Pernikahan pun terjadi setelah Anggita menyetujui nya. Persiapan demi persiapan dilakukan dengan cepat atas perintah sang ayah, karena Papa Refan khawatir akan meninggal terlebih dahulu sebelum menyaksikan putra pertamanya menikah.
Sedangkan Anggita, gadis itu terpaksa menerima pernikahan itu juga demi melanjutkan hidupnya, ia berfikir dengan menikah dengan Rega ia akan mendapat kan seorang pelindung. Untuk melindungi dirinya dan juga ibunya nanti dari Nurdin sang ayah tiri.
Anggita tidak tau saja jika neraka yang lebih menyeramkan sudah menunggu di depan mata. Mungkin sampai ia merasa tak sanggup untuk hidup lagi.
Siska sudah mendengar cerita dari Robin, asisten Rega yang kemarin membantu Anggita. Sejenak ia teringat akan dirinya di masa lalu. Tapi melihat kepolosan dan kejujuran Anggita, ia berfikir jika mereka berbeda.
Ia tak sudi mengakui jika Anggita mengingatkan masa lalunya. Siska menepis jauh-jauh kenyataan itu. Hingga pada akhirnya hanya sikap buruk lah yang ia berikan pada Anggita.
Anggita bisa menikah dengan Rega dengan wali hakim, karena gadis itu mengaku jika ayahnya sudah meninggal. Memang kenyataannya begitulah adanya, karena ayahnya saat ini hanyalah ayah tiri yang tak pernah menganggapnya sebagai anak. Ayahnya itu hanya memperalat dirinya saja.
Apalagi dia juga sudah diusir oleh ayah tirinya itu, yang berarti dia memang sudah tak memiliki siapa-siapa lagi selain dirinya sendiri.
Pesta pernikahan telah usai, Rega memperlakukan Anggita sebagaimana istri yang selayaknya. Ia bersikap baik dan mencoba untuk mengenal lebih jauh istrinya itu. Hingga rasa sedih Anggita karena ditinggal mati oleh suaminya dulu sedikit terobati.
"Terimakasih sudah menyelamatkan papa waktu itu," ucap Rega pada Anggita, mereka saat ini tengah duduk bersama di tepi ranjang.
Anggita tersenyum tulus, "tidak perlu berterimakasih, Tuan. Saya ikhlas menolong tuan besar, "
"Tuan? Siapa yang menyuruhmu memanggilku Tuan, dan papa tuan besar? " tanya Rega heran dengan mengerutkan kening.
Anggita terdiam, ia melipat bibirnya. Tak mungkin ia menjawab jika mama Siska yang menyuruhnya memanggil Rega dan Raka dengan sebutan tuan, Papa Refan dengan sebutan tuan besar, sedangkan dirinya sendiri dipanggil nyonya.
Tapi Siska juga mengancam atas apapun yang ia lakukan dan katakan, tidak boleh Anggita beritahukan kepada Rega jika ia masih ingin terus tinggal disana. Memang sejak tinggal di rumah itu, Anggita selalu diperlakukan seperti pembantu oleh Siska.
Bagi Siska, Anggita sama seperti pembantunya yang lain, bahkan gadis itu lebih menjijikkan dimatanya. Ia selalu disuruh mengerjakan ini dan itu, sedangkan pembantu lain yang semula ada beberapa orang, kini hanya disisakan dua orang saja, sedangkan yang lainnya dipecat oleh Siska.
Siska memang sengaja melakukan hal itu agar punya alasan untuk menyuruh-nyuruh Anggita, tentu saja saat Rega pergi bekerja dan papa Refan sedang istirahat di kamarnya.
"Bukan siapa-siapa, Tuan. Itu inisiatif saya sendiri, karena Tuan adalah majikan saya, " jawab Anggita tertunduk.
"Hey, siapa yang bilang aku ini tuanmu? Bukankah aku ini suamimu, apa kau lupa jika kita sudah menikah tadi pagi? " Rega memegang dagu Anggita agar wajah istrinya itu menghadap dirinya.
Wajah Anggita bersemu merah, ia sangat malu di tatap sedemikian rupa oleh lelaki se-tampan Rega, meskipun Rega saat ini sudah menjadi suaminya.
"Panggil aku Mas, atau Bang. Emm, tidak.. tidak. Suamiku juga boleh. Dan panggil Papa Refan dengan sebutan papa, Mama Siska dan juga Raka, adikku, "
Anggita terkekeh, rupanya Rega tak sedingin yang ia lihat selama ini, selama ia belum menikah dengan Rega, mereka memang jarang berbicara, bahkan bertemu saja jarang karena Rega selalu sibuk di kantornya yang sedang dalam proses membuat kantor cabang baru.
Rencana Rega, kantor cabang itulah yang nantinya akan ia serahkan pada Raka adiknya. Bahkan Rega tak pernah sekalipun menganggap Raka sebagai adik tiri. Ia sangat memperhatikan seluruh keluarganya, karena ia menyayangi mereka semua.
Tidak tau saja dia kalau dibelakangnya mama Siska dan Raka selalu melakukan tindakan jahat kepadanya.
Anggita dan Rega paling hanya bertemu saat sarapan dan makan malam saja, selebihnya Anggita berada dibawah kekuasaan Siska.
"Kau tertawa? Kau cantik juga saat tertawa," Rega mendekatkan dirinya pada Anggita yang sudah berganti pakaian dengan gaun tidur sexy yang tersedia.
Jantung Anggita berdegup kencang, fikirannya kembali dipenuhi dengan bayang-bayang saat malam pertamanya dengan Ridwan yang belum sempat terjadi karena sebuah tragedi, Ridwan harus meninggal terlebih dahulu sebelum lelaki itu merasakan kenikmatan surga dunia.
Rega memperlakukan Anggita dengan lembut, ia menatap kedua manik istrinya itu dengan tatapan mendamba. Hingga Anggita merasa terhipnotis dan perlahan bayangan Ridwan hilang dari ingatannya. Sepasang pengantin baru itupun menikmati malam panjang mereka.
Beberapa hari pun berlalu dengan indah, dan Anggita merasakan kebahagiaan sebagai pengantin baru. Hingga pada suatu pagi Rega tiba-tiba mendapatkan telfon jika ada suatu masalah pada proyek yang tengah di garapnya, sehingga ia terpaksa meninggalkan istrinya itu untuk bekerja diluar kota sampai masalah pekerjaan nya teratasi.
"Anggi, aku berangkat dulu ya, kamu baik-baik di rumah sama papa, dan mama Siska. Kalau ada apa-apa bilang aja sama mama, mama orangnya baik kok, ya 'kan, Ma? " Rega menoleh pada mama Siska yang berdiri tak jauh dari dirinya dan Anggita.
Mama Siska tersenyum palsu dan mengangguk, "Aku memang orang yang sangat baik, Rega. Bahkan saking baiknya diriku, aku akan menjadi malaikat pencabut nyawa bagi kalian semua, "
"Rega titip Anggita dan papa ya, Ma. Kalau ada apa-apa langsung hubungi Rega, " pamit Rega pada mama Siska.
"Kamu tenang aja, Sayang. Kan masih ada Raka juga yang bisa menjaga kami semua, " Siska mendekat pada Anggita, lalu merangkul menantunya itu.
Rega mengecup kening Anggita dan Mama Siska sebelum benar-benar masuk kedalam mobil yang di dalamnya sudah terdapat Robin.
Tubuh Anggi seketika membeku, ia merasakan rangkulan ibu mertuanya itu begitu erat hingga ia kesulitan bernafas. Ia menunduk, tak berani menatap wajah mama Siska.
"Huh! Menjijikkan, " Siska menghempaskan tubuh Anggi dengan kasar, hingga menantunya itu terjatuh dan meringis, tapi ia tidak peduli dan langsung berbalik masuk kedalam rumah.
Siska menuju kamar papa Refan, ia memberikan beberapa butir obat pada suaminya yang baru saja menyelesaikan sarapan. Papa Refan menerimanya dan meminumnya seperti biasa, setelah itu ia akan beristirahat.
Anggita yang baru saja masuk melihat mama Siska keluar dari kamarnya dan membuang botol obat kedalam tempat sampah sambil menggumamkan sesuatu.
"Sebentar lagi kau akan mati tua bangka, dan aku akan mendapatkan semua yang aku inginkan, " Anggita terkejut mendengar ucapan ibu mertuanya itu, ia segera bersembunyi dibalik tembok saat mama Siska akan melewatinya.
Usai kepergian Siska, Anggi segera mengambil botol yang baru saja dibuang Mama Siska dan membacanya. Ia segera memfoto botol tersebut dan mencari tahunya di internet.
Betapa terkejutnya ia saat mengetahui obat itu adalah obat pelumpuh syaraf.
"Jadi ini yang bikin Papa Refan lumpuh? Bukan karena stroke? " gumam Anggita tak percaya.
Saat Anggita masih memegangi botol obat tadi dan ponselnya tiba-tiba ia merasa ada yang menjambak rambutnya dari belakang sampai kedua benda yang dipegangnya tadi terjatuh karena ia memegangi kepalanya yang terasa sakit.
"A-ampun, Ma, " Anggita terdongak dan mendapatkan sang ibu mertua lah yang saat ini sedang menjambak rambutnya.
"Tidak akan ada ampun bagimu, karena kau sudah mengetahui rencanaku, gadis kampung! "
Air mata Anggita luruh tak tertahan saking sakitnya ia merasakan rambutnya yang ditarik dengan kencang oleh Siska, ia merasa kulit kepalanya akan ikut terkelupas bersama dengan rambutnya yang terjambak kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Om Rudi
semangat
2023-03-12
0
👑Meylani Putri Putti
kasihan bgt kamu git
2023-03-09
2