''Mahalini sedang sa-sakit Pa, iya sakit?'' jawab nya dengan gugup dan perasa'an yang campur aduk menjadi satu, sedangkan otaknya sedang memikirkan sesuatu kepada Mahalini agar dia tidak mengadu kepada suaminya, yang akan berakibat perceraian, pikir Agnes.
''Sakit, kok Mama tidak memberi tahu Papa kalau Mahalini sedang sakit,'' Ucap Pak Setiawan pura-pura terkejut mendengar kalau Mahalini sakit, padahal seingat Pak Setiawan, tadi istrinya masih menyiksa puteri angkat nya itu.
''Papa mau kemana?'' seru Agnes ketika melihat suaminya beranjak dari duduknya dan akan pergi dari sisinya.
''Papa akan jenguk Mahalini dulu Ma, Papa juga kangen sama dia,'' balasnya yang terus saja melangkah pergi dari hadapan sangat istri.
''Tapi Pa, kayak nya Mahalini sedang istirahat dech? kasihan kalau Papa sampai ganggu istirahat dia sekarang,'' Agnes mencoba mencegah suaminya menuju ke kamar anak angkat nya yang sedang menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
'Tunggu Papa sayang? Papa akan segera menolong kamu agar kamu tidak pernah mendapatkan perlakuan tidak adil seperti ini,' batin Pak Setiawan dan dia pun mengikuti permainan yang sedang di mainkan oleh istri nya tersebut.
''Ya sudah, kalau gitu Papa ke kamar dulu mau mandi sebelum jenguk Mahalini Ma,'' ucapnya dengan pasrah. Agnes mengangguk bahagia karena dia sudah bisa menghalangi suaminya untuk menemui anak pungut nya.
''Bagus, berlama lama lah di dalam kamar Pa, sehingga aku bisa menjalankan semua rencanaku ini, agar anak yang Papa pungut dari jalan tidak berani memberi tahu kelakuan ku selama ini sama dia,'' gumam nya pelan, sampai sampai hanya dirinya lah yang mendengar gumaman tersebut.
Di dalam kamar yang sempit Mahalini sedang meringkuk sembari terus memegang kepalanya yang masih terasa berdenyut karena tarikan yang di lakukan oleh Mama angkat nya.
''Ya Allah, kuatkan hamba untuk menjalani semua coba'an yang engkau berikan saat ini, hamba tau kalau engkau memberi coba'an di batas kemampuan hambanya,'' Mahalini selalu memanjatkan do'a di dalam hatinya, sedangkan air mata nya kini sudah tidak lagi keluar dari pelupuk matanya.
...****************...
Di sekolah Farel sedang berkemas untuk segera pulang, agar dia segera melihat kakak nya di rumah.
''Farel, kita nongkrong dulu yuk sebelum pulang ke rumah,'' ajak salah satu teman sekolah nya.
''Maaf bro, hari ini tidak bisa ikut kalian nongkrong dulu, so kakakku sedang sakit,'' jawab Farel yang terus memasukkan bublku bukunya ke dalam tas punggung nya.
''Baiklah, tapi kapan kapan kita tunggu lho di tempat biasa oke, dan salam buat kakak lho yang super cantik itu,'' balasnya seraya mengangkat jempol nya ke atas.
''Farel, jadikan aku kakak ipar kamu saja dech,'' goda teman lainnya yang masih menunggu Farel di dalam kelas nya.
''Bro, lho pada masih minta uang ke nyokap dan bokap lho. Sudah mikirin anak orang!'' seru Farel tak terima dengan candaan temannya yang menginginkan sang kakak. Farel hanya menginginkan suami yang terbaik buat kakak nya, agar dia selalu bahagia di dalam rumah tangganya kelak.
''Gue duluan ya bro, assalamu'alaikum,'' pamit Farel yang sudah selesai merapikan alat alat sekolah nya.
''Waalaikum salam,'' jawab mereka serempak, dan juga ikutan beranjak keluar kelas untuk mengambil motor dan segera melesat ke tempat tongkrongan nya.
Farel memacu kuda besinya di jalanan yang sedikit lengang, karena hari sudah mulai sore, tak lupa Farel membelikan sebuah makanan kesuka'an sangat kakak ketika dia sedang melewati jalanan tersebut.
Farel mengulas senyum bahagia, setelah dia cukup lama mengantri hanya untuk membelikan makanan untuk sang kakak. Meski Mahalini bukan kakak kandung nya, Farel begitu menyayangi nya.
''Pasti kak Lini senang dengan makanan ini,'' gumam nya sembari memasang kembali helm yang tadi di buka.
Sepanjang perjalanan Farel selalu berpikir kalau kakak nya bisa hidup lebih baik, ketimbang hidup di rumah nya yang seperti neraka bagi Farel.
Tak butuh lama kini Farel sudah memarkirkan motor nya di teras rumah nya, nampak di sana sebuah mobil yang terparkir rapi. Mobil yang begitu ia kenal.
''Ternyta Papa sudah pulang, tumben sekali pulang begitu cepat dari biasanya,'' gumamnya seraya tangannya meraih handle pintu rumah utama nya.
''Assalamu'alaikum Pa?'' sapa Farel ketika dia melihat sang Papa sedang ngopi di ruang tamu bersama Mama dan juga Almira kakak kandung nya.
Farel menghampiri ketiganya yang sedang duduk santai di ruang tamu, Farel mencium punggung tangan Mama dan juga Papa nya, tiba tiba Almira nyeletuk karena dia tidak di cium punggung tangannya.
''Farel kok kakak tidak di cium juga sich tangan nya,'' seru Almira yang di acuhkan oleh Farel.
''Lihat tu Pa, kelakuan anak Papa. Nggak sopan banget,'' adu Almira kepada Papa nya, agar Farel mendapatkan hukuman dari sang Papa. Tapi di luar dugaan, Papa nya malah bertanya bungkuaan yang sedang di pegang Farel saat ini.
''Farel, kamu bawa apa?'' tanya Pak Setiawan lembut kepada putera nya yang selalu memberi kabar tentang Mahalini di rumahnya.
''Och ini makanan buat kak Lini Pa? ya sudah Farel mau ke kamar kak Lini dulu ya,'' pamit nya sambil nyelonong begitu saja, tanpa menunggu jawaban dari ketiga orang yang sedang berkumpul.
''Kurang ajar banget si Farel Pa, masak aku yang kakak kandung nya tidak pernah sama sekali di belikan makanan sama Farel, sedangkan Mahalini yang hanya anak pungut saja selalu mendapatkan makanan dari Farel ketika pulang dari sekolah,'' Almira mengadu kepada Papa nya.
''Kamu kan bisa beli sendiri, lagian uang jajan Farel lebih sedikit ketimbang uang jajan kamu setiap bulannya,'' sahut Pak Setiawan yang berujung kekesalan dari puteri kandungnya.
''Emang Papa cuma sayang dengan Mahalini saja, ketimbang aku yang jelas jelas anak kandung Papa,'' Almira berkata sedikit keras, agar semua orang tau kalau dialah anak kandung nya bukan Mahalini itu.
Almira beranjak pergi menuju kamarnya yang berada di lantai atas. ''Papa jangan keterlaluan gitu dong? Farel sudah tidak peduli dengan Almira, sekarang Papa juga tidak peduli juga, dan lebih memilih membela Mahalini,'' Ucap Agnes yang mengikuti langkah puteri nya.
''Terserah Mama saja,'' jawab Pak Setiawan dengan nada ketusnya.
Pak Setiawan lebih memilih menghampiri puteri angkat nya di dalam kamar.
''Papa?'' panggil Mahalini ketika melihat Papa nya berdiri di ambang pintu. ''Masuklah Pa?'' tambahnya dengan mengulurkan tangan nya dan mencium punggung tangan sang Papa.
Pak Setiawan tersenyum melihat keceria'an dari puteri angkat nya, dia tidak pernah memperlihatkan air mata nya ketika di depan Pak Setiawan.
Terima kasih yang sudah like, komen dan favorit ya.
makasih 🙏💕🙏💕🙏💕🙏💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 180 Episodes
Comments
Maulida
Alhamdulillah 🤲 sudah Up, Semoga besok dobel up, Semangat 💪🥰
2023-03-06
1