Penyesalan Devan

Devan terbangun dari tidurnya pukul 6 pagi, ia segera saja duduk untuk menetralkan matanya agar bisa menyesuaikan dengan cahaya matahari yang masuk dari sela-sela gordennya. Devan mengernyitkan dahinya bingung saat tak melihat istrinya berada disampingnya. Bahkan kasur sampingnya terlihat rapi seperti tak pernah ditiduri. Ia melihat kearah jam dinding yang ada diatas meja rias ternyata sekarang sudah pukul 6 lebih.

"Pantas saja Aleta tak ada di kamar. Pasti jam segini dia lagi olahraga atau enggak di dapur" gumam Devan sambil tersenyum.

Devan pun akhirnya beranjak dari kasurnya setelah mengenakan pakaiannya. Ia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dengan cepat. Ia sudah sangat ingin bertemu dengan istrinya itu. Hanya butuh 10 menit Devan berada di kamar mandi dan bersiap-siap. Setelah dirasa penampilannya cukup rapi dengan setelan kemejanya, Devan segera bergegas keluar dari kamar. Namun sebelum itu, Devan akan mengambil ponselnya terlebih dahulu.

Saat dirinya hendak mengambil ponselnya diatas nakas, ia melihat ada secarik kertas yang dilipat disana. Karena penasaran, Devan pun mengambil kertas putih itu pun dan membaca apa isinya.

Deg...

Jantungnya seakan berhenti berdetak karena membaca kata demi kata yang tertulis dalam secarik kertas yang ia yakini dari Aleta. Devan hafal betul dengan gaya penulisan Aleta itu.

"Devan, suamiku. Maafkan aku karena aku memilih untuk meninggalkanmu. Maafkan aku yang tak sempurna untuk dirimu ini sehingga kau memilih untuk berpaling ke wanita lain. Aku memang sudah memaafkanmu atas semua kesalahanmu padaku. Tetapi maaf sekali, aku takkan pernah bisa memaafkanmu tentang perselingkuhanmu dan pengkhianatanmu. Aku pergi Devan, surat perceraian akan sampai sekitar satu minggu lagi dan akan diurus oleh pengacaraku. Tak usah mencariku dan menungguku karena aku takkan pernah kembali. Terimakasih untuk kisah indah selama 22 tahun perkenalan kita, anggap saja peristiwa semalam adalah kenang-kenangan terakhir dariku... Aleta".

Tubuh Devan merosot ke lantai setelah usai membaca surat dari istrinya itu. Kakinya lemas seperti jelly, tangannya gemetaran bahkan pikirannya kosong. Dia merutuki kesalahan dan kebodohannya karena mengkhianati cinta suci yang telah ia bangun dengan susah payah bersama Aleta. Dan bodohnya lagi adalah dia tak menyadari bahwa sikap manis Aleta kemarin yang ditunjukkan agar bisa mengelabuhi dirinya untuk tidak mengendus rencana kepergiannya.

"Arrrgggghhhh... Aleta..." teriak Devan sambil terus menciumi kertas itu.

Air matanya mengalir dengan deras, didalam pikirannya sekarang hanya ada kata andai. Andai ia tak mengkhianati Aleta, andai dia lebih bersabar untuk menunggu istrinya itu kembali, dan andai ia tak terbujuk rayuan setan sudah pasti kini ia tengah hidup berbahagia dengan wanita itu.

Devan hanya bisa menangis meratapi kepergian Aleta karena kebodohannya itu. Bahkan kemeja yang ia kenakan telah basah dengan air mata membuatnya tak jadi berangkat bekerja. Rambut yang tadinya sudah tersisir rapi kini berantakan karena diacak-acak oleh Devan. Penampilannya kini bagaikan seseorang yang habis hujan-hujanan dengan wajah yang basah karena air mata.

Namun tiba-tiba saja, Devan berdiri menegakkan tubuhnya dan mengusap kasar air mata yang mengalir di pipinya. Ia membuang kertas yang sudah ia remas-remas itu ke lantai lalu berjalan cepat keluar dari kamar tamu sambil membawa ponselnya. Dirinya seperti orang bingung yang terus mengitari seluruh ruangan yang ada di rumah itu.

"Aleta, kamu dimana sih?" panik Devan.

"Aleta jangan bercanda. Aku tahu kau hanya bersembunyi dan sedikit marah kan sama aku?" teriaknya.

Sepertinya Devan masih tidak percaya jika Aleta benar-benar pergi meninggalkannya. Dari lantai dua hingga lantai bawah dan belakang rumah tak luput dari pencarian laki-laki itu. Tak kunjung menemukan keberadaan Aleta, Devan sudah mulai frustasi kembali. Bahkan Devan berteriak terus menyerukan nama Aleta namun tak ada jawaban sama sekali.

Kemudian ia segera saja membuka ponselnya dan menghubungi istrinya itu. Berulang kali dia menekan tombol berwarna hijau untuk menghubungi Aleta.

"Sial..." umpat Devan.

Devan segera menghempaskan badannya ke sofa ruang tamu saat mendapati panggilannya pada nomor Aleta hanya dijawab oleh operator. Berulang kali Devan mengumpat, bahkan kini emosinya sudah memuncak. Ia tak mau kehilangan Aleta, sahabat sekaligus belahan jiwanya.

Tak pantang menyerah, ia segera membuka rekaman CCTV rumahnya. Benar saja, terlihat sekita jam setengah 3 pagi Aleta pergi meninggalkan rumah ini dengan menarik kopernya. Devan ingin menangis rasanya saat melihat hal itu karena CCTV itu hanya mengarah didalam rumah saja sedangkan diluar halaman sama sekali tak ada. Jadi ia tak bisa tahu dengan siapa Aleta pergi. Sekali lagi, dia merutuki kebodohannya.

Tak mau menyerah begitu saja, ia mencoba untuk menghubungi keluarga Aleta. Siapa tahu istrinya itu hanya akan menginap dan menenangkan diri di rumah keluarganya. Namun sudah berulang kali dia menghubungi orangtua dan saudara-saudaranya yang lain, hasil nihillah yang ia dapatkan.

"Aleta, aku mohon jangan pergi" teriak Devan kembali menyadarkannya bahwa Aleta kini telah pergi dari hidupnya.

"Ingat Aleta, aku takkan pernah mau bercerai bahkan melepaskanmu. Jika suatu saat nanti aku berhasil menemukanmu, aku akan mengurungmu di rumah agar kamu tak bisa pergi lagi" gumamnya penuh obsesi.

Dikeheningan rumah berlantai dua itu hanya ada suara tangisan dan teriakan Devan yang menyesali perbuatannya dan menginginkan Aleta kembali. Namun nasi sudah menjadi bubur, Aleta memilih meninggalkan Devan untuk memulai kehidupan barunya bersama dengan calon anaknya.

***

Dibalik pintu rumah dua lantai itu terdapat seorang wanita yang tengah menguping apa yang sebenarnya terjadi. Tadinya dia ingin bertemu dengan Devan, namun saat ia akan masuk kedalam rumah itu ternyata dia mendengarkan teriakan Devan yang mengumpat dan menangis sambil cerita mengenai masalahnya. Ia memilih untuk mengupingnya sebentar untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Wanita itu adalah Seina.

Setelah mendengar hanya ada sebuah tangisan saja dari Devan, Seina langsung dapat menyimpulkan bahwa Aleta kini telah pergi dari sisi laki-laki itu. Dirinya begitu senang mendengar hal ini, sekarang saatnya dia masuk ke kehidupan Devan sebagai teman berbagi masalah. Dia akan terus mendampingi Devan di saat-saat terpuruknya agar laki-laki itu luluh terhadapnya sehingga Seina bisa mendapatkan cintanya.

"Bagus, Aleta. Akhirnya kamu pergi juga dari kehidupan Devan. Memang yang pantas untuk mendampingi Devan itu hanyalah aku" gumam Seina dengan tersenyum sinis.

Seina segera mengubah mimik wajahnya menjadi sedih, kemudian masuk kedalam rumah berlantai dua itu. Saat memasuki rumah, terlihatlah Devan yang tengah duduk meringkuk sambil menangis. Sangat memilukan tangisan itu bagi orang yang mendengarnya.

"Devan..."

Terpopuler

Comments

Endang Werdiningsih

Endang Werdiningsih

seina udah merasa menang ya...
ingat aja hsil dr merampas kebahagiaan orang lain ga akan langgeng,apalagi kalo benar anak yg seina kandung bukan anak devan,,habis kau seina

2023-07-25

0

Ajusani Dei Yanti

Ajusani Dei Yanti

dasar pelakor gak tau diri

2023-06-26

0

վմղíα | HV💕

վմղíα | HV💕

gregtan kalau sudah ada pelakor ya.

2023-04-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!