"Diam!" Suara bariton itu begitu menggema. Bentakan Arsen menggetarkan tubuh gadis di hadapannya.
"Aku tidak suka mendengar wanita menangis. Jadi jangan menangis di hadapanku." Tatapannya begitu membunuh.
Sungguh pernikahan yang membawanya ke dalam neraka. Harapannya ingin sekali menikah bersama pria yang di cintai dengan harap akan membawakan kebahagiaan melepas dirinya dari penderitaan.
Namun, pernikahan itu bagai malapetaka baginya.
Mungkin Gladys bisa lari karena pernikahan itu belum terjadi. Tapi, semua itu tidak mungkin dirinya lepas dari cengkraman Arsenio Gavin Alvaro. Memperlakukan wanita begitu kejam, laki-laki yang tidak memiliki hati nurani.
"Bawa dia."
"Lepas! Mau di bawa ke mana aku!"
Percuma. Percuma saja kamu berteriak Gladys.
Kedua ajudan itu membawanya ke dalam sebuah kamar. Entah itu kamar Arsen atau penjara baru untuknya.
Dipandangnya setiap sudut kamar, yang berkesan dengan interior putih cerah dan terdapat balkon yang menghadap langsung ke arah taman yang terhampar luas di bawah sana. Rumah itu bagaikan surga juga neraka.
Sungguh pemandangan yang indah. Tetapi tidak membuat Gladys bahagia karena bagaimanapun dirinya ada dalam sangkar seorang mafia.
"Bos, apa anda benar-benar akan menikahi gadis itu?"
Sangat tidak mungkin jika Arsen menikahi Gladys wanita penebus hutang. Mungkin saja Arsen hanya akan menjadikan Gladys sebagai budak atau pemuas nafsunya.
Namun, nyatanya Arsen bersungguh-sungguh akan menikahinya.
"Tentu. Kamu pikir saya main-main? Persiapkan acara pernikahannya besok."
Nicolas Alexander, seorang pria yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk mengabdi pada Arsen. Sangat mengenal seperti apa sifatnya.
Seperti julukannya 'PRIA BERMATA ELANG' tatapannya begitu tajam, hatinya begitu keras, tangannya seperti baja yang bisa melumpuhkan siapapun yang melawannya. Wanita, bagi Arsen hanyalah untuk bersenang-senang sebagai pemuas nafsv.
Namun, hari ini Nico, dibuat terkejut dengan keputusan Arsen yang akan menikah. Bahkan jika dibandingkan wanita-wanitanya Gladys tidak ada hebatnya.
Hanya saja rupa Gladys yang menawan dan senyum yang mengesankan. Mungkinkah Arsen terhipnotis oleh semua itu? Sepertinya tidak. Pasti ada hal lain yang membuat Arsen menikahinya.
Hak warislah tujuan Arsen menikah. Keluarganya akan memberikan hak waris dengan syarat jika Arsen menikah. Walau warisan itu bukanlah haknya tetapi sang pemberi waris sudah menuliskan wasiat untuknya. Hanya saja para keluarga yang tidak terima karena Arsen bukanlah anggota keluarga.
Pernikahannya dengan Gladys membuat Arsen memiliki segalanya. Hak waris itu jatuh padanya.
"Sekarang anda sudah tenang Bos. Perusahaan Wilter adalah milikmu."
"Tentu. Namun, aku belum puas jika dendamku belum terbalaskan. Mereka berdua harus membayar apa yang mereka lakukan pada keluargaku."
Tatapan tajam itu mengingatkannya pada pandangan 20 tahun yang lalu. Sebuah pemandangan pahit, kelam, menyakiti hati dan menghancurkan hidupnya.
Tidak pernah terbayangkan bagi Arsen akan melihat jelas kematian ibu dan ayahnya. Siapa yang melakukannya? Tentu saja Arsen melihat siapa mereka.
Arsen kecil hanya bisa sembunyi agar terhindar dari bahaya itu. Namun, bayangan menakutkan tidak pernah hilang dari benaknya. Hingga saat ini peristiwa itu masih terlihat jelas di matanya.
Hingga menjadikan Arsen seseorang yang kejam.
*****
"Gladys!"
Teriakan Arsen begitu menggema. Membangunkan tidurnya. Hingga tubuhnya gemetar hebat saking takutnya.
"Turun!" tegas Arsen begitu menakutkan.
"Aku tidak menjadikanmu sebagai ratu. Sekarang turun dan buatkan aku sarapan." Katanya yang mencengkram kuat dagu Gladys.
Perlakuan Arsen jauh dari kata suami. Tidak memperlakukannya dengan lembut sebagaimana seorang suami pada istrinya. Dan Arsen hanya memanfaatkannya saja.
"Tuan, anda jangan terlalu kasar dengan istri anda. Sarapan sudah disajikan oleh Bi Je." Bi Je yang di maksud adalah kepala pelayan.
"Diam kamu Nico. Aku tidak butuh nasehatmu." Nico, merasa kasihan pada Gladys yang diperlakukan kejam.
Sesuai perintah, Gladys membuatkan sarapan untuk Arsen, yang dibantu Bi Je. Mungkin inilah alasan Arsen yang memecat semua pelayannya untuk menjadikan Gladys pelayan.
"Sabar Nona, lama-lama Tuan Arsen akan memperlakukan mu selayaknya seorang istri."
"Tidak apa Bi Je, mungkin sudah takdir ku seperti ini. Aku bukan istri sesungguhnya melainkan gadis penebus hutang." Senyum getir Gladys pancarkan yang langsung membawa sarapan-Nya pada Arsen.
Prang!
Entah apa maunya Arsen. Melempar makanan yang Gladys buat. Hingga pecahan piring berhamburan di bawah lantai. Bahkan mengenai jempol kaki Gladys.
Nico dan Bi Je berlari untuk melihat apa yang terjadi. Mereka merasa kasihan saat Gladys memungut satu persatu pecahan piring itu.
"Apa yang anda lakukan Bos?" Nico mendadak emosi melihat perlakuan Arsen pada Gladys, yang menurutnya tidak pantas mendapatkan perlakuan buruk itu.
"Kenapa? Aku melakukan apa yang aku mau."
"Dia gadis baik-baik. Tidak pantas diperlakukan seperti itu."
"Nico!" bentak Arsen. Emosi saat Nico hendak membantu Gladys.
"Sejak kapan membantah perkataan ku? Jangan ada yang membantunya dan jangan kasihan padanya."
Nico berdecak kesal. Merasa pecundang karena harus menarik tangannya kembali. Arsen pergi begitu saja meninggalkan Gladys. Tetapi tidak dengan Nico yang masih tetap berdiri.
"Biar aku bantu."
"Tidak perlu," tahan Gladys. "Nanti kamu akan dimarahi tuan Arsen."
"Aku tidak peduli. Kakimu terluka harus segera diobati."
"Aku bisa sendiri," tahan Gladys saat Nico akan menyentuh kakinya.
Tanpa mereka tahu sepasang mata elang sedang memperhatikan. Tangan besi itu mengepal kuat seolah tidak terima saat Nico berdekatan dengan Gladys.
"Ah, pelan-pelan."
"Sebentar lagi selesai."
Dengan sabarnya Nico mengobati luka kakinya. Gladys tersenyum menatap Nico dihadapannya. Baginya Nico pria yang baik yang pernah ia temui.
"Sudah selesai. Sebaiknya kamu istirahat."
"Terimakasih. Aku pikir semua orang yang ada di rumah ini jahat. Ternyata masih ada orang baik seperti mu."
"Apa aku terlihat menyeramkan?" Pertanyaan itu membuat Gladys tertawa renyah. Sedetik Nico terpesona untuk pertama kalinya melihat senyuman Gladys.
"Cantik."
"Ya?"
"Tidak, aku tidak bilang apa-apa." Malu rasanya jika Gladys tahu jika dia baru saja memujinya.
"Aku harus kembali ke kamar. Terimakasih untuk perbannya."
"Sama-sama."
Ingin sekali Nico menggendong tubuh Gladys. Namun, Gladys melarangnya. Memilih berjalan tertatih-tatih menuju kamarnya. Nico, hanya bisa menatap punggung Gladys yang semakin menjauh.
"Nico!"
Suara bariton itu mengalihkan pandangannya. Saat berbalik …
Bukk!
Satu hantaman mendarat dipipinya. Dengan penuh amarah dan mata menyala Arsen, memukulnya. Nico tidak bisa melawan karena Arsen menghajarnya tiba-tiba.
"Sudah berani kamu mendekati wanita yang sudah menjadi milikku." Nico tersenyum sinis sambil menyeka cairan merah kental di sudut bibirnya.
"Atas perintah siapa kamu mengobati lukanya?" Entah Arsen marah atau cemburu. Yang melihat Gladys diperhatikan lelaki lain.
"Aku hanya melakukan tugas kemanusiawian."
"Cuihh! Sejak kapan kamu mengenal sifat kemanusiawian. Aku ingatkan jangan pernah mendekati wanitaku lagi mengerti!"
Nico, hanya diam tidak mengangguk ataupun menjawab. Arsen berlalu pergi meninggalkan Nico yang terbaring lemah di atas lantai.
*****
Brakk!
Gladys terkejut saat Arsen membuka pintu kamarnya dengan keras. Belum hilang rasa nyeri di kakinya. Kini dia harus berhadapan lagi dengan laki-laki arogan seperti Arsen.
"Ah," ringis Gladys saat tangan besi itu mencengkram kuat dagunya.
"Tu-tuan. Apa sa-salahku."
"Salahmu? Karena sudah berani berdekatan dengan pria lain." Tegas Arsen yang membuat Gladys melongo.
"Pria lain?" Seketika Gladys teringat perlakuan Nico tadi. Apa karena itu Arsen marah?
"Dia hanya mengobati lukaku. Ah …." jerit Gladys saat luka itu Arsen injak.
"Tu-tuan. Lepas Tuan sa-sakit."
Tidak peduli. Arsen tidak peduli yang Gladys rasakan.
"Ingat! Kamu sudah menjadi milikku tidak ada siapapun yang boleh mendekat atau menyentuhmu selain aku mengerti!"
"I-iya."
Gladys sudah tidak bisa lagi menahan bendungan air matanya. Rasa sakit pada kakinya tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Ingin rasanya Gladys menjerit dan teriak tetapi tidak bisa. Karena Gladys tahu Arsen tidak suka mendengar suara tangisan.
Luka pada jempol kakinya kembali berdarah. Arsen melihat itu yang mengingatkannya kembali pada peristiwa 20 tahun lalu. Bayangan darah kembali terlintas di benakknya.
"Duduklah!" Gladys tercengang saat mendapat perintah itu.
"Duduk! Aku bilang duduk." Segera Gladys mendaratkan bokong pada sisi ranjang. Entah apa yang akan Arsen lakukan. Mungkinkah memotong kakinya? Entahlah. Namun, pikiran buruk itu yang terlintas pada benaknya.
Gladys hanya bisa pasrah jika Arsen akan melukai tubuhnya. Dipejamkannya mata itu, seolah tidak ingin melihat perlakuan kasar lagi yang Arsen berikan. Namun, tanpa diduga Arsen membalut lukanya dengan perban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Pia Palinrungi
aduhhh gladys kamu harus kuat bikin arsen bucin padamu
2023-08-04
0
Sri Mulyati
Si Mafia pun masih punya rasa cemburu dan kasihan.
Semangat 💪💪💪 Gladys.
Semangat 💪💪💪 juga up nya Thorrr 😘😘😘😘😘😘😘😘😘😘
2023-03-16
0
KrisTie Lyiee
aku dah alami semua nya tapi bukan suami yang melakukan melain kan sang kakak🥺🥺🥺
2023-03-14
2