Bagaimana tidak malu jika aksi spontan dari satria tadi mengundang bisik-bisik dari semua penumpang di dalam pesawat itu.
Jika orang lain menyadarkan seseorang yang sedang sesak seperti iyu pastilah memompa dulu jantungnya. Baru kemudian memberikan nafas buatan.
Tetapi tidak dengan Satria. Dengan gerakan cepat, ia malah mengecup putik ranum milik Malda yang membuat sang empu terkejut bukan main dengan aksi cepat Abang sepupunya yang seharusnya menjadi adik sepupunya itu.
Malda segera membuka matanya. Ia menatap sekitar. "Masih di pesawat ya?" lirihnya mendadak sendu.
Satria dan Pakcik Burhan segera melihat Malda yang kini sudah sadar. Wajah itu pucat dan sendu.
Pakcik Burhan menghela nafasnya. "Iya Nak. Sebentar lagi sampai kok." jawabnya dengan mengusap kepala Malda.
Malda mengangguk dengan mata terus menatap keluar jendela dimana mereka saat ini berada di atas dan diselimuti oleh awan hitam.
Malda menghela nafasnya berulang kali. ia menkadi gelisah sendiri.
"Apa aku salah mengambil keputusan ini? Kenapa alu merasa sangat gelisah seperti ini? Jantungku juga berdetak tidak karuan. Tidak mungkin hal buruk itu terjadi kan? Tapi.. Menurut yang Papi Lana katakan, kalau awan hitam menyelimuti seluruh tempat kita berpijak, itu tandanya akan ada hal buruk yang terjadi. Tapi apa? Ya Robb.. Hamba mohon perlindungan Mu. Jika memang disini akhir hidupku sama seperti Papi Ali, maka izinkan aku untuk bertemu kembali dengan selururuh keluargaku saat aku dilahirkan kembali.."
Tes.
Tes.
Buliran bening itu menetes di pipinya. Satria hanya bisa melihatnya dengan dada yang begitu sesak.
Begitu pun dengan Pakcik Burhan.
"Abang akan selalu disampingmu Lya.. Apapun yang terjadi nanti.
Pakcik pun akan melindungimu hingga tetes darah penghabisan Maldalya.."
Ketiganya larut dalam lamunanhingga mereka tidak sadar jika pesawat akan segera turun dan mendarat.
Satria dengan sigap memasangkan sabul lagi di tubuh Malda dan juga dirinya. Sedangkan Pakcik Burhan sudah sedari tadi.
Mereka turun dari pesawat dengan nafas memburu. Entah kenapa ketiganya merasakn hawa gelap di sekitar mereka.
Apalagi Malda. Ia melihat sekelilingnya sudah menjadi hitam, hingga..
Tak.
Tak.
Tak.
Tak.
Brruuukkk..
Ketiganya jatuh terkapar dihalaman Bandara. Ketiga orang berhubah hita itu segera membawa mereka dengan cepat.
Tidak ada seorang pun yang tau karena lokasi kejadian saat itu seperti tertutup kabut hitam pekat yang membuat seluruh orang yang ada di Bandara itu tidak bisa melihat sedikitpun.
Splashhh..
Warna kehitaman itu menghilang seketika. Seluruh manusia yang ada di Bandara itu kebingungan dengan apa yang terjadi.
Sedangkan ketiga orang itu langsung saja pergi dengan kuda hitam mereka. Jarak yang ditempuh sangatlah jauh. Tetapi tidak untuk mereka bertiga.
Dalam sekali kedipan mata, ketiga orang berjubah hitam sudah berada di belakng istana telaga biru.
Mereka turun dan memberi hormat pada seorang lelaki tua yang kini menatap sinis tiga orang yang tergeletak tidak berdaya di punggung kuda mereka.
Salah satu dari mereka turun dan menuju lekai tua itu. "salam hormat Hamba tuanku Raja Apilong," ucapnya dengan menunduk menekukkan satu kaki dihadapannya.
"Hem, apakah ini ketiga orang yang akan menghancurkan ku?"
"Benar tuanku raja. Seperti yang dikatakan oleh peramal. Mereka lah ketiga orang itu." jawabnya masih dengan menunduk.
"Cih! Apanya ingin menghancurkan ku? Untuk menyelamatkan diri saja mereka tidak bisa? Sekali kalian berani menginjakkan kaki ditanah ini, maka kalian akan pergi untuk selamanya dari muka bumi ini. Hahahaha..."
Gelegar suara tawa itu begitu menggema di seluruh permukaan telaga Biru itu hingga membuat aiar diatasnya bergetar karenanya.
Awan hitam menyelimuti telaga biru saat ini. Air telaga yang biasa berwarna biu kini berubah menjadi hitam pekat dengan sekejab.
Raja Apilong tersenyum smirk melihat ketiga orang di punggung kuda itu. "Turunkan mereka! Dua lelaki beda usia itu, ikatkan di disana!" tunjuknya pada sebuah pohon besar yang kini tidak pernah berbuah lagi semenjak Raja Apilong menjadi Raja dan memimpin Kerajaan telaga Biru itu.
Padahal dulunya, ketika datok Amirullah Syam yang menjadi raja disana dan diadampingi oleh Puan maharani, pohn itu berbuah lebat.
Dan dari pohon itulah segala obat untuk penyakit selalu istana sediakan bagi masyarakatnya. Tetapi sekarang tidak lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments