ABSEN DULU, PADA HADIR NGGAK?
.
.
.
.
.
.
.
Me
Nay, kamu kenapa?
Aku khawatir.
Buka pintu apartemen kamu.
Atau aku buka secara paksa?
Nayla membulatkan mata saat membaca chat terakhir dari Aldi, dengan gesit Nayla berlari ke luar kamar dan benar dosen tampan itu sudah berdiri di ambang pintu dengan raut datar. Nayla menunduk dengan tangan saling memilin, tidak enak hati dan gugup untuk membalas tatapan mata Aldi.
"Nay, kenapa chat aku nggak ada yang kamu balas?"
"Aku nggak mau ketemu bapak lagi!" ujar Nayla dengan keberanian yang cukup tinggi.
Satu alis Aldi terangkat, bibir tipisnya mendesis tidak suka. "Apa maksud kamu? Tadi pagi kita baik-baik aja."
Nayla mengangkat kepala, berusaha membalas tatapan mata Aldi yang menghujamnya tajam. "Aku bosan sama Pak Aldi."
Netra Aldi terbuka sempurna. Tidak percaya jika kalimat menyesakkan itulah yang keluar dari mulut Nayla. "Cabut kalimat kamu!" ujarnya sirat akan pengharapan, namun, harapan itu seolah pupus saat Nayla menggeleng dengan raut tak terbaca.
"Aku bosan dan aku minta putus." Ada paku tak kasat mata menusuk telak hati Nayla saat gelengan tak percaya dari Aldi dilihatnya. Ingin Nayla berteriak bahwa ini bukan keinginannya, melainkan hal yang mau tidak mau harus dilakukan.
"Hubungan kita berjalan dengan baik selama satu tahun, walau ada beberapa konflik yang mengacau tapi tetap kita bisa mengatasinya. Kamu juga yang mengejar-ngejar aku dulu, dan kenapa sekarang kamu bertingkah seperti ini?"
Nayla memalingkan wajah ke arah lain. Sedikit mendongak untuk menghalau tetesan air yang ingin merembes turun. Berusaha tegar walau sangat sulit. Nayla melepas cincin emas putih yang melingkar di jari manisnya lalu maju selangkah ke hadapan Aldi, menyodorkan cincin itu.
"Ambil cincinnya, maafin aku, Pak. Mulai sekarang status kita cuma mahasiswi dan dosen, tidak lebih dari itu. Aku mohon maaf jika selama ini ada salah, dan aku juga harap bapak mendapatkan pendamping hidup yang lebih baik dari aku." Nayla mengusung senyuman pedih.
Aldi semakin kalang kabut, dicengkeramnya kedua bahu Nayla hingga sang empu terkejut dan refleks mendongak. Aldi menatap dalam manik layu itu. "Dalam membangun sebuah hubungan kepercayaan sangatlah penting, aku tau kamu sedang ada masalah tapi nggak mau berbagi sama aku, apa aku nggak pantas untuk kamu percaya?"
Nayla langsung menggeleng. "Bukan begitu, Pak. Aku hanya merasa nggak pantas sama Bapak. Bapak ganteng, cerdas, kaya, dan seorang dosen, banyak sekali yang suka sama Bapak. Sedangkan aku berasal dari keluarga sederhana, jelek, dan nggak pantes jadi pasangan Bapak."
Aldi menggeleng dan menarik kepala Nayla untuk bersandar di dadanya. Elusan lembut Nayla rasakan membuatnya merasa nyaman. "Aku udah beberapa kali bilang sama kamu jika aku nerima kamu apa adanya. Menurut aku, kamu perempuan yang sempurna, cantik, cerdas, dan pandai menjaga diri sebagai seorang perempuan yang patut dihormati."
Nayla meringis mendengar kalimat terakhir Aldi. Tanpa sadar kalimat itu menampar dan mendorongnya kembali pada kenyataan bahwa hubungannya dengan cowok berkulit putih ini sudah tidak lama lagi. Nayla melepas paksa pelukannya hingga Aldi terkejut.
"Pak Aldi boleh pergi sekarang juga!" Nayla menunjuk pintu apartemen yang terbuka setengah. Setelah ini, dia akan langsung mengganti pin agar Aldi tak mampu lagi menyusup masuk ke apartemennya.
"Nay, kamu mutusin aku karena alasan bosan dan nggak pantas jadi pasangan aku? Bukannya itu terlalu bertolak belakang? Aku tau ada sesuatu yang kamu sembunyikan, coba terbuka sama aku!" desak Aldi. Bibir tipisnya mendesis seraya mengusap wajah dengan kasar.
Nayla menelan ludah gugup, persepsinya untuk mengakhiri hubungan ternyata tidak berjalan mulus. Nyatanya dia termakan alasan yang sengaja dibuat-buat. Nyatanya tupai yang melompat sudah jatuh sebelum mencapai setengah perjuangan. Baru awal saja Nayla sudah merasa gagal.
"Maaf, Pak. Tapi, aku benar-benar nggak bisa lanjutin hubungan ini." Nayla mundur selangkah saat iris coklat milik seorang Aldiano Destura menghujamnya tajam.
"Nay." Aldi melirih.
Nayla membuat benteng pada hatinya agar tidak goyah.
"Nay ...," lirih Aldi kembali.
Nayla menutup telinga dan menggeleng frustasi. Kebohongan apalagi yang patut diucapkannya untuk menutupi kebohongan yang sebenarnya?
"Nay, aku sayang banget sama kamu. Dan kamu juga, kan?"
"Nay, aku ...."
"AKU NGGAK CINTA SAMA BAPAK!"
Aldi tersentak. Teriakan histeris Nayla menghentikan langkahnya untuk mendekat dan memeluk tubuh rapuh itu. "Kenapa?" tanyanya hampa.
Nayla menyeka kasar air mata yang menetes tanpa sepengetahuannya, iris layunya menyorot penuh harap pada Aldi yang menatapnya hampa. "Pak, aku pacaran sama bapak karena nggak mau kalah saing sama Viola, aku nggak cinta sama Bapak. Benar-benar nggak cinta, aku cuma pengen climbingpopularity dengan mudah."
"Climbingpopularity dengan memanfaatkan perasaanku?" Nayla mengangguk takut-takut. Aldi mendesis dan menghujam tembok dengan pukulan. "Kamu tau separah apa perbuatanmu?" sentaknya.
"Maaf, Pak."
"Aku nggak butuh maaf kamu. Aku bener-bener nggak nyangka kamu sebej4d itu, Nayla!" Suara yang sirat akan kekecewaan itu membuat Nayla menunduk dalam.
Aldi benar-benar terluka, perasaannya dipermainankan dengan keji selama satu tahun. Rasa cinta dan sayang tulusnya hanya dimanfaatkan untuk keinginan pribadi yang sama sekali tidak penting, menurutnya. Sekali lagi Aldi mengusap wajah kasar, menyimpan kantong kresek yang dibawanya ke sofa.
"Nay, aku bener-bener kecewa sama kamu, tapi aku juga cinta sama kamu. Aku nggak mau mengakhiri hubungan kita," ujarnya lalu keluar begitu saja.
Nayla menutup pintu dengan tenaga yang tersisa berikutnya, cewek itu lunglai dan bersandar pada pintu. Hatinya sakit, dadanya perih, tenggorakannya tercekat hingga menangis tanpa isakan. Iris coklat miliknya menyorot kosong, senyum hampa terukir lemah di bibir pucatnya.
"Pak Aldi, aku cinta sama Bapak." Waktu itu, saat dimana Aldi masih menutup diri dan menghindari seorang cewek yang terus mengejar tanpa henti. Nayla dengan rambut di kuncir satu menghadang langkah sang Dosen dengan cengiran khasnya. "Nayla cinta sama Bapak, mau jadi pacar Bapak, bolehkan? Nayla pintar lho."
Waktu itu, Aldi cuek dan menanggapi hanya dengan gelengan pelan lalu berujar, "Minggir, kamu masih kecil, selesain dulu presentasi kamu." Setelah itu pergi begitu saja.
Nayla memukul-mukul dadanya yang kian sesak. Iris coklatnya menyorot hampa tanpa hasrat pada alur hidupnya yang berantakan. Masa-masa indah saat dirinya mengejar seorang Aldiano Destura untuk dijadikan pacar semakin menambah rasa perih karena ternyata hubungan mereka tak berlangsung selamanya.
"Gue pasti bisa, ingat Nay! Pak Aldi orang baik. Dia nggak pantes milikin lo, dia terlalu sempurna. Walau lo cinta sama dia, tapi, kata pepatah cinta tak harus memiliki." Nayla menyemangati diri sendiri. Hingga sadar bahwa tubuhnya terdorong ke depan karena pintu yang disandarinya bergerak maju.
Kepala seorang cowok dengan kacamata hitam menyembul melewati pintu. Berdecak. "Lo ngapain nangis di situ? Kurang kerjaan banget lo, heran gue. Mau narik perhatian siapa, sih?"
.
.
.
.
.
.
.
KALIAN ADA DI TIM ALDINAYLA/NAYLACOWOK ITU?
SALAM DARIKU,
SYUGERR.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Nacita
knp ga jujur aja sih nayyyy 😌
2022-01-25
0
Riska Fatmawati
pengene aldinayla.. tpi terserah othorlah
2021-01-07
0
ji
nay dari awal udah salah. harusnya dia jujur aja, siapa tau cowonya bisa nerima dia apa adanya, mungkin jg mau bertanggung jawab
2020-11-13
4