungkin itu penyebab Raka terluka, begitu pikirnya tanpa bertanya pada Raka.
"Dimana obatnya? aku akn segera mengobati lukamu agar tak infeksi," tanya Anggita tanpa mengingat jika dirinya sendiri pun juga butuh diobati sebenarnya. Bahkan lukanya malah lebih parah dibandingkan dengan Raka.
Raka menyeringai di tempatnya, "Obat ku adalah kamu, Anggita. Karena kau yang sudah membuatku kesakitan menahan hasrat, jadi kau juga yang bisa menjadi obatnya, "
"Dimana, Raka? kenapa kamu malah diam saja? Darahmu bisa habis kalau nggak cepat diobati, "
"Itu, di laci samping ranjang, " tunjuk nya dengan tangan kanan yang tidak terluka.
Lelaki itu bersiap di belakang Anggita yang sedang membungkuk mencari kotak obat di laci bawah nakas milik Raka.
Grep.
Raka memeluk erat tubuh Anggita dari belakang.
"Apa yang kamu lakukan, Raka? Lepaskan aku! " teriak Anggita mencoba melepaskan lingkaran kedua tangan Raka yang membelit tubuh nya.
"Obatku adalah kamu, Nggi. Sampai kapanpun bkamu mencarinya, tidak akan ketemu dimanapun. Karena kamulah obatnya, " bisik Raka dengan suara serak.
"Apa maksudmu? Aku nggak ngerti, " Anggita tetap berusaha melepaskan diri dari Raka.
"Kamu memang bodoh, Anggita. Tapi aku tau kamu bukan orang idiot yang sampai nggak tau bagaimana perasaanku terhadapmu, " Raka mencium telinga Anggita, membuat wanita menggeliat dan semakin marah.
"Lepaskan aku, Raka! Atu aku akan berteriak dan ibumu akan kembali memarahimu, " ancam Anggita, seperti sedang mengancam bocah tujuh tahun.
Raka tertawa, "aku tak sebodoh dirimu, Anggita. Sebelum menjalankan rencana, aku sudah lebih dulu memastikan semuanya. Mamaku sedang pergi brsama teman-teman nya, dan kamu tau sendiri jam berapa ia biasa kembali 'kan? "
Cegluk.
Anggita menelan ludah dengan susah payah, ia sangat tau kalau ibu mertuanya pergi biasanya akan kembali pada dini hari menjelang fajar menyingsing. Tapi sekarang baru hampir tengah malam. Yang artinya itu masih sangatlah lama.
Sedangkan Rega, ia tau jika suaminya itu sedang pergi ke luar kota. Makanya ibu mertua dan adik iparnya itu berani berulah.
"Aku mohon, Raka. Tolong jangan seperti ini... "
"Apa, Anggita? Aku menyukaimu, aku bisa melepaskanmu dari siksaan ibuku jika kamu menurut padaku, dan memenuhi keinginanku, " tawar Raka.
"Tapi yang kau inginkan itu hal yang mustahil, Raka. Aku ini kakak iparmu sendiri, tidak mungkin bagimu untuk memilikiku, " ucap Anggita dengan tangis yang pecah. Ia merasa takut kalau Raka akan benar-benar memperkosanya kali ini.
"Persetan dengan hubungan kakak ipar, dan adik ipar, Anggi! Yang aku tau, aku menyukaimu dan aku saat ingin memilikimu! " emosi Raka membuncah.
Lelaki itu membalik tubuh Anggita agar menghadapnya dan memaksa mencium wanita itu.
Anggita menolak dengan memalingkan wajahnya, hal itu semakin membuat Raka kian emosi.
"Kalau aku nggak bisa meminta kepadamu secara baik-baik, maka jangan salahkan aku kalau harus memaksamu, " Raka memegang kepala Anggita, ia terus menciumi wajah dan juga bibir kakak iparnya.
Anggita menangis dan memukul-mukul dada Raka dengan tenaganya yang tak seberapa.
"Bibirmu manis, Anggi. Pantas saja Rega langsung jatuh cinta padamu dan mencumbumu setiap waktu, hal yang juga sangat ingin aku lakukan terhadapmu saat aku melihatmu tersenyum menuruni tangga dengan rambut yang basah," ucap Raka dengan tangan yang bergerilya.
"Hiks.. hiks.. hentikan, Raka! " Anggita terus berusaha mencekal tangan Raka yang semakin kemana-mana.
"Dan yang paling aku benci adalah ... saat kau bergandengan dengan Rega sambil tertawa bercanda bersama, hal itu mengingatkanku jika kamu adalah milik Rega, bukan milikku, " Raka menangis dan memeluk erat tubuh Anggita.
Pov Anggita
Aku tau apa yang sebenarnya Raka maksudkan, apa dia benar-benar menyukaiku? tapi bagaimana bisa dan sejak kapan hal itu terjadi?
Sedangkan aku merasa kalau selama ini bahkan Raka sangat jarang berbicara padaku, paling dia hanya tersenyum saja saat melihatku dan hanya sesekali menyapaku, lalu sejak kapan ia mulai menyukaiku?
Di malam yang dingin karena hujan sedang mengguyur dengan derasnya, aku menjerit, menangis dan meronta saat Raka kembali mencoba menjamah ku, aku melawannya dengan sisa-sisa tenagaku.
Tapi seakan tak mendengar tangisan dan teriakanku, Raka malah tertawa terbahak dan bertindak semakin beringas.
Ia bertindak semakin kasar dan di luar batas, daster yang ku kenakan pun mulai koyak karena ia tarik secara paksa. Raka melepaskan celana panjangnya hingga hanya menyisakan celana dalaman kolor saja. Bajunya pun sudah ia tanggalkan sejak tadi.
"Menurut lah, kakak ipar.. atau kau sendiri yang akan kesakitan, "
Pada waktu yang bersamaan, pintu kamar Raka terbuka dengan lebar dan suara keras. Aku merasa lega karena bisa terbebas dari Raka.
Ternyata bukan Rega yang menyelamatkanku, melainkan ibu mertuaku. Tali tidak masalah, yang terpenting bagiku adalah aku terlepas dari Raka yang sudah menjelma menjadi manusia yang dipenuhi oleh nafsu.
Aku terduduk lemas dengan tangis sesenggukan. Kepalaku yang semula tadi sudah sakit kini kembali berdenyut nyeri.
Raka langsung kelabakan, panik dan kebingungan mencari dimana ia melemparkan bajunya semula.
Mama Siska murka, ibu mertuaku itu langsung menarik Raka dan menampar pipi anak kesayangannya dengan kencang. Terbukti dengan kepala Raka yang langsung tertoleh.
"Apa-apa ini, Raka? " teriak mama Siska.
"Sudah berapa kali Mama katakan sama kamu, agar tak menyentuh wanita udik dan menjijikkan seperti dia? Mama nggak sudi! " Raka bergeming memegangi pipinya.
"Mama jangan menyalahkanku, semua ini salahnya, " aku mendongak, ku lihat Raka menunjuk ke arahku yang terduduk di lantai di sudut dengan bersandar pada ranjang dan dinding sebagai penopang tubuh lemahku.
"Dia yang sudah menggodaku, Ma. Wanita itu yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarku dan menggodaku, " ucapan Raka membuat mataku membelalak. Bisa-bisanya ia memfitnahku.
Mama Siska menoleh dan menatapku nyalang.
"Apa benar yang kamu katakan itu, Raka? Kamu tidak sedang membohongi Mama?" tatap mama Siska yang penuh selidik pada anaknya.
"Benar, Ma. Mana aku berani berbohong sama Mama, lagipula Mama kan tadi menyekapnya di gudang. Dan menyuruhnya membersihkan kolam dibawah, lalu untuk apa dia masuk kamarku yang ada di lantai atas, "
Ucapan Raka tentu saja di percaya oleh Mama Siska yang memang ibu kandungnya.
Hasutan dari Raka semakin membuat ibu mertuaku membenciku. Ia langsung mendatangimu dengan langkah lebarnya, aku memegangi kepala dan ramabutku yang sudah biasanya ia jambak saat menyiksaku.
Tapi aku kian terkejut saat yang diseret nya klau ini bukanlah rambutku, melainkan kakiku.
"Raka berbohong, Nyonya. Bukan aku yang menggodanya, tapi dia yang mau melecehkanku bahkan dia mau memperkosa ku, " teriakku yang aku tau akan percuma, tapi tetap saja aku mengucapkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments