Syok mendengar putranya butuh pendonor, Ibu Angga terheran mendapatkan Suster yang menolong putranya, ingin menolong sekali lagi.
"Dok, apa dari pihak rumah sakit bisa mendonor? Golongan darah saya O. Apa saya bisa?" tanyanya
"Bisa saja selama tidak mengganggu kinerja kamu di rumah sakit ini. Golongan darah O sangat berguna, tapi tetap harus melewati tes terlebih dulu, apa benar cocok dengan pasien," ungkap Dokter
...
Setelah mengecek dan mengetahui golongan darah pasien, Suster lain mengecek kecocokan darahnya, akankah cocok dengan golongan darah O.
"Kok kamu mau sih donorin darah untuk pasien itu? Apa alasannya coba? Dan apa hubungan kamu sama pasien itu?" tanya teman sesama Suster
"Apa salah kalau aku donor darah untuk orang lain? Untuk saling menolong satu sama lain, kenapa tidak? Sebenarnya dia adalah teman aku dan aku pernah berbuat salah sama dia, dengan ini aku harap bisa menebusnya," ujarnya
"Perhatian banget, sih. Hati-hati, loh.. bagaimana dengan Raffa nanti?"
"Apa-apaan, sih? Kan, aku bilang dia cuma teman dan aku cuma mau menebus kesalahan aku doang," katanya
"Ya udah, aku duluan, ya. Aku mau transplat darah kamu ini ke pasien."
Suster tersebut mengangguk dan temannya ke luar dari laboratorium rumah sakit itu.
"Untunglah darahku cocok dengan Angga," gumamnya
Suster tersebut masih terbaring istirahat di pembaringan. Namun, saat melihat ada yang datang, ia langsung bangkit duduk dari posisi rebahnya.
"Permisi, Suster ... " sapanya
"Ya, Ibu. Ada hal lain yang bisa saya bantu?" tanyanya
"Maaf, mengganggu istirahatnya, Sus. Saya hanya mau berterima kasih sekali lagi, karena sekali lagi Suster bersedia untuk menolong Angga, putra saya. Tapi, mohon maaf, Suster tidak ada niat lain kan?"ucapnya, Ibu Angga
"Ibu tenang saja. Saya tidak punya niat buruk atau mengharapkan apapun dari Ibu atau pihak pasien, niat saya hanya ingin membantu sebisa mungkin karena itu sudah jadi tugas saya. Lagi pula, sebenarnya saya dan pasien Angga adalah teman, tapi kami sempat lost kontak selama 2 tahun. Saya turut prihatin atas musibah ini, tapi saya yakin Angga adalah lelaki yang kuat," ujarnya
"Saya lega mendengarnya. Terima kasih sekali lagi, Sus, dan maaf kalau mengganggu. Kalau begitu, saya permisi balik ke kamar Angga," ucap Ibu Angga
"Sama-sama, Bu. Silahkan," katanya
Setelah Ibu Angga keluar, ada seseorang kembali masuk menemui Suster.
"Dokter Raffa? Ada perlu apa, Dok? Ada yang bisa saya bantu?"tanyanya
"Apa-apaan kamu ini? Aku ini pacar kamu, tidak usah seformal itu," katanya, Dokter Raffa, kekasih sekaligus tunangan Suster tersebut.
"Tapi, ini rumah sakit, tempat kerja," sangkalnya
"Tapi, sekarang kita lagi berdua, jadi kamu tidak usah bicara seperti tadi," ujar Dokter Raffa
"Ya sudah, lalu kamu ada perlu apa mencari aku di sini?" tanyanya
"Memangnya aku tidak boleh cari kamu? Lagi pula, apa alasan kamu perhatian banget sama pasien baru itu? Kenapa sampai harus donorkan darah kamu segala?" tanya Dokter Raffa
"Masalah itu ... apa salahnya kalau aku bantu mereka sebisa aku? Aku hanya merasa simpati saja. Dan pasien itu teman aku, hanya teman. Jadi, kamu tidak usah khawatir," ungkapnya
"Hanya itu, benar? Tidak ada alasan lain?" tanya dan selidik Dokter Raffa
"Iya, hanya itu. Benar, deh. Ya sudah, aku mau makan ke kantin, selagi diberi waktu istirahat sebentar setelah ambil darah," ucapnya
"Ya sudah, yuk. Aku temani," kata Dokter Raffa
"Loh, memang kamu sedang tidak ada pasien?"tanyanya
"Tidak ada, aku free. Lagi pula, memangnya aku tidak boleh makan bareng sama pacar aku sendiri?" tanya balik Dokter Raffa
"Bukankah kamu tudak selevel makan di kantin, ya?" tanyanya dengan heran.
Tanpa menjawab, Dokter Raffa menggengam tangan Suster dan menariknya ke luar menuju ke kantin. Namun, sang Suster malah melepaskan genggaman tangan kekasihnya itu.
"Tidak enak dilihat orang di tempat kerja," katanya beralasan.
...
Kantin Rumah Sakit.
Suster memakan nasi goreng seafood spesial, sedangkan Dokter Raffa hanya menemaninya seraya meminum jus.
Tangan Dokter Raffa terulur hendak menggenggam tangan kekasihnya itu dengan mesra, namun Suster malah mengelak darinya.
"Kamu kenapa, sih? Kan, aku ini tunangan kamu," ambeknya
"Kan, kamu tahu aku tidak suka seperti itu. Bermesraan di tempat kerja itu tidak ada faedahnya, yang penting komunikasi kita bagus, hubungan kita baik-baik saja. Itu lebih dari cukup. Lagi pula, kan, sudah aku bilang, tidak enak dilihat orang, kita di sini kerja bukan mau bermesraan," ungkapnya
"Terserah kamu saja, deh," kata Dokter Raffa
"Jangan marah seperti itu dong. Maaf, ya, maafkan aku," ujarnya memasang wajah memelas.
"Iya, deh. Aku tidak marah kok," kata Dokter Raffa
Suster melanjutkan makannya. Saat itu ia tak sengaja melihat Suster Kepala di sana. Ia memanggil Suster Kepala bernama Lisa. Namun, wajah Dokter Raffa berubah tegang.
"Kak Lisa, sini gabung dengan kami saja," tawarnya sambil menyapa.
"Memangnya tidak apa kalau aku bergabung? Tidak ganggu kalian berdua?" tanya Lisa
"Tidak kok, duduk saja," katanya
Suster Lisa pun duduk 1 meja dengan mereka. Sempat terjadi kontak mata antara Suster Lisa dan Dokter Raffa. Dokter Raffa sangat tegang sedangkan Suster Lisa terlihat gugup. Keheningan terpecahkan dengan membicarakan kondisi pasien yang Dokter Raffa dan Suster Lisa rawat bersama.
"Obrolan kalian nyambung sekali sampai aku bingung mau ikut bicara seperti apa. Ya sudah, aku pergi dulu saja ya. Kak Lisa lanjutkan saja makannya, Dokter Raffa temani kok," ucapnya
"Kamu mau ke mana?" tanya Dokter Raffa
"Mau lanjut kerja, masih banyak pasien yang harus aku cek," jawabnya
"Termasuk pasien baru itu?" tanya Dokter Raffa
"Dia hanya teman ... sudah, ya, aku duluan," katanya
Setelah Suster itu pergi, hanya tinggal Dokter Raffa dan Suster Lisa berdua.
"Kamu cemburu, ya?" tanya Lisa
"Iya, sedikt. Memangnya kenapa?" tanya balik Dokter Raffa
"Tidak apa," kata Lisa
•••
Hari terus berlalu.
Pekerjaan di rumah sakit memang melelahkan, namun juga melegakan saat dapat membantu orang lain. Begitu juga yang dirasakan olehnya, merawat teman lama yang sempat terluka karenanya diharapkan cukup untuk membayar rasa bersalahnya. Namun, entah harus senang atau sedih saat mengetahui bahwa teman lamanya mengalami kehilangan sebagian memori, yang artinya temannya itu tak mengingatnya, yang artinya juga ia tak perlu khawatir atas rasa bersalahnya karena temannya itu tak ingat apa pun tentang kisahnya itu. Namun, salah tetaplah salah yang tak bisa hilang begitu saja, termasuk dengan perasaan bersalahnya itu.
"Suster Damia, sudah datang?" sapa Lisa
"Iya, Sus. Ada tugas apa untuk saya?" tanyanya
"Ibu dari pasien Angga di ruang Bougenville bilang, beliau butuh bantuan pihak rumah sakit untuk menetapkan perawat di rumahnya karena pasien Angga akan segera pulang hari ini. Jadi, saya tugaskan kamu untuk merawat pasien Angga di rumahnya," ucap Lisa
"Maksudnya saya menjadi Suster di rumah pasien dan merawatnya?" tanyanya memastikan.
"Benar," jawab Lisa
"Baik. Saya paham," katanya
"Kalau begitu, Ibu, Ini Suster Damia yang akan bertugas merawat pasien di rumah," ujar Lisa pada Ibu Angga.
"Saya Suster Damia Lutfiah, Bu," ungkapnya memperkenalkan diri.
"Sudah lama berada di sini, saya baru tahu nama Suster. Saya senang sekali mendapat perawat terbaik untuk anak saya, terlebih lagi kalian juga berteman. Kalau begitu, saya balik ke kamar anak saya dulu. Permisi," ucap Ibu Angga
"Silahkan, Ibu," katanya
Setelah Ibu Angga berlalu, Suster yang ternyata bernama Damia itu langsung melontarkan protes.
"Suster Lisa, kenapa harus saya?" tanya Damia
"Kenapa? Tugas saya memilih perawat untuk merawat pasien di rumahnya dan saya memilih kamu," jelas Lisa
"Tapi, saya hanya perawat yang bekerja magang di rumah sakit ini. Saya masih belajar di sini, bagaimana jika saya melakukan kesalahan saat merawat pasien di rumahnya nanti?" tanya Damia memprotes.
"Saya percaya sama kamu. Toh, kamu bisa belajar merawat pasien Angga sebelum merawat banyak pasien di sini, ini juga akan menentukan nilai magang kamu nantinya," ungkap Lisa
"Bukankah harusnya belajar merawat banyak pasien di rumah sakit dulu baru dapat merawat pasien di rumahnya, Sus? Saya benar-benar takut melakukan kesalahan," elak Damia
"Sudah dibilang, saya percaya sama kamu. Lagi pula, Ibu tadi bilang, anaknya teman kamu, kan? Kamu pasti bisa merawatnya dengan baik tanpa melakukan kesalahan karena kalian sudah mengenal lama, kan? Pokoknya tidak ada alasan, pertanyaan, atau protes lagi. Keputusan saya untuk pilih kamu sudah tidak bisa diganggu gugat lagi," ucap Lisa
"Baik, Sus," pasrah Damia
Suster Lisa pun berlalu melakukan tugas lain.
"Damia, bagaimana? Kok bisa, ya, kamu terpilih buat merawat pasien di rumah?" tanya teman sesama Suster, Suster Alina
"Tidak tahu, deh, Al. Aku juga bingung. Aku harus izin ke Ibu dan Ayah, nih. Kan, pasien Angga pulang hari ini, berarti aku harus ke rumahnya hari ini juga," ujar Damia
Alina berlalu dari Damia, sedangkan Damia menelepon orangtuanya. Setelah mendapat izin, Damia sedikit mempersiapkan dirinya.
"Kalau sudah ditugaskan seperti itu apa boleh buat ... berarti itu juga sudah jadi tugas kamu. Yang terpenting kamu harus jaga diri, sering juga kasih kabar ke rumah, ya."
..."Ibu dan Ayah benar, ini tugas aku. Aku harus siap dan bisa," batin Damia...
Saat Damia telah siap dan hendak menuju kamar pasien di R. Bougenville 8, seseorang menahan tangannya. Damia menoleh, lalu melepaskan tangannya.
"Ada apa?" tanya Damia
"Aku dengar, kamu akan merawat pasien di rumah. Pasien Angga, apa itu benar?" tanyanya
"Iya. Kenapa, kamu cemburu? Tenang saja, ini sudah tugas aku. Dia hanya teman aku dan sekarang dia pasien aku, tidak akan ada hal lebih lainnya," ujar Damia
"Bagaimana aku tidak cemburu, sih? Dia tetap lelaki, Damia. Lagi pula, kok bisa kamu ditugaskan seperti itu?" tanyanya, Dokter Raffa
"Ya, mau bagaimana lagi? Ini sudah tugas aku dan aku sudah ditugaskan sama Kak Lisa, bagaimana mau menolak? Dia atasan aku dan nilai magang aku berada di tangannya," ungkap Damia
"Siapa? Lisa?" tanya Dokter Raffa
"Iya, kan, dia Suster Kepala di sini. Aku mohon, kamu jangan marah, ya. Aku janji akan kasih kabar ke kamu terus," ujar Damia
"Janji, ya? Dan sekarang sebagai salam perpisahan-"
Raffa tiba-tiba memeluk tubuh mungil Damia. Damia merasa terkejut dan sedikit terengah karena pelukan kekasihnya yang erat.
"Iya, aku janji. Aduh, Raff, tidak enak dilihat orang, sesak, nih ... " kata Damia
"Aku bakal kangen kamu, kok kamu tidak balas peluk aku juga, sih?" tanya Raffa
Damia pun membalas pelukan Raffa.
"Sudah, ya, tidak enak, ah. Lagi pula, kayak mau berpisah betulan saja pakai pelukan perpisahan segala," ucap Damia
Mendengar itu, Raffa melepaskan pelukannya, beralih menyentuh pipi Damia dengan sebelah tangannya.
"Aku sayang kamu," ungkap Raffa
"Aku juga sayang kamu," balas Damia
Damia menggenggam erat tangan Raffa dan menurunkan dari pipinya, perlahan melepaskan genggaman tangannya.
"Pokoknya selama aku tidak ada, jaga aku di sini. Kalau sampai aku tahu atau dengar ada yang lain masuk ke sini, awas saja," ujar Damia seraya menunjuk tepat di bagian jantung hati Raffa
Raffa tersenyum.
"Sudah, ya, mungkin aku sudah ditunggu. Sampai ketemu
lagi," ucap Damia
"Sampai ketemu lagi," balas Raffa
Bagi Raffa, berat untuk melepaskan kekasihnya demi tugas. Namun, seperti inilah ketetapannya.
...
R. Bougenville 8
"Pasien Angga, Ibu, maaf buat kalian lama menunggu. Sekarag saya siap. Mari, saya bantu," ucap Damia
"Maaf, merepotkan, Sus," ujar Ibu Angga
"Tidak apa, sudah tugas saya," kata Damia
Damia pun akhirnya ikut serta dalam pulangnya pasien Angga bersama Ibunya.
"Angga, kamu istirahat dulu ya. Mama mau ngasih tahu Suster kamarnya dulu," ujar Ibu Angga
"Iya, Ma," kata Angga
"Mari, Sus ... " ajak Ibu Angga
"Baik, Bu," patuh Damia
Angga beralih menuju ke kamar pribadinya. Ibu Angga mengantarkan Damia ke kamar yang akan ditempati olehnya di sana.
"Ini kamar Suster untuk istirahat. Saya akan sibuk bekerja sedangkan anggota keluarga lainnya sedang berada di luar kota, jadi mohon bantuannya merawat Angga, ya, Sus. Dan mungkin Suster harus menginap di sini, setidaknya selama hari kerja. Sabtu dan Minggu, Suster free san boleh pulang," jelas Ibu Angga
"Baik, Bu. Ibu bisa panggil nama saya saja, kan, ini di rumah Ibu sendiri bukan di rumah sakit lagi," ujar Damia
"Oke, Damia. Berarti kamu juga bisa panggil saya dengan sebutan Tante Yuli atau Mama juga boleh. Omong-omong, berapa usia kamu?" tanya Ibu Angga, Tante Yuli
"Usia saya mendekati 21 di tahun ini, Tante. Sebenarrnya juga saya masih perawat magang, mohon maaf jika saya buat kesalahan nantinya dan saya sedikit bingung kenapa tugas ini diberikan pada saya karena sebenarnya saya belum terlalu andal," ungkap Damia
"Itu artinya pihak rumah sakit percaya sama kamu, saya juga percaya sama kamu. Ya sudah, saya ke luar," ujar Tante Yuli
"Terima kasih banyak, Tante," ucap Damia
"Saya yang harusnya mengucapkan banyak terima kasih. Damia, bisa istirahat, selagi Angga juga lagi istirahat. Permisi," ucap Tante Yuli
"Lisa, aku mau bicara sama kamu," kata Raffa
"Eh, Raff. Ada apa?" tanya Lisa
"Kenapa kamu mengirim Damia untuk merawat pasien itu?" tanya Raffa
"Kenapa? Apa karena dia pacar kamu? Kamu cemburu?" tanya balik Lisa
"Bukankah Damia masih magang?" tanya Raffa memprotes.
"Kamu cemburu. Kamu saja seperti itu, bagaimana dengan aku? Aku juga cemburu, Raff. Melihat kamu dan dia dekat, berduaan, pacaran. Aku sakit! Aku ini juga pacar kamu! Kamu slalu anggap aku yang kedua, simpanan. Walau pun itu benar, aku juga perempuan yang mau diperhatikan. Bukannya itu sebabnya kamu pacaran sama aku juga? Kamu kurang perhatian dari dia sampai datang ke aku. Setelah dapat perhatian dari aku, kamu malah lebih peduli sama dia. Sekarang dia tidak ada, tidak ada lagi perhatian dari dia, harusnya kamu putuskann saja dia. Dan fokus saja sama aku, pilih aku. Aku juga pacar kamu, kan? Aku sayang kamu," ujar Lisa
Lisa menggenggam tangan Raffa dengan erat. Raffa pun tertunduk.
Lalu, Raffa menghempaskan tangan Lisa dan berlalu pergi. Ia merasa lelah.
"Raff? Raffa!"
...
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Rizky Al
nyimak dulu
2023-03-22
1
Elisabeth Ratna Susanti
suka 😍
2023-03-14
1
R.F
lanjut
2023-03-13
1