Aku benar-benar bahagia hari kemarin sampai-sampai tak terasa perutku sudah kembali berisi dan wajahku cerah seperti biasa.
Hal membahagiakan itu terjadi kemarin, kebahagiaan itu hanya berlangsung kemarin saja.
Saat ku lihat isi dompetku hari ini semua kesenangan itu sirna, wajahku yang tadinya cerah, secerah matahari, sekarang malah redup, seredup api dari lilin yang sudah hampir habis dan sudah menyentuh lantai.
"U ... Uangnya ... Tinggal segini?!" gumamku dengan perasaan sesak memandangi uang dari si pelanggan itu kini tersisa hanya selembar uang pecahan 100 Hapiah dan dua lembar 20 Hapiah saja dari yang asalnya 10 lembar uang pecahan 100 Hapiah.
PLAK!
Kutepuk keningku sekeras-kerasnya karena merasa bodoh sekali telah menghamburkan uang kemarin.
"Ck, si*l! Dengan sisa uang segini bagaimana aku bisa sampai ke tempat yang dijanjikan si pelangganku itu!" Aku langsung melihat jam dinding yang menggantung di 'kantor'ku dan itu sudah menunjukkan pukul 6.00 pagi.
Kututup kembali amplop yang sudah diibaratkan sebagai api tanpa asap itu, lalu memasukkannya ke dalam saku jas yang kukenakan. Setelah itu dengan cepat memasukkan perlengkapan yang mungkin akan berguna untuk melakukan pekerjaan dari orang yang bernama Gremlyn itu.
"Hah! Aku pasti bisa sampai kesana! Aku harus bisa mendapatkan pekerjaan itu!" tegasku dengan sangat yakin setelah dirasa sudah siap dengan semua perlengkapanku.
Kukenakan mantel kesayanganku, kemudian kugendong tas yang berisi perlengkapan itu, lalu keluar dari rumah reotku dengan tergesa-gesa dan tentu saja aku tidak lupa mengunci pintunya.
***
Beberapa saat kemudian aku menemukan masalah lainnya setelah keluar dari rumah.
"Ah! Ayolah ... Kurangi sedikit saja, hanya itu yang kupunya!" Saat ini aku sedang tawar-menawar dengan seorang pria pemilik rental kuda yang berada yang berada tak jauh dari rumahku.
"Tuan, Kau bukannya menawar, Kau itu sama seperti sedang merampok!" seru pria itu yang tentu saja menolak harga yang kutawarkan padanya.
"Wah, wah, Kau itu pebisnis yang sangat pelit sekali ya," ucapku meledeknya dengan senyum sinis.
"Tuan, bukan Aku yang pelit, tapi Kau yang pelit pada pebisnis kecil sepertiku!" timpal pria itu dengan tampang kesal dan senyum pahitnya.
"Harga sewa kuda ini 200 Hapiah, tapi Kau malah menawar dengan harga yang tidak masuk akal, bagaimana Aku bisa menyetujuinya?" lanjutnya.
"Hah! Apa salahnya aku menawar 50 Hapiah? Lagi pula tempatnya juga dekat -"
"TUAN, 50 HAPIAH ITU BAHKAN TIDAK SAMPAI SETENGAHNYA DARI YANG SEHARUSNYA! LAGI PULA TEMPAT ITU JUGA DI LUAR KOTA KAU SEHARUSNYA ... BLA ... BLA ... BLA ..." Pria itu yang sepertinya sudah sangat kesal dengan usaha menawarku berteriak dengan sepenuh hati.
Aku hanya menyumpal kedua telingaku dengan jari, sehingga aku tidak mendengar sisa ocehannya yang begitu sangat panjang karena terlalu malas mendengarkan keluh-kesah yang sangat panjang seakan tak ada habisnya.
Setelah sekian lama aku menyumpal telinga dan kulihat ia sudah berhenti menggerakkan mulutnya, akhirnya kulepaskan jariku dari telinga.
"KAU DENGAR APA YANG TADI KU KATAKAN HAH?!" teriak pria itu di akhir ocehannya.
"Sudah? Sudah Kau mengocehnya?" tanyaku dengan sinis.
"Hah? Kau benar-benar tidak mendengarkan sepertinya!" ujar pria itu dengan bibir yang gemetar karena saking kesalnya.
Aku hanya tersenyum melihatnya, lalu dengan santai dan penuh percaya diri, aku berkata lagi. "Baiklah, aku akan memberikan penawaran terbaikku!"
Pria itu menatapku dengan seksama untuk memastikan bahwa aku tidak main-main, sedangkan aku masih tersenyum dengan penuh keyakinan. Sepertinya reaksiku yang tampak sangat meyakinkan ini berhasil meyakinkannya dan membuatnya tertarik untuk mendengarkannya lebih lanjut.
Ia lalu melipat tangannya di depan dada sembari memandang penuh tanya padaku. "Nah, apa penawaran 'terbaikmu' itu hah?" tanyanya.
"Hehehe, Aku menawarkan harga 75!" ucapku dengan senyum penuh kemenangan meski kutahu aku belum benar-benar menang.
"KEH! ITU MASIH JAUH DENGAN SETENGAHNYA SI**AN!" teriaknya lagi.
PUK!
Aku menepuk keningku dengan raut wajah kecewa.
"Kau ini sungguh amat sangat pee ... liiittt sekali!" ejekku dengan penuh perasaan pada pria itu.
Setelah itu pun kami beradu mulut untuk waktu yang sangat lama, hingga akhirnya seseorang menghentikan pertengkaran kami.
"Ada apa ini?" tanya seorang wanita yang melihat kami hampir saja baku hantam.
Kami yang sedang saling memegangi kerah baju lawan kami pun menoleh pada sumber suara itu.
"Oh, Tuan Ebert!" ucap wanita itu setelah ia menyadari siapa orang yang sedang berkelahi ini.
Kami pun langsung melepaskan cengkeraman pada kerah lawan kami setelah wanita itu menyebutkan namaku.
"Nona, Anda tahu pria tidak tahu diri ini?!" ucap pria yang bertengkar denganku seakan tak percaya wanita itu mengenalku.
"Haha, iya Saya tahu Tuan Ebert," jawab wanita yang tampak sangat anggun itu.
Namun sayang sekali, aku tidak tahu siapa wanita cantik bermata kuning yang indah ini. "Hm, Kau tahu Aku?" tanyaku dengan alis yang terangkat karena sungguh tidak tahu siapa orang ini.
Wanita itu tersenyum, lalu malah bertanya. "Oh, apakah Anda masih ingat Tuan William Bougerbart?"
"Tuan William Bougerbart? ..." Aku terdiam sembari mengingat-ingat nama yang pasaran itu. "Em ... Pria besar berjanggut yang cara bicaranya aneh itu?" tanyaku untuk memastikan.
"Ahahaha, benar,.Tuan, dia adalah orang yang pernah menggunakan jasa Anda dulu ... em ... Dia mempekerjakan Anda untuk mencari seekor kucing putih peliharaannya," timpalnya sambil tertawa ketika kukatakan ciri-ciri dari orang yang bernama William itu.
"Oh iya, aku ingat! Dia memaksaku membersihkan kucing kotor itu sampai menjadi putih seperti semula! Siapa sangka ternyata kucing itu sungguh galak, lihatlah! bahkan bekas cakaran-cakaran kucing itu masih membekas sampai sekarang!" keluhku sembari memperlihatkan beberapa luka bekas cakaran yang cukup dalam sehingga meninggalkan bekas di kedua tanganku dan satu di leherku.
"Ahahaha, maafkan kucing itu, lagi pula dia hanya hewan imut yang tidak menyukai air jadi ya ... harap maklum saja," ucap wanita itu.
"Hm, tapi tetap saja sakit ... Ah, sudahlah lupakan itu! Ngomong-ngomong wanita cantik ini siapanya Tuan Willam ya? Dan mengapa Kau bisa tahu Aku?" tanyaku yang masih penasaran akan hal itu.
"Perkenalkan, nama saya Clara Cyntia Bougerbart, saya istri Tuan William Bougerbart. Saat suami Saat mempekerjakan Anda, Saya sedang berada di rumah orang tua Saya sehingga sudah pasti Anda tidak tahu Saya. Well, Saya tahu Anda karena Tuan William yang menunjukkannya saat kami secara kebetulan melihat Anda dari kejauhan beberapa waktu yang lalu." Wanita yang bernama Clara ini pun akhirnya memperkenalkan diri.
"Ah! Anda istri dari pria kaya itu?!" Pria itu tampak terkejut mengetahui siapa wanita yang ada di hadapannya ini.
Begitupun denganku, aku juga sungguh sangat terkejut mengetahuinya. Bagaimana bisa wanita secantik dan sesempurna ini adalah istri dari pria bongsor menyeramkan yang tak berperasaan itu.
"Oh, begitu." Akhirnya hanya itu yang kuucapkan karena aku tak ingin memperpanjang urusan lagi karena sekarang aku sedang terburu-buru.
Clara lalu mengalihkan pandangannya pada pemilik rental kuda itu, lalu mengajaknya berbicara. "Tuan, ada apa ini sebenarnya? Apa yang membuat kalian bersitegang?"
Pria itu lalu menjelaskan secara rinci mengenai masalah di antara kami sehingga menyebabkan kami hampir saja baku hantam.
"Hoo, seperti itu ..." Clara lalu menoleh padaku sembari tersenyum. "Tuan yang baik, bagaimana jika Saya jamin jika pria ini akan membayar sisa uang sewanya setelah ia kembali? Saya jamin dia tidak akan mengingkari janji, benar begitu kan, Tuan Ebert?" ucap Clara yang sepertinya malah bernegosiasi dengan pria menyebalkan itu untukku.
"Ah, Nona - eh maksud saya Nyonya Bougerbart, maafkan Saya, entah mengapa saya merasa pria ini sangat sulit dipegang omongannya, lihatlah bagaimana acak-acakannya ia saat ini, sangat tidak meyakinkan!" tegas pemilik rental itu sembari memandang sinis ke arahku.
"Ck, ck, ck, Aduh Tuan ... Bagaimana bisa Kau menilai seseorang hanya dari penampilannya saja! Primitif sekali pemikiranmu! Asal Kau tahu setelah Aku kembali, Aku pasti akan membawa banyak uang dari pekerjaan itu dan setelah itu Aku pasti sungguh akan membayar sisanya!" Aku pun pada akhirnya mengikuti apa yang dikatakan Clara pada pria itu.
"Hm ... Karena Nyonya baik ini yang menjaminmu, baiklah kalau begitu aku se -"
"Tunggu, tunggu!" Selaku. "Aku setuju jika harganya 270 Hapiah jika Kau mengantarku secara langsung ke tempatku menuju menggunakan kereta kuda!" Aku masih belum selesai menawar.
Pria itu langsung menoleh pada Clara karena terkejut dengan penawaranku yang mendadak ini. Namun, Clara hanya tersenyum sembari mengangguk pelan padanya.
"Hah~ Baiklah aku setuju jika harganya 280! Jika Kau mau, segitu harganya, tak bisa kurang lagi!" Seru pria itu dengan tegas.
"Hehehehe, baik setuju!" Kami pun berjabat tangan, sepakat akan harga yang sudah disepakati.
"Hehehe, wanita yang bernama Clara ini sungguh menyelamatkanku, bersyukur sekali dia tiba-tiba muncul," batinku sembari melirik pada wanita yang masih tersenyum manis pada kami yang sudah akur ini.
Si pria itu masuk ke dalam garasinya, langsung menyiapkan kereta kuda yang akan digunakan untuk membawaku.
Tinggallah kami berdua sekarang. Aku mendekat padanya untuk berterima kasih, lalu menjulurkan tangan padanya setelah ku bersihkan telapak tanganku pada pakaianku agar tidak mengotori sarung tangan wanita cantik ini.
Wanita itu tersenyum manis sembari meraih tanganku untuk berjabat tangan.
"Sebagai balas budi, jika Kau membutuhkan tenagaku, Kau bisa datang menemuiku dan Aku akan memberikan diskon untukmu!" ucapku dengan tegas pada Clara.
"Baik Tuan Ebert, terima kasih!" ucap Clara sembari tersenyum padaku.
Wanita ini sungguh cantik dan baik, tapi sayang sekali dia sudah menikah. Jika saja dia masih lajang, mungkin aku akan mendekatinya, tapi siapa sangka ternyata suaminya adalah orang menyeramkan itu, aku pasti akan dipenggal olehnya jika aku mendekatinya.
Kami pun melepaskan jabat tangan kami.
"Oh, ngomong-ngomong, kucing yang Anda tangkap waktu itu lebih tepatnya adalah kucing kesayangan Saya, Tuan William sangat panik saat menemukan kucing Saya itu hilang jadi dia langsung mempekerjakan Anda dan dia juga pasti sudah sangat keras juga pada Anda saat itu, jadi atas nama suami Saya, Saya harap Anda memaafkan kekasarannya," tuturnya dengan lembut.
"KEH! WANITA INI MALAIKAT! SI WILLIAM BERUNTUNG SEKALI!" teriakku dalam hati yang juga menyesalkan mengenai pemilik dari bidadari ini.
"O ... Oh, tak apa, Aku tidak terlalu memikirkannya," jawabku.
Tak lama si pemilik rental kuda itu pun kembali. Ia mengatakan bahwa kereta yang akan kugunakan itu sudah siap. Namun untuk kusirnya, ia sudah menunjuk seseorang untuk mengantarku kesana karena ia terlalu sibuk untuk mengantarku kesana.
Aku pun mengiyakan dan dengan sigap langsung menaiki kereta kudanya setelah berpamitan pada Clara dan si pria pemilik rental itu yang aku tak tahu namanya.
"Mau kemana kita Tuan?" tanya kusir kuda yang sudah duduk di tempatnya itu.
"Kita pergi ke distrik Kenshina, kota Ringfelsental," jawabku sembari menyeringai penuh arti pada kusir yang akan mengantarku itu.
Aku mengeluarkan kepalaku melalui jendela lalu melambai pada kedua orang yang sedang berdiri menungguku pergi itu saat kereta mulai melaju.
"Sampai jumpa!" ucapku yang setelah itu kembali duduk dengan benar di dalam kereta kuda.
"Hehehe, aku akan mendatangi sumber uang itu!" ucapku sambil cengengesan seperti orang gila karena terlalu bersemangat membayangkan uang yang akan ku dapatkan.
Bersambung ...
...----------------...
Author : Si bodoh itu tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi sudah memikirkan uang yang akan didapatnya. Ppppttt ... dasar bodoh!
Ebert : Hah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Radiculous😸😸
Tunggu kejutannya ya Ebert😂😂
2023-10-28
1
Radiculous😸😸
Makanya cari istri lah Kau biar tidak iri terus sama orang2🤣
2023-10-28
1
Radiculous😸😸
Sombong sekali lah dia 😂
2023-10-28
1