"Nanas? " gumam Ambar tertahan, ingin ia mengatakan jika orang yang sedang hamil muda tidak boleh mengkonsumsi nanas dalam jumlah banyak. Apalagi jika buah nanas tersebut masih muda. Karena bisa menyebabkan si ibu hamil merasakan kontraksi sehingga menyebabkan keguguran.
Anggita yang tak tau menahu tentang hal tersebut terus saja menikmati suapan demi suapan yang diberikan oleh ibu mertuanya. Terlihat jika wanita itu sangat menikmati rujak yang Mama Siska suapkan padanya.
Sedangkan Rega hanya diam saja karena tidak tau jika buah yang dibuat rujak itu adalah nanas muda. Ia hanya melihatnya itu adalah rujak saja, karena sudah dicampur dengan buah lain dan bumbunya yang berwarna gelap. Apalagi ditambah es krim diatas nya, hingga rasa segar, asam, pedas dan dingin menyatu dan lumer dengan sempurna di dalam mulut.
Mama Siska sudah sedemikian rupa membuat rujak itu agar tak ada yang menyadarinya, tapi Ambar yang jeli tau jika rujak tersebut di dominasi oleh nanas muda, karena terlihat dari warnanya yang masih putih pucat.
Tak berapa lama dokter memasuki ruangan tersebut, Mama Sinta dengan gelagapan menutup kotak yang berisi rujak tersebut lalu menyembunyikannya di laci nakas.
"Selamat pagi semua," sapa dokter yang merawat Anggita selama di rumah sakit.
"Pagi, Dok, "
"Bagaimana kabar Anda, Nyonya Anggita? Apa sudah lebih baik? Sepertinya sih sudah ya kalau dilihat dari raut wajah Anda yang ceria hari ini, " dokter memberi kode pada perawat yang bersamanya untuk memasang alat pendeteksi tekanan darah pada lengan Anggita seraya mengajak wanita itu mengobrol.
"Sudah, Dok, " jawab Anggita senang.
"Bagus, tekanan darah normal, detak jantung normal, dan rasa sakit Anda juga sudah berkurang kan? " tanya dokter itu setelah memeriksa detak jantung Anggita juga.
Anggita mengangguk, "sudah, Dok, "
"Cepatlah pulang, Udik! Sudah banyak pekerjaan yang menunggu belaian tanganmu di rumah, juga tanganku ini rasanya sudah gatal karena sudah lama tak menyiksamu, " batin mama Siska terkekeh seorang diri.
"Semuanya sudah normal dan membaik, jika nanti hasil pemeriksaan kandungan Anda juga baik, maka Anda sudah diperbolehkan untuk pulang mulai besok, " ucapan dokter membuat senyum yang semula terukir di bibir Anggita musnah seketika.
Bayangan-bayangan siksaan dari ibu mertuanya mulai berdatangan dan menari-nari di otaknya. Tiba-tiba tubuhnya menegang, ia merasakan takut yang amat sangat. Anggita meremas kuat-kuat selimut yang menutupi tubuhnya.
Rupanya perlakuan dan siksaan dari ibu mertuanya selama ini menjadikan trauma tersendiri bagi wanita itu. Ditambah dengan pelecehan yang dilakukan oleh Raka terhadapnya, Anggita jadi terganggu psikisnya.
"Aku nggak mau pulang, aku mau disini aja, " gumamnya mencicit tanpa sadar.
Rega mengernyitkan dahi, samar-samar ia mendengar cicitan istrinya itu tapi enggan menanggapi. Hanya suara hatinya saja yang berucap.
"Kenapa wanita itu tidak mau pulang? Apa dia lebih senang tinggal di rumah sakit? Atau ada hal yang lain yang menjadi penyebabnya, "
Rega jadi teringat jika ia sudah melupakan sesuatu, ia lupa mengatakan pada Robin mengenai rencananya untuk membuktikan kecurigaannya.
"Hah.. benar. Aku lupa mengatakannya pada Robin. Kenapa aku mendadak bisa jadi se ceroboh ini, " Rega berjalan keluar dari ruangan Anggita.
Melihat Rega yang sudah menjauh dari ruangan Anggita, Mama Siska langsung mencengkeram pipi Anggita.
"Ngomong apa kamu, Udik? kamu nggak mau pulang dan mau disini saja?"
"Huh! Jangan mimpi kamu! " Mama Siska menekan pipi Anggita makin kuat, hingga wanita itu mulai menangis.
"Kamu fikir perawatan selama kamu disini itu gratis apa? Enggak! Dan bayarannya itu sangat mahal. Sampai kau menjual diri pun tak akan bisa membayarnya, "
"Am-pun, Nyo-nya.. sak-kit, " Anggita berucap dengan susah payah.
Raka yang melihat Anggita kesakitan pun merasa tak tega, ia mencoba menghentikan perbuatan ibunya itu.
"Ma.. hentikan,"
"Kamu belain wanita udik ini, Raka? " Mama Siska menoleh pada Raka dan menatapnya nyalang.
"Bukan begitu, Ma. Tapi ini di rumah sakit. Siapa saja bisa masuk ke dalam ruangan ini, bagaimana kalau tiba-tiba ada orang yang masuk? " sangkal Raka tak ingin terlihat jika memang dirinya membela Anggita.
"Kamu benar juga, "
Mama Siska melepaskan cengkeraman tangannya, "kali ini lolos kamu, awas kalau sampai ku berani ngomong macam-macam lagi, kamu akan tau akibatnya, " ancam nya pada menantu yang dibencinya.
Ambar hanya mampu tertunduk takut di belakang Mama Siska. Ingin juga rasanya ia memukul wanita paruh baya yang kejam itu. Namun ia masih mempertimbangkan konsekuensi yang akan ia terima nantinya.
Jangan sampai hanya karena perbuatan nya yang gegabah malah akan semakin mengancam keselamatan Anggita juga dirinya sendiri.
Raka menarik sudut bibir dan menaikkan kedua alisnya saat tatapan matanya bertemu pandang dengan Anggita.
"Aku sudah menyelamatkanmu lagi dari ibuku, Anggita. Aku harap kamu tidak melupakan kebaikan ku ini, " Raka menatap miring Anggita yang masih meringis kesakitan dan memegangi kedua pipinya.
Dokter sudah melepaskan alat penyangga yang semula terpasang di leher Anggita. lehernya sudah sembuh meski belum sempurna. Anggita Masih harus berhati-hati selama masa pemulihan.
Perban di tangan dan kaki Anggita pun sudah di ganti menjadi lebih tipis, tidak setebal saat awal masuk ke rumah sakit. Terkadang rasa gatal menyerang di sekitar luka-luka itu, mungkin karena lukanya mulai mengering dan akan segera sembuh.
Pagi harinya Anggita benar-benar kembali ke kediaman keluarga Harsono, yang disebut sebagai neraka bersampul surga oleh Anggita. Karena tampilan rumah itu yang sangat mewah dan suasana rumah itu sebenarnya sangatlah sejuk.
Hanya aura dari penghuninya saja yang seperti setan juga perlakuan ibu mertuanya yang seperti malaikat penyiksa itulah yang membuatnya seperti di dalam neraka.
Kepulangannya mendapat sambutan hangat dari Papa Refan yang sudah rindu untuk saling bercerita dengan sang menantu. Begitu pula Mama Siska yang sudah tak sabar ingin mememberikan syok terapi untuk menantunya itu. Ia sudah sangat merindukan suara rintihan juga teriakan meminta pengampunan dari Anggita yang disiksanya.
"Welcome back to your hell (selamat datang kembali ke nerakamu) , udik, " bisik Mama Siska persis di belakang telinga Anggita.
"Cegluk," Anggita menelan ludahnya susah payah.
Inilah yang Anggita takutkan, seberapapun ia mencoba untuk kuat dan tegar, tapi ia tetap lah hanya seorang wanita lugu yang lemah.
Anggita meringis saat merasakan mulas pada perutnya, sebenarnya ia sudah merasakan hal tersebut sejak kemarin ia diberikan rujak oleh sang ibu mertua. Hanya saja ia menganggap jika hal itu adalah lumrah dialami oleh ibu hamil.
Tetapi rasa itu kembali hadir dan ia hanya bisa menahannya saja, tak tau harus berbicara pada siapa. Tidak mungkin memberitahu kan pada ibu mertuanya yang jelas-jelas benci padanya. Bicara pada Rega pun percuma rasanya karena suaminya itu masih saja acuh padanya.
Sedangkan mengatakannya pada ayah mertuanya juga tidak tega, karena hanya akan menambah beban fikiran lelaki yang sudah sangat baik padanya tersebut. Alhasil Anggita hanya bisa menahannya seorang diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments