Begitu Anggita tersadar dari pingsannya tadi karena ia sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakit yang menderanya.
Kini Anggita tetap memaksakan dirinya melakukan pekerjaan yang di berikan oleh ibu mertuanya saat Rega sudah pergi bekerja seperti biasanya dengan menahan rasa sakit yang masih mendera di sekujur tubuhnya.
Terutama luka pada kepalanya dan rasa sakit di perutnya yang semakin lama semakin menjadi. Dengan kesadaran yang tersisa ia mencoba memaksakan diri untuk membersihkan gudang tempatnya selalu disekap selama ini.
"Jika memang harus mati, aku sudah tak perduli. Aku tak sanggup lagi, "
Wanita itu merapihkan gudang seperlunya. Lalu ia keluar membersihkan kolam renang seperti apa yang diperintahkan ibu mertuanya tadi. Dari lantai atas, ada seseorang yang memperhatikan setiap gerak geriknya dengan tatapan mendamba.
"Andai yang jadi suamimu itu aku, Anggita. Tak akan pernah aku biarkan kau menderita seperti itu, aku akan membawamu pergi jauh dari ibuku yang penuh ambisi itu, " gumam seseorang tersebut yang ternyata adalah Raka.
Raka memegang gelas berisi cairan bening yang merupakan minuman favoritnya. Ia menyesapnya perlahan-lahan dengan pikirannya yang berkeliaran membayangkan kakak iparnya yang menurutnya sangat sexy dengan peluh yang membanjiri wajahnya.
Apalagi pakaian Anggita jadi sedikit basah akibat terkena cipratan air kolam saat wanita itu membersihkannya.
"Ah... ****! Hanya dengan melihatnya saja sudah membuat adikku bangun. Kenapa kamu hanya bereaksi saat melihat nya, junior? " umpat Raka menatap area bawahnya.
"Lama kelamaan kau bisa membuatku gila, kakak ipar, " gumam Raka yang semakin merasakan gairah di dalam dirinya.
"Malam ini aku harus bisa merasakan kenikmatan bercinta dengannya, mumpung mama sedang tidak di rumah juga. Pasti aku akan aman dan berhasil untuk kali ini, " Raka memikirkan suatu cara agar bisa mendekati wanita yang merupakan kakak iparnya tersebut.
"Aku tak peduli lagi jika mama melarang, tapi bagaimana kalau mama akan benar-benar marah? Aku bisa tak akan mendapatkan uang untuk bersenang-senang lagi, "
Raka yang sudah hampir melangkah, kembali terhenti ketika ia teringat bahwa ia selama ini hanya mengandalkan uang dari ibunya untuk membeli apapun yang menjadi sumber kebahagiaan nya.
Ia hanya perlu menjadi anak yang penurut, dan ia akan mendapatkan apapun yang ia inginkan tanpa harus sm bersusah payah bekerja ataupun memikirkan tentang perusahaan seperti kakaknya, Rega.
"Untuk apa aku bersusah payah bekerja kalau tanpa meminta saja mama sudah selalu mencukupi segala kebutuhanku, " fikir Raka sejak dulu.
Raka memang anak yang selalu di manjakan oleh mama Siska dengan dalih ia masih terlalu muda jika harus bekerja. Sampai kuliah pun Raka hanya bermalas-malasan, ia malah hanya pergi ke cafe, atau club untuk nongkrong bersama teman-teman nya daripada ke kampus.
"Daripada gue ke kampus dan buang waktu dengan otak gue yang pas-pasan ini, me dong gue seneng-seneng. Soal nilai IPK dan lain-lain, tinggal bayar jasa aja, gampang, " begitulah pemikiran cetek Raka yang memang memiliki kepandaian dibawah rata-rata.
Dan bodohnya, ibunya tak pernah tau aka hal itu. Setau mama Siska, anak kesayangannya adalah lelaki yang sangat pandai jika ia lihat dari nilai yang selalu Raka tunjukkan padanya, ia selalu membangga-banggakan anaknya itu pada Rega, Refan juga teman-teman sosialita nya.
Dan dengan percaya dirinya mama Siska, jika putranya itu akan mampu untuk menjalankan perusahaan Harsono Grup, ketika nanti ia sudah berhasil menguasi harta dan juga perusahaan milik Rega.
Tak tau saja dia kalau Raka bahkan tak tau apa-apa mengenai yang namanya perusahaan, jangankan menjalankan nya, melihat sebuah data saja kepalanya sudah langsung merasa pusing tujuh keliling. Dia hanya tau uang dan bersenang-senang saja.
"Ah.. masa bodohlah soal mama, itu pikirkan saja nanti. Yang terpenting sekarang aku bisa merasakan wanita itu, " Raka menepis jauh-jauh bayangan ibunya yang sedang marah di pikirannya.
Ia pun bersiap untuk segera memulai aksinya.
Pyar...
Tiba-tiba terdengar suara pecahan suatu benda dari arah kamar atas, membuat Anggita yang sedang merapikan dapur menoleh. Wanita itu menghentikan pekerjaannya di luar karena hujan mulai turun, jadi ia memutuskan untuk mengerjakan pekerjaan yang ada di dalam rumah terlebih dahulu.
Anggita mengernyit saat merasa mendengar suara krang meminta pertolongan.
"Tolong... "
"Siapa itu? " tanyanya merasa takut, ia berfikir semua orang di rumah itu sedang pergi dan hanya menyisakan papa Refan yang sudah tertidur di kamarnya saja.
Makanya ia merasa takut saat ada ormag yang meminta pertolongan, memang di luar sana ada pos jaga dengan dua orang security di dalamnya. Tapi karena kerasnya suara hujan tak dapat membuat suara orang meminta tolong itu terdengar sampai ke telinga mereka.
"Tolong... "
Anggita menghentikan aktifitasnya, ia mengelap tangan dan berjalan mencari sumber suara.
"Itu siapa? " tanyanya berseru.
"Tolong aku... aku kesakitan, " suara itu merintih seperti krnag uang sedang benar-benar merasa kesakitan, sehingga Anggita merasa tak tega.
"Suaranya dari lantai atas, apa itu Raka? Bukankah dia keluar rumah bersama dengan ibunya? " fikir Anggita antara akan menapakkan kakinya ke tangga atu tidak.
"To-long.... " suara itu terdengar lagi, bahkan kini semakin pilu.
Tanpa berfikir lagi Anggita menapai satu persatu anak tangga dengan memegangi perutnya yang terkadang terasa nyeri.
"To-long... to-long... "
"Sebentar... tahanlah sebentar lagi, aku sedang kesana, " serunya mempercepat langkahnya.
"Kakak ipar, tolong aku... " Raka tergeletak di dekat pintu kamarnya, hanya tangannya yang terlihat dari luar.
Anggita mendekat dan terkejut mendapati tangan Raka yang bersimbah darah.
"Apa yang terjadi padamu, Raka? " tanya Anggita panik.
Anggita memang seorang wanita yang lembut dan tak akan pernah merasa tega jika ada seseorang yang sedang terluka. Apalagi tadi menurut nya Raka juga sudah membantunya dari amukan ibu mertuanya.
"Sebentar, Raka. Aku akan menelpon dokter untuk mengobati luka mu, " Anggita berdiri dari jongkok nya dan bermaksud untuk menghubungi dokter dengan telpon rumah yang berada pada jarak terdekat mereka.
Jika harus mengambil ponsel terlebih dahulu, itu akanebih memakan waktu karena ponselnya ada di kamarnya dan Rega yang berada di seberang kamar Raka, itu artinya ia harus berputar terlebih dahulu.
"Tidak usah, Kak. Kau saja yang mengobatiku. Aku tak tahan lagi.. " rintih Raka.
"Apa yang harus aku lakukan Raka? Aku bingung," Anggita panik dan tak tau harus bagaimana.
"Tolong bawa aku ke dalam, ada obat yang aku butuhkan dan kau bisa mengobatiku disana, " tanpa merasa curiga, Anggita membantu Raka untuk masuk ke dalam kamar lelaki itu.
"Kau memang benar-benar wanita bodoh, Anggita... "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments