Rega tak menyadari apa yang terjadi pada Anggita adalah ulah dari ibu tirinya sendiri. Ia menggendong tubuh Anggita yang kurus ke dalam mobil untuk segera dibawa ke rumah sakit.
Di sepanjang perjalanan Rega tampak gelisah dan sangat khawatir. Ternyata rasa cintanya pada Anggita tidak bisa terkalahkan oleh rasa bencinya karena fitnahan yang diciptakan oleh Mama Siska.
Ia tak peduli pada janin yang ada dalam kandungan Anggita, yang ia yakini bukanlah calon anaknya, melainkan calon anak dari lelaki lain. Maka dari itu, ia hanya mengkhawatirkan istrinya saja.
"Bagaimana kalau sampai papa tau, papa bisa sedih. Dan pasti akan mempengaruhi kesehatannya, " gumam Rega menggenggam tangan Anggita.
"Oh, jadi itu yang menjadi kekhawatiranmu, Ga? jadi bukan sepenuhnya karena wanita udik ini 'kan? " batin Mama Siska dengan senyum menyeringai
"Tapi semoga saja Rega tetap tidak akan menyadari luka-luka bekas setrika tadi di tubuh wanita murahan itu, "
Sesampainya di rumah sakit, dokter langsung menangangi Anggita sesuai apa yang dikatakan oleh Rega, jika istrinya tersebut baru saja meneguk detergen cair, padahal saat ini kondisinya tengah berbadan dua.
Rega berjalan kesana kemari di depan ruangan Anggita. Menunggui wanita itu yang tengah ditangani oleh tim dokter. Untuk sesaat ia benar-benar melupakan rasa bencinya pada Anggita. Lelaki itu masih merasa takut kehilangan istri yang dicintainya.
Dokter mengeluarkan cairan deterjen yang sudah berhasil masuk kedalam tubuh Anggita. Dan penanganan-penanganan lain yang di butuhkan.
Perlu waktu lama bagi tim dokter menangani Anggita, karena menemukan luka pada tangan wanita itu. Belum lagi lehernya yang juga mengalami cedera.
"Jangan sampai dokter tau semua luka di tubuh Anggita, " gumam Mama Siska yang khawatir jika kejahatannya akan terbongkar.
"Tapi, apa Rega tadi melihat apa yang kuperbuat pada wanita udik itu? tidak.. tidak.. Rega pasti tidak melihatnya. Sebab jika ia melihatnya, ia pasti tidak akan diam saja seperti saat ini, "
"Apa sebenarnya yang terjadi, Ma? Kenapa Anggita melakukan hal bodoh seperti itu?" tanya Rega yang kini mendudukkan diri kursi tunggu.
"Bagus, berarti Rega hanya melihat saat si udik itu meminum deterjen'kan? aku masih bisa aman kalau begitu, " batin Mama Siska dengan seringai liciknya.
"Mama juga tidak tau, Rega. Tadi Mama lihat dia juga sudah mau meminum cairan detergen itu, " ucap Mama Siska sambil berpura-pura menangis.
"Saat Mama akan berusaha menolongnya, kamu sudah lebih dulu menyambar botol itu, " tutur Mama Siska, ia mengusap-usap air mata palsunya .
"Wah.. pandai sekali akting Mama. Ckckck, tak kusangka ibuku adalah seorang aktris berbakat, " Raka yang berdiri bersandar pada dinding, melihat seringai di ujung bibir ibunya saat berada di pelukan Rega.
"Maafin Mama, Ga. Mama nggak becus jagain istri dan calon anak kamu. Mama adalah mertua dan calon nenek yang jahat, Ga, " mama Siska secara tidak langsung mengakui jika dirinya adalah mertua yang jahat.
"Mama sadar juga kalau dia jahat, " batin Raka terkekeh.
"Udah, Ma. Mama nggak seperti itu, Mama pasti sudah berusaha semampu Mama buat nolongin Anggi. Lebih baik sekarang kita berdoa saja semoga dia dan calon anaknya itu baik-baik saja, " Rega merangkul bahu Mama Siska dan menyandarkan kepala ibu tirinya itu ke bahunya.
"Baiklah, Ga. Hu u u... " Mama Siska menaik turunkan bahunya agar terlihat seperti orang yang sedang benar-benar menangis tersedu-sedu.
Raka mendesah, ia turut duduk di sebelah mama Siska. Tetapi lelaki itu sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Semoga saja apa yang diperbuat Mama tadi tidak meninggalkan bekas di tubuh mulus Anggita, " batin Raka.
Bukan Raka mengkhawatirkan tentang kelakuan ibunya yang akan ketahuan jika ada yang mengetahui tentang asal luka-luka itu, tapi ia hanya tak ingin melihat tubuh mulus wanita pujaannya itu penuh luka dan koreng.
Membayangkannya saja sudah membuatnya bergidik ngeri. Apalagi ia sempat melihat Mama Siska menempelkan setrika itu begitu lama pada kaki Anggita, apa yang akan terjadi pada betis mulus wanita itu, pikirannya mengembara.
Sudah beberapa jam para dokter bertindak, dan selama itu pula yang menunggui Anggita gelisah. Kini dokter keluar dengan menyeka keringat di wajahnya.
"Suami Nyonya Anggita? "
Rega berdiri, "saya dokter, apa yang terjadi pada istri saya?"
"Mari kita bicara di ruangan saya, " dokter tersebut berjalan terlebih dahulu.
"Baiklah, Dok, " Rega mengekor di belakang dokter itu.
"Raka, kamu sudah mengatur semuanya 'kan? " bisik Mama Siska pada anaknya.
"Hmm, " jawab Raka dengan malas.
"Apa maksudnya? Sudah atau belum? " desak ibunya.
"Iya, Ma. Sudah beres semuanya, " jawab Raka.
"Bagus, kamu anak Mama yang paling bisa diandalkan, " puji Mama Siska pada Raka.
Raka mendengus, sebenarnya ia sangat malas membantu dan mengurus setiap perbuatan ibunya itu. Ia juga masih punya rasa belas kasihan, terlebih ia juga mempunyai perasaan cinta kepada Anggita.
Rega kembali dari ruangan dokter, ia langsung masuk ke dalam ruangan dimana Anggita berada tanpa berucap sepatah kata pun pada Mama Siska apalagi Raka.
Ia melihat Anggita tampak pucat dengan alat penyangga terpasang di lehernya, dokter mengatakan jika mungkin istrinya itu terjatuh atau terkilir hingga menyebabkan lehernya cedera.
Dan untuk luka di tangan dan kakinya, dokter hanya mengatakan jika itu sepertinya disebabkan oleh luka panas atau luka bakar, ucapan dokter itu tidak jelas dan terkesan terbelit-belit hingga membuat Rega merasa aneh dan curiga.
Rega memperhatikan belitan perban di tangan kanan dan kiri Anggita, ia memegang tangan istrinya itu dan melihat ada bekas luka juga di jari jemarinya.
"Sebenarnya luka bekas apa ini? seperti terkena benda panas, tapi kenapa bisa ada dimana-mana? di tangan, kaki, leher, jangan-jangan di tubuhnya juga ada, " batin Rega curiga.
Pintu ruangan itu terbuka, Rega dengan cepat meletakkan tangan Anggita, dan melipat kedua tangannya di dada.
Mama Siska masuk dengan diikuti Raka dibelakangnya.
"Anggita, sayang.. maafin Mama, Nak. Mama nggak bisa jagain kamu dengan baik, " wanita paruh baya itu mengelus pucuk kepala Anggita dan mulai berpura-pura menangis lagi.
"Hmm, mulai lagi.. " batin Raka jengah.
"Apa kata dokter, Ga? " tanya Mama Siska pada Rega.
"Dokter bilang kalau cairan detergen nya berhasil dikeluarkan semua, tetapi karena apa yang diperbuatnya tadi itu, membuat kandungannya lemah, " Rega menelisik raut wajah ibu tirinya saat dirinya menjawab pertanyaan nya tersebut.
Rega ingin tau bagaimana ekspresi wajah dari orang yang mulai ia curigai itu.
"Apa iya Mama Siska pelakunya, atau semua ini memang murni kecelakaan saja? " batin Raka menimbang. Tak ingin terburu-buru dalam menyimpulkan hal yang salah.
"Syukurlah kalau begitu, Mama lega karena menantu dan juga cucu Mama baik-baik saja, " Mama Siska menggenggam tangan Anggita yang terasa dingin.
"Aku harus menghubungi Robin, dan melakukan sesuatu untuk memastikan semuanya, "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments