Pov Anggita
"Aakh.. sakit, Ma.. " rintihku mengiba.
Tapi seakan tuli, ibu mertuaku malah menarik rambutku semakin kencang hingga tubuhku terseret. Aku meronta-ronta mencoba melepaskan cengkraman tangan Mama Siska, tapi tenagaku kalah dengannya. Tubuhku yang kurus dan mungil sangat tak seimbang dengan postur tubuhnya yang tinggi semampai.
"Aku bukan mamamu! Sudah kubilang, panggil aku nyonya! Kamu budeg, hah! " teriaknya tanpa melepas genggamannya pada rambutku.
Aku diseret ke kamar mandi dan mertuaku menghempaskan rambut dan kepalaku dengan kasar hingga terhantuk ke dinding. Aku mengerang tapi ia tak peduli, bahkan setiap erangan ku ia sambut dengan tawa.
"Ampun, Nyonya. Ampuni saya, saya tidak sengaja melihatnya saat ingin membuang sampah, " ucapku dengan sesenggukan.
Kepalaku terasa sangat nyeri, saat aku menyentuh keningku aku merasakan basah, ternyata keningku berdarah akibat terbentur dinding tadi.
Melihat hal itu bukannya merasa kasihan, Mama Siska justru malah menyiramku dengan shower berkecepatan tinggi. Rasa sakit, perih, pening dan pusing bercampur menjadi satu.
"Ampun, Nyonya. Tolong hentikan.. hiks.. tolong berhenti, Nyonya... " pintaku memohon belas kasihan.
Ia berhenti dan membanting shower ke lantai, dan tepat mengenai kakiku.
"Aww, " pekik ku reflek karena merasa sakit.
Lalu ia mencengkeram kedua pipiku, "jangan sampai Rega tau tentang semua ini, juga tentang apa yang telah aku lakukan terhadap Refan, " matanya melotot dan wajahnya sangat sadis.
"Kalau sampai kamu memberitahukan hal ini pada Rega, maka aku tidak akan segan-segan membunuhmu, juga mertua tersayangmu itu sekalian, " ancamnya dengan penuh penekanan.
"Ba-baik, Nyonya. Ampuni saya, " ucapku lirih.
Pandanganku mulai mengabur, aku merasa sangat lemah dan sekujur tubuhku terasa sakit. Hingga akhirnya aku tak ingat apa-apa lagi.
"Dasar sampah! Nyusahin aja, "
Dalam ketidak sadaranku, aku samar-samar merasakan ada yang membelai kakiku. Bisik-bisik suara seseorang juga mulai masuk kedalam indera pendengaranku.
Aku seperti merasakan dan mendengar, tapi kenapa mataku enggan sekali terbuka, ada apa denganku?
Aku merasa belaian di betis ku tadi perlahan semakin keatas, hingga kurasakan ada yang meraba pahaku. Aku menggelinjang dan memberontak saat tangannya sudah mulai mendekati area sensitifku.
Aku benar-benar sadar sekarang, mataku terbuka dan aku mendapati Raka, adik tiri suamiku yang sedang tersenyum memandangiku. Aku mencoba mendudukkan diriku meski rasa sakit di kepala dan sekujur tubuhku masih terasa. Bahkan kini tubuhku menggigil karena kedinginan.
"Kamu sudah bangun, Kakak ipar? Apa tidurmu nyenyak? " raut wajah Raka terlihat sangat menakutkan, ia seperti harimau yang sudah siap menerkam mangsanya.
Aku menoleh sekeliling, dan baru tersadar jika aku bukan sedang berada di kamar, tapi di dalam ruangan yang penuh dengan barang-barang rusak dan banyak sarang laba-laba disini. Ternyata tempat ini adalah gudang. Siapa yang membawaku kesini? Apakah Raka?
"Apa mau kamu, Raka? Kenapa aku bisa ada disini? " tanyaku ketakutan.
Aku menyilangkan tangan di dada, daerah yang sejak tadi ditatap oleh Raka. Aku menjerit dalam hati, berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk yang tak akan pernah terjadi dalam kehidupan nyataku.
"Kamu bertanya apa mauku, Kakak Ipar? Maka jawabanku adalah, aku mau kamu, " bisiknya mendekat ke sebelah telingaku, membuat bulu kudukku meremang.
"Tidak! Aku harus bisa pergi dari sini. Aku harus bisa terlepas dari iblis berwujud manusia ini, tolong aku, Tuhan... " ratapku dalam hati.
Aku menggeleng, "jangan, Raka. Aku ini istri kakakmu, aku kakak iparmu sendiri, Raka, "
"Lebih tepatnya tiri, Anggita. Kuharap kamu tau itu, " balas Raka.
"Kamu orang yang baik, Raka. Aku mohon lepaskan aku, " ucapku memohon.
"Bahkan aku tidak mengikatmu, kenapa kamu memohon seperti itu padaku, Anggita?" mulutnya berkata begitu, tapi tubuhnya semakin mendekat padaku.
"Kamu sangat cantik, Anggita. Apalagi saat kamu habis keramas di pagi hari, aku semakin terpesona denganmu. Tapi saat membayangkan apa yang kamu lakukan dengan Rega saat malamnya, hatiku merasa sakit, " ucap Raka.
"Tolong sadar, Raka. Aku ini istri orang, "
"Ya, dan istri orang memang lebih menantang, " Raka menyeringai.
"Kenapa, Anggita? Kenapa harus Rega yang menikah denganmu? Kenapa semuanya harus Rega yang memilikinya? aku juga mau, Nggi! " teriak Raka di depan wajahku.
Tangisku pecah, apa yang dimaksud Raka sebenarnya.
Raka menciumku dengan paksa, aku menolak dan memberontak, tapi ia mengunci kedua tanganku, tenaganya sangat kuat. Raka menggigit bibirku hingga terbuka, ia memaksa mengeksplor seluruh isi mulutku.
Air mataku terus berjatuhan, sama sekali tak menyangka kehidupanku akan seperti di neraka untuk kedua kalinya.
Raka melepaskan cengkeraman tangannya pada lenganku, tapi dengan cepat berpindah pada buah dadaku. Aku menjerit sekuat tenaga, memintanya untuk berhenti, dan meminta tolong pada siapapun untuk menolongku.
Lelaki itu juga sudah membuka kedua kakiku, aku terus menjerit dengan tenaga yang tersisa meski tenggorokanku sudah terasa sangat kering dan perih.
Tiba-tiba pintu terbuka, aku merasa sedikit lega karena merasa ada yang menolongku dari upaya pemerkosaan yang akan dilakukan oleh Raka.
"Apa yang kamu lakukan, Raka? " hardik ibu mertuaku pada Raka.
"Ah, Mama ganggu kesenangan ku aja sih, " Raka beranjak dari atas tubuhku.
"Mama memang tidak menyukai wanita gembel ini, Raka. Tapi Mama juga nggak sudi kalau kamu bergaul dengannya, apalagi menyentuhnya, " mama Siska terlihat sangat murka atas perlakuan Raka terhadapku.
Meskipun alasannya adalah karena merasa jijik terhadapku, tapi aku tetap bersyukur karena terlepas dari pelecehan yang Raka lakukan.
"Tapi aku suka dia, Ma, " ucap Raka membuat kemarahan mama mertuaku semakin menjadi. Tapi aneh saat kulihat ibu mertuaku tiba-tkba berubah tersenyum.
"Kalau begitu, Mama punya penawaran buat kamu, " Kedua orang itu pergi dan meninggalkanku sendirian di dalam gudang yang pengap dan dingin.
Aku menangis dalam diam meratapi nasib hidupku. Hingga aku lelah dan akhirnya tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur, tapi saat aku bangun, aku sudah mendapati diriku ada di dalam kamarku dan juga Rega. Aku hanya memakai gaun tidur tipis, padahal seingatku aku masih memakai bajuku kemarin.
Senyumku mengembang saat melihat Rega mendekat kearahku, ternyata dia sudah pulang.
"Kamu sudah pulang, Mas? " tanyaku padanya.
"Kenapa? kamu nggak suka aku pulang, biar kamu bisa tidur dengan lelaki lain? " Aku terkejut mendengar jawaban darinya.
"Apa maksud kamu, Mas? Bahkan aku tidak pernah kemana-mana, jadi mana mungkin aku bisa bersama dengan orang lain? " wajahku sudah kembali berderai air mata, sakit rasanya dituduh seperti itu oleh suamiku sendiri.
Rega melemparkan beberapa lembar foto ke wajahku, "lihat itu! "
Aku tersentak kaget, terlebih saat melihat yang ada di dalam foto tersebut adalah aku yang tengah tertidur dengan seorang pria, tapi wajah pria itu tidak terlihat.
"Ini nggak mungkin, Mas. Aku berani bersumpah atas langit dan bumi, aku tidak pernah berselingkuh di belakangmu, " ucapku meyakinkannya, aku mencoba meraih tangannya, namun ia menepisnya.
"Jangan-jangan, anak yang ada dalam kandungan mu itu juga bukan anakku? Apa memang saat aku tak dirumah kamu selalu membawa lelaki lain seperti ini? " aku bisa melihat kesedihan yang mendalam pada sorot matanya.
Tapi kenapa dia tega mengucapkan nya dan melukai perasaanku.
"An-anak? Aku hamil, Mas? " tanyaku menyentuh perutku yang rata.
"Cih! Memang benar ternyata yang Mama bilang, bahwa asal usulmu yang tidak jelas itu mencerminkan apa adanya dirimu, " ungkap Rega menunjuk-nunjuk wajahku.
Jleb.
Aku luruh ke lantai mendengar perkataan nya, begitu hina aku dimatanya. Hancur hatiku sudah tak tergambarkan lagi, satu-satunya orang yang kuharap akan menjadi pelindungku, kini juga turut membenciku.
"Kamu nggak percaya aku, Mas?" Rega bergeming di tempat, dia diam membisu.
Aku bangkit perlahan, ku seret langkah dan mencoba menatap wajahnya. Ingin kupastikan sekali lagi bahwa ia memang tak percaya padaku dan membenciku, untuk menentukan langkahku.
"Tatap mataku, Mas. Apa kamu benar-benar tak percaya padaku? " Rega terdiam di tempatnya berdiri.
"Apa kamu benar-benar membenciku? " hening, sama sekali tak ada pergerakan darinya.
"Baiklah, akan kuterima fitnah ini dengan lapang dada. Tapi asal kamu tau, ibu tirimu itu yang sudah memfitnahku. Dia ibu mertua yang kejam, bukan ibu mertua baik seperti yang kamu lihat selama ini, " kepalanya yang semula tertunduk kini mendongak.
"Kamu jangan coba-coba memfitnah Mama Siska, dia itu wanita yang mulia. Dia orang yang rela menyelamatkan ku dulu, " Rega berteriak padaku, dan ini adalah pertama kalinya, demi membela ibu tirinya.
"Baiklah jika itu yang kamu percaya, biarkan aku pergi bersama anak yang kamu bilang bukan anakmu. Hanya Tuhan yang tau semua kebenarannya, kuharap kamu segera sadar. Aku menyayangimu, Mas Rega, " perlahan-lahan aku berjalan mundur hingga sampai pada pembatas besi balkon.
Hatiku sudah mantap, tak ada gunanya lagi aku hidup. Selama ini hanya ada penderitaan dalam hidupku, terutama siksaan dan fitnah yang diberikan oleh ibu mertuaku yang berhasil membuat suamiku turut membenciku. Membuatku tak ingin lagi melanjutkan hidup.
Aku tau akan ada yang tertawa bahagia melihat keterpurukan ku, dan keputusasaan ku, tapi biarlah mereka merasakan kebahagian semua itu.
"Selamat tinggal dunia fana, " kupejamkan mata dan menjatuhkan diri dari atas balkon.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Om Rudi
lnjuuuut
2023-03-12
1